SAMARINDA – Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim terpilih Isran Noor dan Hadi Mulyadi akan dilantik pada Oktober 2018. Enam bulan setelah menjabat, keduanya dapat melakukan perombakan pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Karenanya, ke depan rekrutmen pejabat harus didasarkan pada profesionilitas.
Pada masa kepemimpinan Awang Faroek Ishak, profesionalitas dalam penempatan pejabat di seluruh dinas, masih “dinomorduakan”. Meski pada kenyataannya, lelang jabatan pernah dilakukan. Tetapi dalam kenyataan, kedekatan, pertemanan, dan relasi dengan gubernur masih menjadi prasyarat utama.
Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Zain Taufik Nurrohman mengatakan, isu tersebut bukan isapan jempol belaka. Kedekatan dengan pengambil kebijakan kerap menjadi dasar penempatan pegawai.
“Kedekatan dengan pucuk pimpinan itu kadang lebih dominan daripada fit and proper test. Padahal di awal sudah diumumkan akan dilakukan lelang jabatan,” ucapnya, Kamis (27/9) kemarin.
Kata dia, gubernur memiliki kepentingan untuk menempatkan pejabat yang memiliki kedekatan dengannya. Hal itu lumrah terjadi di tengah pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung.
Alasan lain, gubernur berkeyakinan pejabat yang bersangkutan mampu bekerja dan memimpin OPD. Namu keyakinan itu masih didasarkan kedekatan emosional tanpa diimbangi dengan uji komptensi dan pengalaman yang memadai.
“Harusnya diutamakan kapasitas dan kemampuan dari ASN (aparatur sipil negara, Red.). Karena fit and proper test dalam jabatan itu intinya mencari sosok yang sesuai dengan kemampuan dan posisi yang tersedia,” ucapnya.
Ketika penempatan ASN di jabatan tertentu masih didominasi karena kedekatan dan kekeluargaan, maka uji kompetensi yang dilakukan hanya sekedar formalitas belaka.
“Karena nantinya penempatan yang bersangkutan jadi tidak tepat. Imbasnya kan pada kinerja dan pelayanan yang tidak maksimal. Masyarakat yang jadi korban,” katanya.
Akibat lain dari penempatan pucuk pimpinan OPD tanpa disertai dengan kompetensi, kata Zain, munculnya ketidaksesuaian pemahaman dan kepentingan antara kepala daerah dan visi yang diemban.
“Kemudian fenomena yang banyak jadi sorotan dulu itu ada kepala dinas yang bertentangan dengan sekretaris provinsi. Itu sempat ramai di koran. Ini juga menjadi catatan bahwa sistem rekrutmen kepegawaian tidak berjalan. Karena penempatannya masih menyisakan masalah,” tuturnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga memberikan penegasan terkait keterliban ASN di pusaran politik lokal dan nasional. Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018, dia mendapatkan banyak laporan bahwa pasangan calon tertentu didukung banyak ASN.
“Itu kan karena tidak tegasnya kepala daerah. Harusnya sejak awal tidak hanya diberikan peringatan. Sanksi tegas harus diberikan. Tetapi kan itu tidak dilakukan,” sebutnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post