SAMARINDA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama kementerian perhubungan dan pemerintah daerah meninjau sejumlah lokasi penambangan batu bara di Kaltim, Kamis (15/11) kemarin. Pasalnya, KPK mendapat laporan potensi kerugian negara Rp 1,3 triliun setiap tahun.
Penyebabnya, perusahaan tidak menyetor royalti dari penambangan batu bara di Benua Etam. Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan, temuan tersebut terjadi disebabkan perbedaan data yang relatif besar antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perdagangan, serta Bea Cukai.
“Kenapa bisa berbeda begitu? Karena masing-masing punya peran. Pihak yang ini untuk royalti. Yang lain untuk pajak. Potensi kerugiannya cukup besar. Ini mirip temuan ICW (Indonesia corruption watch, Red.) selama sepuluh tahun terakhir,” jelasnya.
Mantan Sekretaris Utama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu berharap, setelah munculnya temuan tersebut, pemerintah membuat pengaturan yang ketat. Salah satunya, menyamakan data antar kementerian dan memperbaiki tata kelola data.
“Kementerian harus melakukan koordinasi pencatatan data hasil penambangan batu bara. Sehingga tersedia data yang akurat dan kredibel. Supaya bisa dijadikan rujukan pungutan negara,” tegasnya.
Langkah itu dapat dilakukan dengan mengevaluasi regulasi tentang surveyor. Yang mencatat dan memastikan kualitas serta kuantitas batu bara yang diproduksi dan diperdagangkan perusahaan.
Pemerintah juga mesti menginventarisasi kapal yang hilir mudik mengangkut batu bara di Sungai Mahakam. Hal itu demi memastikan penghitungan yang akurat terhadap pengangkutan emas hitam itu.
“Misalnya dilakukan inventarisasi kapal dari hulu sampai ke hilir. Itu punyanya siapa. Termasuk juga memastikan kapal-kapal yang lewat. Semuanya harus diketahui pemerintah. Kapasitas kapalnya berapa. Kapal itu milik siapa,” imbuhnya.
Yang tak kalah penting, menurut Agus, evaluasi pelaksanaan pemuatan batu bara di lokasi-lokasi terpencil untuk ekspor. Masih banyak wilayah pemuatan hasil tambang itu yang minim pengawasan.
“Harus ada pembentukan pos pengawasan terpadu di lokasi alternatif. Di situ harus dilengkapi penggunaan teknologi dan SDM yang mumpuni. KPK mendorong pemasangan kamera di spot-spot strategis di sepanjang Sungai Mahakam,” imbuhnya.
Agus mengingatkan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah mendesak para pengusaha menyelesaikan sisa pembayaran royalti. Khususnya perusahaan tambang batu bara yang memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Serta menegakkan ketentuan clean and clear secara konsisten. Termasuk di dalamnya pencabutan izin perusahaan-perusahaan yang tidak patuh,” sarannya.
Ditegaskan Agus, agar semua pihak tidak memanfaatkan eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan pribadi dan kelompok melalui korupsi. Khususnya dalam bentuk suap, gratifikasi, dan pemerasan.
“Hentikan juga perbuatan curang yang merugikan keuangan negara. Baik dalam bentuk perizinan, pelaksanaan penambangan, maupun pengawasan,” ajaknya.
Agus berharap, apabila ada indikasi pelanggaran dalam pengelolaan tambang batu bara, seluruh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan publik Kaltim memberikan laporan pada KPK.
“Karena KPK tidak akan segan-segan menindak sesuai tugasnya. Supaya siapa saja yang terbukti bermain dalam pertambangan itu dihukum. Agar menimbulkan efek jera,,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post