Pemprov Kaltim mengaku masih menginvestigasi dugaan pemalsuan puluhan IUP. Belum ada tindakan berarti. Di sisi lain, pemprov berharap kepolisian dan pemerintah pusat yang bertindak.
bontangpost.id – Dugaan pemalsuan tanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor dalam 21 izin usaha pertambangan (IUP) tengah ditindaklanjuti. Meski begitu, Pemprov Kaltim memastikan izin tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh pihaknya. Jika puluhan IUP tersebut melakukan penambangan, maka pemerintah pusat mesti turun tangan.
“Kalau palsu enggak usah dibahas. Tahun 2020, itu tidak ada lagi. Gubernur tidak pernah mengeluarkan. Seluruh daerah tidak berani mengeluarkan, karena itu aturan UU 3/2020 sudah bukan kewenangan kami lagi,” tegas Gubernur Kaltim Isran Noor, Selasa (21/6/2022).
Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christianus Benny menjelaskan, pihaknya tidak memproses ke-21 IUP tersebut. “Kalau kami hitungnya 22 IUP itu, 14 ditambah 8. Sebenarnya, itu DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu) Kaltim yang berkewenangan melaporkan,” terang Benny, kemarin.
Dia menambahkan, tetapi dari informasi yang dia dapat sudah dilaporkan ke gubernur. Nah, pada 2020 memang ada sejumlah IUP yang dialihkan ke pusat sesuai perubahan kewenangan terkait mineral dan batu bara. Namun, Benny memastikan yang dialihkan, tidak termasuk perusahaan yang tertera dalam surat-surat yang diduga memalsukan tanda tangan gubernur itu.
Benny melanjutkan, terkait surat yang diduga palsu itu, pihaknya hanya menyesuaikan dengan data. Ternyata nomornya tidak sesuai. Maka selanjutnya itu diserahkan ke DPMPTSP dan biro-biro terkait di Setprov Kaltim.
Bila dari perusahaan yang tertera dalam IUP bermasalah itu, ternyata ada kegiatan pertambangan di lapangan, sayangnya pengawasan dan penindakan bukan menjadi kewenangan pemprov lagi. “Ke pusat saja berarti. Kenapa bisa begitu? Kan sekarang pengawasan ada di pusat,” sambungnya.
Adapun, Kepala DPMPTSP Kaltim Puguh Hardjanto menjelaskan, pihaknya menginformasikan, sejauh ini puluhan IUP itu tidak diproses di DPMPTSP. Puguh mengakui, memang tidak pernah lihat suratnya secara lengkap. Tapi, ada rekapitulasi nomor surat permohonan ke pusat yang minta klarifikasi ke DPMPTSP Kaltim. “Mengingat surat pengantar itu ditandatangani oleh gubernur Kaltim, kami pun mengklarifikasi ke sekretariat gubernur,” jelasnya.
Namun, dia memastikan melihat dari nomor dan kroscek ke Dinas ESDM, memang tidak ada proses surat itu di pihaknya. Dirinya pun sudah berkoordinasi di instansi terkait, soal hal tersebut. Inspektorat juga melakukan investigasi. “Soal arahan hukum, diserahkan ke pimpinan. Tapi, tentu kami tetap menyajikan informasi ke pimpinan,” beber Puguh.
POLISI BISA PROAKTIF
Gubernur Kaltim Isran Noor menegaskan, sejak 2020 dirinya tidak lagi memiliki kewenangan menerbitkan IUP. Mengklaim, jika ada IUP yang terbit dengan tanda tangannya tahun 2020, maka itu ditengarai palsu. Karena saat itu penerbitan IUP sudah berada di Kementerian ESDM. Sayangnya di balik dugaan pemalsuan tersebut, Isran tidak perlu membuat laporan. Dan menyerahkan kasus tersebut pihak kepolisian.
Terkait pernyataan Isran, dosen hukum pidana dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Orin Gusta Andini menyebut perkara pemalsuan surat atau dokumen pemerintah termasuk tanda tangan kepala daerah juga bisa termasuk penipuan.
Masuk delik biasa. Di mana semua pihak punya hak untuk melapor. Apalagi korban. Baik sendiri maupun menunjuk kuasa hukum. “Tetapi karena masuk delik biasa, maka polisi bisa saja secara aktif langsung mengusut,” ucap Orin, Selasa (21/6).
Kata Orin, polisi bisa secara aktif melakukan proses hukum berdasarkan Pasal 102 KUHAP (1) “Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan”.
“Namun, tidak ada satu pun aturan yang melarang ataupun aturan yang menyatakan bahwa korban tidak berhak melapor jika itu delik biasa,” ucapnya.
Dalam kasus pemalsuan, pelaporan yang dilakukan oleh orang yang surat dan tanda tangannya dipalsukan melaporkan, dengan membawa dokumen-dokumen yang dipalsukan. “Sebagai bukti dugaan pemalsuan, sehingga itu juga bisa menjadi dasar kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujarnya.
Orin kembali menegaskan, polisi cukup mencari informasi yang sudah beredar. Seperti yang telah dimuat dalam berita atau informasi yang tersebar di masyarakat. Terbukti, dalam berbagai kasus, kepolisian bisa melakukan penyelidikan dari sejumlah kasus viral di media sosial. Tanpa menunggu masuknya laporan resmi dari korban. “Toh, banyak kasus yang viral lalu ditindak oleh kepolisian. Kan sarana untuk mengetahui itu juga banyak dan tidak terbatas,” terangnya.
Diketahui, dari data yang diterima Kaltim Post, awalnya Pemprov Kaltim mendata ada 22 IUP yang bermasalah. Namun, belakangan menjadi 21 perusahaan. Dari 21 pemegang SK IUP itu tidak terdata di Minerba One Data Indonesia (MODI), Mineral Online Monitoring System (MOMS), dan Elektronik Penerimaan Negara Bukan Pajak (e-PNBP) IUP di Kaltim.
Media ini kemudian melakukan penelusuran ke Setprov Kaltim. Mengecek langsung asli atau palsu IUP tersebut. Bila dilihat, sekilas SK Gubernur Kaltim tentang 21 IUP tersebut tampak asli. Cara tulis dan pemilihan font juga bisa ditiru. Termasuk cap gubernur bahkan tanda tangan juga bisa ditiru. Tetapi, tak serta-merta peniruan itu bisa mulus. Sebab, ada aspek yang hanya bisa dilakukan pemerintah.
Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Sekretariat Provinsi (Setprov) Kaltim Syafranuddin mengatakan, untuk surat-menyurat tidak sesederhana itu menentukan palsu atau tidak.
Misalnya, apakah cap stempel berada di tengah atau di pinggir, belum tentu jadi indikasi kepalsuan. Namun, harus diteliti lebih lanjut. Cara awal yang paling mudah adalah melihat kode nomor surat itu.
Nomor-nomor itu menunjukkan kode tertentu. Lalu, disesuaikan di database instansi yang mengeluarkan. Apakah ada, sesuai, atau tidak. Kemudian juga bisa diperiksa lebih lanjut dalam stempel. Sebab, stempel tidak sekadar tulisan nama instansi dan lambangnya, tetapi ada hal di dalamnya yang lebih detail. “Bahkan, kalau diforensik lebih lanjut dalam stempel ada kodenya juga dan itu hanya satu orang yang pegang,” kata pria yang akrab disapa Ivan tersebut.
Kaltim Post pun mencoba memberikan satu salinan IUP dari 21 IUP yang diduga memalsukan tanda tangan gubernur Kaltim. Ivan pun mencoba mengkroscek surat tersebut. Di surat tersebut, tertera DPMPTSP Kaltim yang mengeluarkan. Dia juga mengamati nomor-nomor surat yang tertera. “Dari pemeriksaan awal terkait nomor surat, saya duga SK IUP itu palsu. Karena nomornya enggak ada di DPMPTSP. Sudah kami cek ke DPMPTSP juga,” papar Ivan. (rdh/nyc/rom/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post