SANGATTA – Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tower telekomunikasi bisa mencapai ratusan juta rupiah per tahun. Hanya saja potensi tersebut belum bisa diraih. Sebab, Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Diskominfotik) Kutim tidak dapat melakukan pungutan restribusi tersebut. Aladanya cukup sederhana. Yakni belum adanya regulasi yang jelas.
“Memang potensi itu sangat besar. Setiap pemilik menara dikenakan dua persen dari NJOP. Kalau perkiraan, jika sekali pungutan restribusi bisa mencapai Rp 500 juta,” ujar Kadiskominfotik Kutim Muhammad Erlyan Noor, didampingi Kasi Keamanan Informatika dan Telekomunikasi, Sukisman
Keberadaan tower merupakan potensi PAD yang besar. Perlu regulasi untuk memanfaatkan potensi yang terabaikan tersebut. Salah satu usahanya ialah melakukan revisi perda.
“Kami sudah menyurati bupati untuk merivisi perda. Sehingga kita bisa melakukan pungutan. Sangat disayangkan, sebanyak 143 tower yang berdiri di Kutim tidak dapat dipungut restribusinya. Ini mulai tahun 2016 lalu hingga saat ini,” kata Sulis.
Meskipun pungutan restribusi belum mampu diterapkan, akan tetapi pihaknya sudah melakukan penerapan sewa tempat pendirian tower.
Kesepakatan kenaikan ongkos sewa menara sebesar 20 persen yang dimanfaatkan tiga operator yakni Tekomsel, Indosat dan XL.
“Kan mulai 2012 belum mengalami kenaikan. Hanya Rp 180 juta per tahun. Baik untuk sewa menara, lahan, dan listrik. Nah pada perpanjangan berikutnya, akan kami tambah 20 persen dengan nominal Rp 216 juta,” katanya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: