SANGATTA – Upaya Dinas Kesehatan Kutai Timur (Kutim) dalam menangani penyakit kusta terhitung sulit. Pasalnya tidak adanya kader khusus yang membantu dalam pencegahan penyebarannya.
Pengelola Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Misdian menjelaskan, dalam menangani kasus penyakit kusta, dirinya sempat kewalahan. Hal tersebut disebabkan tidak adanya kader menjadi salah satu kendala.
“Penyakit kusta terbilang banyak di Kutim. Namun kami tidak mudah menemukannya. Karena tidak punya kader. Mau mengharap kesadaran masyarakat yang terkena kusta pun masih sulit. Biasanya mereka malu dan menyembunyikan penyakitnya,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Puskesmas menjadi andalan pihaknya untuk lakukan pertolongan pertama. Karena selama ini, pihaknya hanya menunggu pasien yang melaporkan diri.
“Ya sempat merasa kesulitan jika tidak ada kader. Minim hasil, karena kami pasif menunggu pasien. Bahkan kami pernah kehilangan beberapa penderita karena lambat pengobatan, yang menyebabkan komplikasi dan meninggal dunia,” terangnya.
Dia berharap, adanya kader yang mumpuni dapat meringankan pekerjaan dan membantu menuju Kutim sehat. Di lain sisi, dirinya mengeluhkan pasien yang sering kabur. Hal tersebut merupakan salah satu kendala lain. Yang mana banyak penderita bukan penduduk asli. Jika begitu menjadi tugas yang cukup sulit dalam pemantauan.
“Kami merasa kesulitan untuk memastikan mereka taat minum obat atau tidaknya. Apalagi jika bosan, kerap kali mereka kabur. Jika saja ada Pengawas Menelan Obat (PMO), mereka pasti bisa membantu untuk memantau. Jika obat tidak dikonsumsi, maka dapat menyebabkan cacat permanen bahkan kematian. Meminum obat sangatlah penting bagi penderita, karena dapat merusak kuman tersebut,” tandasnya.
Kutim belum memiliki petugas khusus yang terlatih. Masing-masing puskesmas hanya satu tenaga khusus yang menangani penyakit kusta. Tidak hanya pelayan kesehatan, anggaranpun mengandalkan Biaya Operasional Kesehatan (BOK) untuk laksanakan sosialisasi.
“Sekira 21 puskesmas yang ada di Kutim, masing-masing hanya memiliki satu saja tenaga ahli. Jadi alternatif lain, kami lakukan sosialisasi di sekolah. Kemudian mengajak Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk bekerjasama. Tidak hanya itu, posyandu pun kami ajak bermitra,” katanya.
Di tempat berbeda, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Yuwana Sri memaparkan perihal kusta dengan ciri khusus yang dapat menyebabkan kematian.
“Jika ada gejala, kita semua harus curiga. Lalu membawanya ke puskesmas maka akan diobati gratis. Jika memang positif, nanti kami droping obatnya. Silahkan tingkatkan kesadaran masing-masing. Kami belum punya kader karena pasiennya tidak sebanyak pengidap penyakit lain,” tandanya (*/la)