BONTANG – Diakomodirnya nomenklatur terkait daerah pengolah dan penghasil dalam revisi UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, menjadi angin segar bagi daerah yang termasuk dalam kategori tersebut, termasuk Bontang. Namun, kegembiraan itu tidak sampai di sini saja, butuh kawalan dalam setiap pembahasan nantinya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman yang juga penyusun naskah akademik, Aji Sofyan Effendi menilai perlunya kehadiran dari Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) dalam setiap pembahasan revisi UU tersebut. Pasalnya, bisa saja apa yang menjadi usulan oleh daerah pengolah dan penghasil tidak termuat dalam revisi UU ke depan.
“Kalau bisa dalam setiap pembahasannya nanti kami diundang. Agar apa yang menjadi harapan kami (daerah pengolah dan penghasil, Red.) hasil diskusi dengan Kemenkeu dan Baleg DPR RI tidak hilang begitu saja,” kata Aji usai mengikuti rapat dengar pendapat antara anggota ADPM dengan Badan Legislasi DPR RI, di Gedung Nusantara I, Kamis (25/1).
Hal ini dilontarkan, mengingat beberapa pengalaman yang sudah terjadi justru pasal dan ayat krusial hilang begitu saja. Menurutnya, ini perlu dilakukan sehubungan belum ada kejelasan subyek yang akan melakukan pembahasan revisi UU tersebut.
“Apakah melalui panitia khusus (Pansus), panitia kerja (Panja), atau diturunkan kepada tenaga ahli yang memformat pasal dan ayat itu belum jelas,” ungkapnya.
Adapun poin terpenting dalam usulan tersebut ialah terkait proposional pembagian dana bagi hasil (DBH). Pasalnya dalam versi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak terdapat perubahan presentase bagi daerah pengolah dan penghasil. Pembagiannya untuk sektor minyak 84,5 persen buat pemerintah pusat dan 15,5 persen bagi pemerintah daerah, sedangkan sektor gas alam pembagiannya yakni 69,5 persen pemerintah pusat dan 30,5 persen untuk pemerintah daerah.
Aji menilai perubahan hanya wewenangnya diserahkan kepada Pemprov Kaltim untuk membagi daerah pemerataan dengan porsi 12 persen untuk sektor gas. Dikatakannya, hal tersebut bisa menjadi konflik antara daerah satu dengan daerah lainnya.
“Tadi (Kamis lalu, Red.) Pemkab Bulungan sudah angkat bicara menyinggung itu, ini sangat rawan konflik,” paparnya.
Menurutnya, perlunya kucuran ekstra APBN di luar mekanisme yang telah ada. Berdasarkan kajiannya, dibutuhkan 0,5 persen tambahan DBH untuk Kota Bontang. “Tapi itu di luar jatah yang selama ini,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: