bontangpost.id – Polemik mengenai tapal batas Kampung Sidrap kembali mencuat. Setalah Pemkab dan DPRD Kutim menolak menyerahkan wilayah tersebut ke Pemkot Bontang. Wali Kota Bontang Basri Rase pun angkat suara. Menurutnya, Penegasan Batas Daerah (PBD) Bontang dalam waktu dekat segera membahas permasalahan ini.
“Kami akan rapat untuk mengambil langkah-langkah ke depan,” kata Basri.
Baik itu mempertanyakan komitmen Pemprov Kaltim maupun berkoodinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mengingat kewenangan tapal batas ini berada di pundak Pemprov Kaltim sebagai fasilitator. Namun keputusannya ada di Kemendagri. Ia pun belum mengambil langkah gugatan hukum dalam waktu dekat.
“Tim PBD pun akan menyetorkan seluruh dokumen yang dipegang,” ucapnya.
Menurutnya masyarakat Sidrap sudah sejak lama ingin menjadi bagian dari wilayah Bontang. Pemkot pun tidak menolak keinginan tersebut. Secara de facto, Basri menerangkan masyarakat di wilayah tersebut lebih layak untuk masuk Bontang. Karena lebih dekat dalam aspek pemberian pelayanan administrasi.
“Sebagian besar masyarakat di sana ber-KTP Bontang,” tutur dia.
Tim PBD di bawah kendali Asisten I Setkot Bontang. Basri percaya bahwa Sidrap kemudian hari akan masuk administratif Pemkot Bontang. Sebab saat pembukaan gelaran MTQ beberapa waktu lalu, Gubernur Kaltim Isran Noor telah meminta agar wilayah ini diserahkan oleh Pemkab Kutim. Bahkan di 2019, ada MoU antara kedua belah pihak pimpinan daerah dan pimpinan DPRD.
Sebelumnya diberitakan, perwakilan masyarakat dari RT 22 Kampung Sidrap Yohanis mengatakan seharusnya Pemkab dan DPRD Kutim bijak dalam mengambil keputusan. “Pertanyaannya mereka itu (Pemkab dan DPRD Kutim) punya keinginan membela masyarakat atau wilayah. Kok teganya seperti itu,” kesal Yohanis.
Bahkan, wacana pemberian program Rp 50 juta per RT oleh Pemkab Kutim, tidak ditanggapi serius. Mengingat sebelumnya janji politik kerap dihembuskan. Mulai dari pembangunan sekolah, puskesmas, perbaikan jalan, hingga pembuatan lapangan. Namun hingga sekarang belum ada yang terealisasi.
“Mereka sudah mengukur tanah dari dulu untuk beberapa fasilitas umum tetapi belum ada kenyataannya. Saya tidak percaya dengan program itu,” ucapnya.
Ia pun bersama masyarakat lainnya seakan kehilangan kesabaran. Pasalnya awalnya permasalahan ini akan dibereskan pasca pilkada 2020 lalu. Tetapi setelah berganti kepemimpinan justru keputusan penyerahan wilayah itu dianulir.
“Setiap berganti rezim berganti keputusan lagi,” tutur dia.
Sementara, Ketua DPRD Bontang Andy Faizal Hasdam menyayangkan sikap Pemkab dan DPRD Kutim yang dinilai ingkar terhadap keputusan bersama antara kedua daerah pada Agustus 2019 lalu. Bahkan, DPRD Bontang bakal mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) perihal tapal batas tersebut. Pasalnya, dalam kesepakatan MoU yang difasilitasi Gubernur Kaltim Isran Noor pada 2019 lalu, Kutim yang saat itu dipimpin Ismunandar siap menyerahkan Kampung Sidrap ke Bontang.
“Sekarang peran Pemprov Kaltim sangat penting, memutuskan mana yang tepat, antara keinginan Kutim atau kemauan warga Kampung Sidrap, karena warga sendiri menginginkan menjadi bagian dari Kota Bontang. Kami berharap komitmen pemprov,” ujarnya.
Pernyataan Ketua DPRD Kutim yang menyebut tidak pernah ada perjanjian atau MoU antara Bontang dan Kutim soal tapas batas ini juga mengejutkan. Padahal rapat dipimpin Gubernur, dihadiri mantan Bupati Ismunandar, dan Ketua DPRD kala itu Mahyunadi. Sementara Bontang diwakili mantan Wali Kota Neni Moerniaeni, serta DPRD Agus Haris dan Nursalam.
Sudah setengah jalan, tiba-tiba membatalkan, aneh,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post