Reni kembali menuturkan, tidak hanya UU MD3, tapi rancangan Revisi UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme juga menjadi sorotan. Karena, akan terkait juga dengan perluasan kewenangan TNI dalam pemberantasan terorisme. Paradigma pemberantasan terorisme hendaknya tidak berubah bila memang wewenang TNI meluas dalam pemberantasan terorisme.
Alasan yang mendasar mengapa regulasi itu ikut disorot partai Kabah, kata Reni, fraksi mengamati adanya risiko tindakan aparat yang berlebihan dalam penangkapan dan pencegahan serangan terorisme pada tahun ini. Salah satu kasus yang menonjol adalah terbunuhnya terduga teroris Siyono pada Maret 2016. “Pada perkembangan berikutnya, fraksi juga melihat beberapa terduga teroris ditembak mati seperti kasus terakhir di Waduk Jatiluhur, dimana dua orang tewas. Hal itu patut disayangkan karena akan menyulitkan aparat untuk menggali informasi lebih dalam terkait jaringan terorisme,” bebernya.
Dia mengatakan, Fraksi PPP meminta aparat hukum dan keamanan agar bekerja secara maksimal untuk mengajukan para terduga kasus terorisme kepada proses peradilan. Hal itu dinilainya lebih baik daripada aksi dilakukan dengan upaya paksa keamanan.
Ditambahkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani, Fraksi PPP tidak menutup pintu terhadap perluasan kewenangan TNI. Pasalnya, TNI juga selama ini memiliki peran dalam beberapa kasus pemberantasan terorisme. Contoh terbaru Operasi Tinombala untuk menumpas kelompok teroris pimpinan Santoso yang juga berafiliasi dengan ISIS.
Namun, kata Anggota Komisi III DPR RI itu, ada catatan terkait perluasan TNI ini yakni, perluasan itu hendaknya tidak menggeser paradigma pemberantasan terorisme yang berlaku selama ini.
Dia menjelaskan, paradigma pemberantasan terorisme saat ini mengacu kepada paradigma penegakkan sistem peradilan terpadu. Fraksi PPP tidak menghendaki bila perluasan wewenang TNI mengubah paradigma pemberantasan terorisme menjadi paradigma berbasis perang atau paradigma berbasis keamanan nasional. Paradigma berbasis perang seperti ‘Patriot Act’ yang berlaku di Amerika Serikat (AS), sedangkan paradigma berbasis keamanan nasional seperti ‘International Security Act’ yang berlaku di Malaysia. “Ini yang kami tekankan. Jadi, peran untuk bertindak lebih luasnya kami buka, tetapi jangan sampai menggeser prinsip penegakkan hukum,” tuturnya dilokasi yang sama, kemarin. (aen/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post