Dari catatan Jatam Kaltim, sejak 2018–2022, ada 168 titik aktivitas tambang ilegal yang tersebar di empat kabupaten dan kota se-Kaltim. Per tahun ada sekitar 40-50 titik aktivitas pertambangan ilegal.
bontangpost.id – Temuan kegiatan pertambangan batu bara yang diduga ilegal di dekat sumur migas Pertamina, disebut sebagai bentuk lemahnya pengawasan dan penindakan aparat penegak hukum. Kawasan yang seharusnya mendapatkan pengamanan ekstra karena berstatus objek vital nasional (obvitnas), ternyata tidak kebal “diobrak-abrik” alat berat untuk diambil batu baranya.
Hal ini diungkapkan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Mareta Sari. Menurutnya, keberanian penambang di zona merah karena melihat penindakan aktivitas tambang ilegal di Kaltim tidak cukup mampu membuat jera dan terkesan pilih-pilih. Ditambah lemahnya pengawasan, maka pelaku makin nekat menambang di zona merah obvitnas.
“Anehnya, kita yang sipil saja kalau mau masuk (obvitnas) apalagi zona merah pasti diusir. Perlu izin, harus pakai ini, pakai itu. Ini jelas-jelas sampai ada alat berat masuk, kok bisa lolos. Apalagi sampai menggaruk batu bara,” ungkap Mareta, Kamis (11/5). Ditambah, dalam sejumlah kasus ditemukannya ada indikasi diskriminasi. Antara laporan masyarakat dengan perusahaan. Jika masyarakat sipil yang melapor ada aktivitas pertambangan ilegal, biasanya lama ditindak. Sementara bila perusahaan yang melakukan laporan, langsung cepat ditangani.
Contohnya ya di Muara Jawa itu. Lalu kami temukan juga beberapa bulan lalu di Kutai Kartanegara juga, ada kegiatan tambang ilegal di konsesi perusahaan, itu langsung ditindak. Sementara beberapa laporan dari warga sekitar kok tidak ada (tindakan). Meskipun nanti ada lagi (pertambangan ilegal), setidaknya memperlihatkan betapa ada diskriminasi, antara yang melapor dari warga sama dari perusahaan,” jelasnya.
Baginya, keseriusan aparat penegak hukum untuk bisa menindak pertambangan ilegal perlu diwujudkan dengan menindaklanjuti laporan di masyarakat. Sebab, menurut Jatam Kaltim, masih ada sejumlah dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang hingga kini belum mendapat respons. Hal ini bahkan membuat Jatam Kaltim pada akhir tahun lalu menggelar konferensi pers terkait pertumbuhan tambang ilegal selama 2018–2022.
“Pertumbuhan aktivitas tambang ilegal ini dampak dari ketidaktegasan aparat penegak hukum. Sehingga mereka, baik kelompok atau oknum berkepentingan berani melakukan kegiatan ilegal mereka. Ibarat pencuri yang tetap berani mencuri karena merasa tidak akan dihukum,” ujarnya. Pun kepolisian misalnya, sebagai penegak hukum tidak hanya pasif menerima laporan, tetapi ikut aktif bila memang ada informasi dari berbagai pihak menyebut di lokasi tersebut ada diduga aktivitas tambang ilegal.
“Itu obvitnas jelas masuk dalam penjagaan dan pengawasan kepolisian. Kenapa baru bergerak setelah perusahaan melapor? Banyak pula aktivitas pertambangan berseliweran di depan kantor polisi, kok diam saja. Ada polsek, ada polres loh. Kalau tidak ditindak ya seperti ini. Masalah yang akan terus berulang dan akan terus kita hadapi,” ujarnya.
Tumpang tindih antara lahan kawasan industri minyak dan gas (migas) dan industri pertambangan batu bara juga seharusnya menjadi konsen. Sebab di dalamnya mengatur jarak dan keselamatan. Tidak hanya bagi perusahaan pengelola migas, namun juga masyarakat di sekitar kawasan. Ketika ada zona merah yang dilanggar, seharusnya sudah menjadi kewajiban ada penindakan.
“Perjanjian pemanfaatan lahan bersama atau PPLB pun mengatur. Di mana pengelola kawasan migas akan menentukan jarak aman kegiatan pertambangan atau aktivitas lain misalnya. Ada zona hijau, kuning, sampai merah. Lalu ada yang menambang di zona merah, pertanyaannya kok bisa,” katanya. Dalam rilis akhir tahun lalu, dari catatan Jatam Kaltim, sejak 2018–2022 ada 168 titik aktivitas tambang ilegal yang tersebar di empat kabupaten dan kota se-Kaltim. Per tahunnya, ada sekitar 40-50 titik aktivitas pertambangan ilegal.
“Hal ini bisa terjadi karena kami menduga, selama ini memang ada kelompok-kelompok yang merestui adanya aktivitas tambang ilegal,” ucapnya. Tambang ilegal terindikasi mulai marak terjadi setelah tidak ada lagi perizinan baru untuk pertambangan batu bara di Kaltim. Sementara untuk laporan masyarakat yang disinggungnya, dari data yang dihimpun sejak 2018–2022, ada 11 laporan yang dibuat oleh Jatam Kaltim bersama warga.
Dari 11 laporan itu, hanya dua penindakan yang terjadi. “Menunjukkan sepanjang empat tahun kinerja penindakan kepolisian masih sangat rendah untuk merespons adanya tambang ilegal yang hadir di Kaltim,” lanjut Mareta. Dirinya mengapresiasi rencana Polda Kaltim untuk membentuk tim terpadu dan posko untuk menerima dan menangani laporan pertambangan ilegal khususnya di IKN. Namun, seharusnya, tim ini tidak hanya fokus di IKN tapi juga semua daerah di Kaltim. “Jangan juga hanya jadi wacana saja. Harus ada pembuktian,” ungkapnya.
Keberadaan tambang di dekat sumur migas milik Pertamina turut jadi perhatian Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim Hari Setiono. Dia menyebut, ranah penanganan wilayah yang masuk objek vital nasional tersebut berada di polres dan Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara. “Biarkan dulu mereka menangani. Kalau sudah melambung ke provinsi baru saya. Nanti marah yang punya wilayah,” tegas Hari tadi malam.
Diwartakan sebelumnya, sebuah video masuk ke redaksi Kaltim Post. Memperlihatkan sejumlah orang, kendaraan, dan alat berat. Di detik awal, suara seorang pria pembuat video menjelaskan, apa yang disorotnya adalah sebuah aktivitas pertambangan ilegal. Kamera pun mengarah pada satu ekskavator yang sedang bekerja menumpahkan batu bara ke dalam dump truck dari penumpukan batu bara.
“Hauling. Lagi mengangkat batu (batu bara) illegal mining. Ini perusak lingkungan. Membahayakan, bisa kena sumur Pertamina gas,” jelas perekam video kemudian menyorot dua ekskavator lain yang sedang diparkir, lalu sejumlah mobil 4WD dan dua ekskavator lainnya di sebuah galian, persis di sebelah sumur minyak yang dipagar kawat.
Kaltim Post (induk bontangpost.id) lantas berupaya melakukan konfirmasi ke Pertamina Hulu Sangasanga (PHSS) yang menjadi pengelola sumur gas tersebut. Luthfi Kurniawan, Comrel & CID Zona 9 kepada media ini membenarkan ada aktivitas pertambangan batu bara tersebut. Dan disebut sudah melaporkannya kepada Polsek Muara Jawa. “Memang ditemukan ada aktivitas. Kami melakukan peneguran dan melaporkannya ke Polsek Muara Jawa untuk ditindak. Di mana informasi yang kami terima saat ini alat beratnya sudah disita,” ucap Luthfi, Rabu (10/5).
Lebih lanjut Luthfi menjelaskan, di kawasan yang ada di dalam video tersebut merupakan area berisiko tinggi dan berbahaya. “Tentunya kami menyayangkan adanya pelanggaran yang terjadi. Harapan ke depannya kejadian serupa tidak terjadi demi kelancaran operasi migas dan dapat melindungi keselamatan dan keamanan manusia, lingkungan dan aset-aset perusahaan,” imbuhnya. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: