bontangpost.id – Rencana proses pemisahan PT BPR Bontang Sejahtera dari induk perusahaannya yakni Perusda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) jalan di tempat. Kabar Pemkot ingin melakukan akuisisi bank pelat merah tersebut dari 2019 belum ada tindak lanjutnya.
Menanggapi itu, Wali Kota Bontang Basri Rase mengatakan secara pribadi ingin mewujudkan rencana itu. Namun ada aturan yang harus dilewati. Salah satunya yakni mendapat persetujuan dari legislator. “Tentu itu prosesnya panjang. Karena melalui keputusan politik,” kata Basri.
Kendati sudah ada landasan berupa regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pun demikian dengan PP 54/2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Bahkan naskah akademik sudah dibuat 2018 lalu. Kala itu, kajian tentang pemisahan dengan Perusda AUJ ditargetkan rampung setahun kemudian. Dari OJK, jika ada pemisahan maka anak perusahaan Perusda AUJ ini harus berganti nama.
Mengingat masih panjangnya proses akuisisi, Basri melihat perlu adanya dukungan kepada BPR Bontang Sejahtera. Salah satunya yakni meminta kepada seluruh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menabung di bank yang berlokasi di Jalan RE Martadinata, Loktuan ini.
“Saya melihat BPR ini ada potensi dan bisa dikembangkan. Karena perusahaan ini dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Ini adalah salah satu kebanggaan pemerintah,” ucapnya.
Tak hanya itu, peran BPR Bontang Sejahtera juga dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Terkhusus di aspek simpanan dan pinjaman uang. Pemkot pun telah memberikan kendaraan operasional. “Saya minta seluruh OPD untuk menjadi marketing agar menabung di BPR. Kalau perlu deposito. Karena BPR juga diawasi oleh OJK dan dijamin LPS,” tutur dia.
Ia berharap ke depan, BPR bisa menyumbangkan pendapatan asli daerah. Melalui keuntungan yang diraihnya. Setelah proses penghitungan neraca keuangan yang dilakukan tiap tahunnya. Ia menyadari kondisi tahun ini seperti pas-pasan. Ibarat gali lubang kemudian ditutup kembali.
“Nanti ada SHU dan RUPS setelah menghitung seluruh pengeluaran. Kalau ada lebih bisa masuk kas daerah melalui pembagian dividen,” terangnya.
Pemkot pun berkeinginan menambah penyertaan modal. Tetapi itu juga membutuhkan persetujuan dari wakil rakyat. Diketahui tahun lalu ada wacana untuk menyuntikkan bantuan modal. Tetapi itu batal lantaran tidak mendapat restu dari legislator.
“Kalau DPRD tidak bisa ya tidak bisa. Akhirnya kami cari solusi lain seperti ini yakni menggerakkan OPD,” sebutnya.
Berdasarkan data audit OJK, laporan neraca keuangan BPR Bontang Sejahtera per Juni 2021 terdapat laba Rp 1.868.000 dari bank pelat merah tersebut. Total ekuitas mengalami penurunan dari Rp 1,1 miliar menjadi Rp 1 miliar. Nominal aset yang sebelumnya Rp 10,7 miliar kini Rp 10,9 miliar. Sementara total liabilitas mengalami lonjakan. Dari Rp 9,6 miliar di tahun sebelumnya menjadi Rp 9,9 miliar.
Direktur Utama BPR Bontang Sejahtera Faisyal enggan menanggapi terkait kondisi tersebut. Ia memilih fokus untuk memperbaiki manajemen perusahaannya. Dengan membuka produk baru simpanan berupa tabungan rencana sejahtera, tabungan berkah, dan pelayanan payment point. “Kalau neraca bisa dilihat sendiri di OJK,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: