bontangpost.id – Sejumlah musisi di Bontang mendorong pemerintah melakukan revisi atas Perda dan Perwali soal iklan rokok. Penerapan aturan ini menurut mereka membunuh kreativitas musisisi lokal. Sementara pemerintah tidak pernah menawarkan program, atau solusi bagi musisi lokal untuk terus berkembang di kotanya sendiri.
Musisi senior Bontang Fahmi Hio menjelaskan, aturan ini sangat diskriminatif. Pemerintah melarang iklan rokok, tapi di penjuru kota rokok diperdagangkan bebas.
Di samping itu, revisi tersebut didorong agar perusahaan rokok bisa menjadi penyokong dana dalam kegiatan yang mereka lakukan. Di mana sejak perda dan perwali diterapkan, perusahaan rokok tak bisa lagi menjadi pendukung.
Sementara pemerintah sendiri tidak pernah memberikan program pengembangan musisi lokal, memfasilitasi. Apalagi, klaimnya, memberikan solusi atas persoalan ini.
“Ada enggak tawaran pemerintah yang lebih baik dari perusahaan rokok? Enggak ada,”tegasnya.
“Mereka cuma pasang baliho (di lokasi acara) tapi tidak suruh merokok,” akunya.
Hal kurang lebih senada diungkapkan Rangko dari Band Delawa. Menurutnya sejak perda itu disahkan 2016 lalu, kegiatan musik dan para musisi lokal pada siup, bahkan mati suri. Sebabnya mereka tak bisa menggelar kegiatan musik atau seni yang mendatangkan atau didanai perusahaan rokok.
“Semoga Perda ini benar direvisi. Dan musisi lokal bisa hidup kembali di kotanya,” tandasnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris mengaku telah mendengar wacana tersebut. Tapi belum tahu pasti poin-poin apa saja yang ingin direvisi. Namun secara pribadi, dia mengaku bila regulasi ini sudah berjalan baik di Bontang. Sehingga wacana revisi yang digulirkan sejatinya tak urgen sama sekali.
“Selama ini sudah efektif. Apa yang mau direvisi,” kata Agus Haris ketika berbincang dengan awak media belum lama ini.
Dia bilang, bila salah satu poin revisi ialah mengizinkan iklan rokok tersebar bebas di penjuru kota, maka ia tegas menolak itu. Meskipun alasan pemerintah iklan rokok dibuka guna mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), Agus masih tak menerima itu. Sebab dia menilai masih ada jalan lain buat mendongkrak PAD.
Pendapatan dari iklan rokok pun dinilai tak seberapa. Yang menurutnya terlihat jelas, sebutnya, hal buruk yang ditimbulkan dari keberadaan rokok dan iklan ajakannya. Misalnya ditinjau dari sisi kesehatan, rokok tidak baik. Dari sisi ekonomi, ini menjadi beban pengeluaran baru. Yang ditakutkan, bila iklan rokok itu terinternalisasi di kalangan remaja yang belum bisa berpikir jernih. Karena kecanduan rokok, bisa lakukan tindakan tak sepatutnya. Semisal mengambil duit orangtua.
“Berapa juga sih potensi PAD dari iklan rokok?Kecil, gak sebanding dengan potensi kerusakan yang ditimbulkan, masih banyak sumber PAD lain yang dapat dioptimalkan,” bebernya.
Politikus Gerindra ini menyebut, ada atau tidaknya iklan rokok di jalan, perokok aktif tetap akan ada. Iklan tidak mempengaruhi keputusan mereka untuk merokok atau tidak. Sebabnya, keberadaan iklan lebih baik ditiadakan. Agar yang bukan perokok tidak ikut-ikutan jadi perokok aktif.
“Sasaran iklan (rokok) ini anak di bawah umur. Nanti makin banyak anak-anak yang jadi perokok kalau iklan menjamur,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post