SAMARINDA – Fraksi di DPRD Kaltim belum juga menemui solusi. Penataan ulang pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) masih jadi perdebatan. Sebagai penentu hasil akhir, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum juga memberikan pendapat hukum. Walhasil, Komisi I DPRD Kaltim yang ditugaskan secara khusus untuk berkonsultasi ke kantor Kemendagri kemarin (13/4) pulang dengan tangan hampa.
“Tidak kecewa. Kementerian memang tidak bisa langsung. Prosedurnya memang harus bersurat, sebelum pendapat hukum terbit,” ujar sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin. Tatap muka dengan Biro Hukum Kemendagri itu sebagai bentuk koordinasi. Dalam kesempatan itu, kronologi persoalan dijelaskan.
Kementerian, terang dia, ada memberikan saran. Menjadi harapan mereka, persoalan itu diselesaikan di internal DPRD dengan cara bermusyawarah. Menurut ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapperda) DPRD Kaltim itu, saran itu bertujuan bagus demi menjaga kekompakan.
“Cuma sekarang bergantung ketua fraksi. Anggota ikut saja,” tutur politikus PKB itu.
Kondisi sekarang, sulit rasanya musyawarah bisa terwujud. Paling realistis, dewan secara kelembagaan berkirim surat ke Kemendagri untuk meminta pendapat hukum. Sepulang dari konsultasi ini, komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan akan membuat laporan tertulis kepada pimpinan. Sebagai tindak lanjut, pimpinan melayangkan surat kepada kementerian dengan difasilitasi sekretariat DPRD.
“Hasil jawaban itu nanti yang dipedomani,” kata dia.
Konsultasi yang tak berbuah jawaban Kemendagri, sebut dia, jelas mengganggu tugas kedewanan. Itu berkaitan dengan anggaran. Tanpa adanya surat keputusan komposisi ulang pimpinan AKD, keputusan dalam rapat paripurna ke-5 tak bisa diterapkan.
“Selama belum ada SK baru, AKD lama yang berlaku. Itu supaya tidak ada kekosongan,” ucapnya.
Sekretaris DPRD Kaltim, Achmadi menuturkan, sekretariat dalam posisi menunggu jawaban dari kementerian. Disebutnya, memang, perlu diproses secepatnya sebelum melampaui maksimal 2,5 tahun dari periode anggota dewan yang diatur dalam peraturan tata tertib dewan untuk dilakukan penataan ulang posisi AKD.
“Kaitan penggunaan anggaran. Misal belum jelas juga AKD mana yang sah, bisa bermasalah,” kata dia.
Diketahui, akibat paripurna ke-5 yang digelar pada 27 Maret itu, membuat 55 anggota DPRD Kaltim terbelah menjadi dua kutub. Kubu yang menyelenggarakan paripurna beranggota enam fraksi. Yaitu Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP), F-Gerindra, F-Demokrat, F-PKB, F-PAN, dan Fraksi Gabungan, PPP-NasDem. Mereka mengatasnamakan Koalisi Rakyat Bersatu (KRB). Kubu lainnya, yakni F-Golkar, F-Hanura, dan F-PKS yang absen dalam forum pengambilan keputusan tertinggi itu.
Sebelumnya, juru bicara KRB Syafruddin meyakini bahwa tak ada prosedur yang dilewati dari pelaksanaan paripurna ke-5 tersebut. Mulai penjadwalan di rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD dan paripurna dilaksanakan memenuhi kuota forum (kurom).
“Kami punya bukti. Jadwal sesuai Banmus, berita acara paripurna, keputusan paripurna, sampai rekaman jalannya rapat,” terangnya.
Ketua F-Golkar DPRD Kaltim Sarkowi V Zahry mengatakan, lebih mengutamakan kebersamaan dan ada win-win solution yang diperoleh. Dengan demikian, tak ada konflik dan merasa dikalahkan. “Kami maunya dijadwalkan ulang paripurna AKD itu,” sebutnya. (ril/riz/kpg/gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: