SAMARINDA – Presiden Joko Widodo membagikan puluhan ribu sertifikat bidang tanah pada warga Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara). Sertifikat itu dibagikan secara simbolis, Kamis (25/10) kemarin di areal Gedung Olahraga (GOR) Madya Sempaja, Samarinda.
Mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta itu mengungkapkan, sertifikat yang telah diserahkan kepada 5.083 orang tersebut berjumlah 26.000 lembar.
Sepanjang 2018, pemerintah pusat telah membagikan 100 ribu seritifikat. Pada tahun depan, bersama pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), pemerintah akan memberikan 200 ribu sertifikat tanah pada masyarakat Kaltim.
“Sertifikat ini bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Kalau sudah pegang ini, mau apa? Ada yang mengklaim ini, enggak bisa,” ucapnya.
Pembagian sertifikat telah memangkas proses pengurusan bukti hak kepemilikan atas tanah tersebut. Apabila pemerintah tetap menerapkan kebijakan lama, maka sebagian besar pemilik tanah akan menanti 160 tahun untuk mendapatkan sertifikat tanah.
“Oleh sebab itu, mulai tahun lalu saya perintahkan pada Menteri BPN, tolong ini diperintahkan pada Kantor BPN dan Kanwil BPN, agar pengerjaan sertifikat itu dipercepat. Akhirnya alhamdulillah. Tahun lalu, dari 500 ribu (di tahun 2015) menjadi lima juta sertifikat di 2017,” ungkapnya.
Disebutkan pembagian sertifikat terus mengalami peningkatan. Pada 2018, pemerintah menargetkan tujuh juta sertifikat. Sedangkan di 2019, presiden memberikan tugas pada BPN di seluruh wilayah Indonesia untuk menerbitkan sembilan juta sertifikat.
“Tahun ini sudah selesai enam juta. Saya sudah dapat laporan dari Pak Menteri. Tahun depan hati-hati. Saya targetkan sembilan juta. Nyatanya bisa terus. Kalau kita memiliki kemauan untuk melayani masyarakat, (pembagian sertifikat sesuai target itu, Red.) pasti bisa,” tegasnya.
Kata presiden, percepatan pembagian sertifikat itu untuk memutus mata rantai permasalahan konflik kepemilikan tanah yang kerap dihadapi masyarakat. Pasalnya, sengketa tanah sudah berlangsung sejak era kemerdekaan.
Tak sedikit konflik itu melibatkan masyarakat dan korporasi. Silang sengkarut juga acap melibatkan pemerintah. Hal itu terjadi ketika pemerintah menggunakan lahan untuk kepentingan pembangunan.
“Kenapa itu terjadi? Dari 126 juta sertifikat bidang yang harus diberikan pada masyarakat, pada tahun 2015, baru 46 juta yang dibagikan. Masih kurang 80 juta bidang yang harus disertifikatkan,” bebernya.
Presiden yang bernama pendek Jokowi itu mengatakan, secara bertahap melalui kepemilikan sertifikat tersebut, konflik agraria dapat terkikis di masyarakat. Dia menyarankan pada masyarakat menjaga sertifikat tanah tersebut. Carannya, bukti kepemilikan atas lahan itu ditaruh di plastik dan difotokopi.
“Kenapa ditaruh di plastik? Supaya kalau terkena hujan, sertifikat enggak basah. Kenapa difotokopi? Kalau aslinya hilang, mudah ngurus di BPN,” katanya.
Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan warga menjadikan sertifikat sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman di bank. Namun harus dihitung secara detail alasan dan fungsi pinjaman tersebut.
“Tolong dikalkulasi, bisa angsur atau enggak setiap bulan? Bisa dicicil enggak setiap bulan? Kalau enggak, jangan pinjam! Kalau sudah dapat uang dari bank, dapat uang Rp 300 juta, kebiasaan masyarakat kita, Rp 150 juta itu untuk beli mobil,” sebutnya.
Cara demikian akan memberatkan peminjam uang di bank. Apabila tidak mampu mengangsur pinjaman, maka mobil beserta tanah yang dijadikan agunan akan disita oleh bank. “Kalau pinjam di bank, misalnya dapat Rp 300 juta, gunakan seluruhnya untuk modal kerja, modal investasi, dan modal usaha,” sarannya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post