Catatan Lukman Maulana, Redaktur Bontang Post
BULAN ini menjadi penting dalam sejarah olahraga Indonesia. Karena pesta olahraga terbesar benua Asia, Asian Games ke-18 diselenggarakan di dua kota Indonesia, Jakarta dan Palembang. Ini merupakan kali kedua Indonesia dipercaya menggelar Asian Games, setelah perdana tahun 1962 di era kepemimpinan Presiden RI pertama, Soekarno.
Pada gelaran perdana di Indonesia, setengah abad yang lalu, tuan rumah Indonesia meski mengakui dominasi sang “saudara tua”, Jepang yang menjadi juara umum Asian Games 1962. Sementara Indonesia berada di peringkat kedua atau runner-up, dengan perolehan 21 medali emas, berselisih sangat jauh dengan Jepang yang kala itu membawa pulang 73 medali emas.
Lantas, bagaimanakah perkembangan rivalitas Indonesia dengan mantan penjajah tersebut di Asian Games tahun ini? Dalam hal prestasi jangan ditanya, Indonesia memang masih harus belajar banyak. Jangankan mengungguli Jepang yang merupakan salah satu raksasa olahraga Asia, untuk menggeser Iran di peringkat keempat saja Indonesia masih kesulitan. Merujuk pada klasemen sementara perolehan medali Asian Games 2018 per Sabtu (25/8).
Namun bukan soal medali yang akan saya bahas kali ini. Melainkan kiprah Jepang dalam Asian Games 2018 yang penuh putih dan hitam. Di satu sisi, Jepang memberikan perilaku yang terpuji dan inspiratif, namun di sisi lain, tim matahari terbit juga mencatatkan tindakan tercela dalam keikutsertaan mereka di Indonesia.
Sejak dahulu kala, Jepang memang dikenal dengan tradisi kedisiplinannya yang begitu kental dan mendarah daging dalam masyarakatnya. Termasuk dalam hal kerapian dan kebersihan, Jepang merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi kebersihan. Saking mendarah dagingnya, tradisi positif ini tercermin dalam perilaku sehari-hari, baik di dalam negeri maupun kala melawat ke negara orang.
Yang saya bicarakan adalah “ulah” suporter Jepang yang sempat-sempatnya bersih-bersih, memunguti sampah berserakan di kawasan Gelora Bung Karno. Puntung-puntung rokok yang dibuang serampangan oleh para penghisapnya, tak luput dari bidikan warga-warga Jepang yang datang untuk mendukung tim negaranya.
Diketahui, menjaga kebersihan merupakan kebiasaan yang sudah diajarkan sejak kecil kepada anak-anak Jepang. Tak mengherankan bila mereka akan merasa risih bila melihat sampah berserakan di jalanan. Makanya, ketika mendapati sampah-sampah berserakan di Gelora Bung Karno yang merupakan salah satu venue utama Asian Games, secara spontan para suporter ini memungutinya untuk kemudian dibuang ke tempat semestinya yaitu tempat sampah.
Tradisi menjaga kebersihan ini nyatanya diadopsi menjadi hukum di Jepang, dengan adanya denda bagi mereka yang ketahuan membuang sampah sembarangan. Membuang satu puntung rokok saja, denda yangn dikenakan mencapai Rp 300 ribu. Tak jauh denda yang dipatok pemerintah DKI Jakarta bagi pembuang sampah sembarangan yang berkisar Rp 100 ribu-Rp 500 ribu.
Sebagai turis, para warga Jepang ini bisa saja tak memusingkan keberadaan sampah di Jakarta yang bukan merupakan urusan mereka. Namun tradisi turun-temurun yang terpuji, membuat mereka seakan melupakan batas negara dan melakukan aksi bersih-bersih tersebut. Tentu tindakan mereka yang viral ini mendapat pujian, di satu sisi membuat bangga negara Jepang.
“Prestasi” warga Jepang ini nyatanya bukan kali ini menjadi perbincangan. Sebelumnya, perilaku warga Jepang telah lebih dahulu menjadi buah bibir dalam keikutsertaan negara ini di ajang Piala Dunia Sepak Bola 2018 di Rusia lalu. Para suporter Jepang beramai-ramai memunguti sampah-sampah di stadion usai laga usai, sementara para pemain tim sepak bola mereka dengan penuh tanggung jawabnya, membersihkan ruang ganti sebelum kembali ke kampung halaman.
Perilaku hidup bersih ini jelaslah patut untuk ditiru masyarakat Indonesia. Pasalnya, meski tak bisa digeneralisasikan begitu saja, namun banyak warga Indonesia yang masih hobi membuang sampah sembarangan. Entah itu di jalanan, di parit, atau di sungai. Termasuk juga puntung rokok, yang seakan akrab dijumpai di berbagai sudut wilayah di Indonesia.
