Sengkarut Permasalahan Tapal Batas Kampung Sidrap, Warga Dukung Rencana Gugat ke MK

Kampung Sidrap (dok. bontangpost.id)

bontangpost.id – Sengkarut tapal batas wilayah Kampung Sidrap semakin rumit. Pasalnya Pemkab dan DPRD Kutim enggan menyerahkan wilayah tersebut kepada Pemkot Bontang. Menanggapi itu, perwakilan masyarakat dari RT 22 Kampung Sidrap Yohanis mengatakan seharusnya Pemkab dan DPRD Kutim bijak dalam mengambil keputusan.

“Pertanyaannya mereka itu (Pemkab dan DPRD Kutim) punya keinginan membela masyarakat atau wilayah. Kok teganya seperti itu,” kesal Yohanis.

Bahkan, wacana pemberian program Rp 50 juta per RT oleh Pemkab Kutim, tidak ditanggapi serius. Mengingat sebelumnya janji politik kerap dihembuskan. Mulai dari pembangunan sekolah, puskesmas, perbaikan jalan, hingga pembuatan lapangan. Namun hingga sekarang belum ada yang terealisasi.

“Mereka sudah mengukur tanah dari dulu untuk beberapa fasilitas umum tetapi belum ada kenyataannya. Saya tidak percaya dengan program itu,” ucapnya.

Ia pun bersama masyarakat lainnya seakan kehilangan kesabaran. Pasalnya awalnya permasalahan ini akan dibereskan pasca pilkada 2020 lalu. Tetapi setelah berganti kepemimpinan justru keputusan penyerahan wilayah itu dianulir.

“Setiap berganti rezim berganti keputusan lagi,” tutur dia.

Yohanis pun akan menunggu langkah Pemprov Kaltim dalam menyelesaikan persoalan tapal batas ini. Seiring perjuangan masyarakat Sidrap. Secara pribadi, ia pun sepakat dengan rencana ketua DPRD Bontang untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini sesuai dengan rencana yang sempat dicetuskan beberapa waktu silam.

“Kami butuh keputusan yang mengikat. Supaya dapat menikmati pelayanan dari pusat maupun Bontang,” terangnya.

Sementara, Ketua DPRD Bontang Andy Faizal Hasdam menyayangkan sikap Pemkab dan DPRD Kutim yang dinilai ingkar terhadap keputusan bersama antara kedua daerah pada Agustus 2019 lalu. Bahkan, DPRD Bontang bakal mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) perihal tapal batas tersebut. Pasalnya, dalam kesepakatan MoU yang difasilitasi Gubernur Kaltim Isran Noor pada 2019 lalu, Kutim yang saat itu dipimpin Ismunandar siap menyerahkan Kampung Sidrap ke Bontang.

“Sekarang peran Pemprov Kaltim sangat penting, memutuskan mana yang tepat, antara keinginan Kutim atau kemauan warga Kampung Sidrap, karena warga sendiri menginginkan menjadi bagian dari Kota Bontang. Kami berharap komitmen pemprov,” ujarnya.

Pernyataan Ketua DPRD Kutim yang menyebut tidak pernah ada perjanjian atau MoU antara Bontang dan Kutim soal tapas batas ini juga mengejutkan. Padahal rapat dipimpin Gubernur, dihadiri mantan Bupati Ismunandar, dan Ketua DPRD kala itu Mahyunadi. Sementara Bontang diwakili mantan Wali Kota Neni Moerniaeni, serta DPRD Agus Haris dan Nursalam.

“Sudah setengah jalan, tiba-tiba membatalkan, aneh,” katanya.

Sebelumnya Ketua DPRD Kutim Joni mengatakan dasar penolakan menyerahkan Kampung Sidrap mengacu pada Undang-undang (UU) nomor 47 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kabupaten Kutim dan Kota Bontang. Kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 25 Tahun 2005 tentang penentuan batas wilayah Kota Bontang dengan Kabupaten Kutim dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

“Itu dasarnya Kutim menolak Sidrap diserahkan untuk Bontang,” ujarnya.

Joni juga diketahui membantah adanya MoU bahwa Kutim siap menyerahkan Kampung Sidrap ke Bontang. “Tidak ada itu,” sebutnya.

Kepala Bagian (Kabag) Perbatasan dan Penataan Wilayah, Biro Pemerintahan, Pebatasan dan Otonomi Daerah (PPOD) Provinsi Kaltim, Agung Masuprianggono menjelaskan sejauh ini belum mendapat dokumen administrasi terkait penolakan dari Pemkab Kutim. Meski, ia mengaku telah mendengar kabar itu melalui media massa.

“Surat dari sana (Pemkab dan DPRD Kutim) belum kami terima,” kata Agung.

Dijelaskan dia, kasus ini sebenarnya sudah dibahas oleh kedua kepala daerah pada 2019 lalu. Bersama dengan Gubernur Kaltim Isran Noor. Pada hakekatnya, Pemprov di sini berada di tengah atau fasilitator. Menurutnya seluruh dokumen akan diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri. “Sebab keputusan berada di tangan Kemendagri,” pungkasnya. (*/ak)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version