Termasuk dalam event olahraga, para suporter Indonesia masih banyak yang belum sadar akan kebersihan. Utamanya dalam laga sepak bola yang menjadi olahraga terfavorit bagi para lelaki Indonesia. Sampah-sampah dan puntung rokok masih akrab didapati di sudut-sudut stadion di mana saja di Indonesia ini. Seakan lepas tanggung jawab, membebankan pembersihan sampah tersebut pada para petugas berseragam kuning.
Tentunya, aksi bersih-bersih suporter Jepang merupakan tamparan bagi warga Indonesia yang masih tidak peduli akan kebersihan lingkungannya. Khususnya bagi para perokok yang cuma bisa egois dan menyampah sesukanya. Perokok jenis ini bukan hanya mengotori lingkungan dengan sampah puntung rokoknya, melainkan juga mengotori udara dengan racun-racun mematikan.
Sayangnya, inspirasi dari para suporter Jepang tersebut justru dinodai oleh aksi tercela yang dilakukan oknum atlet mereka itu sendiri. Adalah empat pemain tim bola basket Jepang yang kedapatan terlibat prostitusi di salah satu kawasan di Jakarta. Tentu tindakan ini mencoreng nama bangsa Jepang di ajang yang sarat sportivitas tersebut.
Akan tetapi, lagi-lagi Jepang memberikan teladan yang baik, yang bisa dicontoh “saudara muda”-nya melalui insiden memalukan tersebut. Yaitu lewat sikap tegas mereka dengan langsung memulangkan keempat oknum pemain itu. Tak ada ampun, malahan keempatnya “diusir” pulang tanpa dibiayai negara. Jepang dengan legawa memohon maaf kepada semua pihak atas aksi tak terpuji yang dilakukan warganya.
Jepang, layaknya sebuah negara seperti Indonesia, tentunya memiliki putih-hitam, baik-buruk yang bisa dijadikan pelajaran. Untuk yang baik-baik seperti misalnya kedisiplinan dan juga tradisi menjaga kebersihan, tentu layak untuk ditiru. Sementara untuk yang buruk-buruk, semisal terlibat prostitusi, tentu jangan dicontoh.
Perjuangan tim Indonesia sendiri dalam Asian Games 2018 ini, juga layak untuk diacungi jempol. Terlepas dari hasil akhir yang dicapai, para atlet merah putih telah melakukan yang terbaik untuk negeri. Sebagaimana dalam final bulu tangkis beregu putra yang mempertemukan Indonesia dengan Tiongkok. Walaupun kalah, namun tak bisa dimungkiri bila para pebulu tangkis Indonesia tersebut telah berjuang sekuat tenaga.
Lihatlah betapa dua pemain tunggal Anthony Sinisuka Ginting serta Jonatan Christie, yang begitu bercucur keringat menghadapi kuatnya para pemain Tiongkok. Bahkan Anthony Ginting sampai mengalami cedera serius yang membuatnya terpaksa tumbang. Sayangnya, dengan perjuangan yang begitu keras tersebut, masih ada saja warganet yang nyinyir dan mem-bully pemain Indonesia. Padahal, apa yang mereka lakukan ini sudah sepatutnya mendapat apresiasi.
Menurut saya, Asian Games 2018 bukan sekadar ajang perlombaan siapa yang paling hebat dalam memboyong medali. Melainkan juga merupakan ajang perlombaan dalam hal sportivitas serta berbagai sikap positif lainnya. Karena dari sportivitas dan berbagai hal positif tersebut, persahabatan antar negara sebagai cita-cita dari event ini dapat benar-benar terwujud.
Bukan hanya Jepang atau Indonesia, negara-negara lainnya yang ikut serta dalam event ini pun tercatat menunjukkan sisi “putih” mereka. Walaupun tak bisa dimungkiri, sisi “hitam” juga ditemui dalam serangkaian event yang digelar. Tentu kita semua berharap agar lebih banyak lagi perilaku positif dan sportivitas yang tercetak di lapangan. Khususnya dari Indonesia yang merupakan tuan rumah.
Walaupun nantinya Indonesia gagal menjadi yang teratas, namun berbagai sikap positif yang kita tunjukkan, mulai dari sportivitas, sopan santun, dan persahabatan, tentu akan menjadi citra baik dan berkesan bagi para tamu asing yang datang ke negeri ini. Sebagaimana Palestina yang terharu dengan dukungan dan sikap suporter Indonesia. Mari bersama-sama sebarkan semangat positif, sehingga Asian Games 2018 yang menghabiskan biaya tak sedikit tidak menjadi sia-sia. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post