“Mestinya dari dulu pemprov dan DPRD berpikir, kalau sejak awal proyek ini bermasalah, jangan dianggarkan dong. Kan enaknya begitu. Ini sudah di hilir, proyeknya sudah ada, dan uangnya sudah dianggarkan. Lalu kami di pemkot yang diadu-adu”. Sugeng Chairuddin (Sekkot Samarinda)
SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menekankan, penyetopan dan pembongkaran proyek masjid di Lapangan Kinibalu menjadi wewenang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Pasalnya, proyek tersebut diinisiasi oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.
Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda, Sugeng Chairuddin menegaskan, pihaknya menyesalkan DPRD yang melimpahkan penyelesaian masalah tersebut pada pemkot. Harusnya, ketika proyek tersebut bermasalah, dewan dan pemprov mengambil langkah cepat.
“Mestinya dari dulu pemprov dan DPRD berpikir, kalau sejak awal proyek ini bermasalah, jangan dianggarkan dong. Kan enaknya begitu. Ini sudah di hilir, proyeknya sudah ada, dan uangnya sudah dianggarkan. Lalu kami di pemkot yang diadu-adu,” ucapnya, Selasa (11/9) kemarin.
Sugeng menjelaskan, masalah itu muncul dari hilir pelaksanaan proyek. Sejak awal, proyek tersebut harusnya disosialisasikan pada warga setempat. Masalah tersebut muncul justru karena belum adanya titik temu dengan warga.
Begitu juga dengan anggota DPRD di Gedung Karang Paci. Sebagai perwakilan rakyat, sosialisasi pada warga juga menjadi tugasnya. Dengan begitu, proyek dapat berjalan setelah polemik diurai dan diselesaikan.
Sehingga ketika muncul penolakan dari warga Samarinda, DPRD tidak terkesan mengadu pemkot dan warga di Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu. Sebab, permasalahan muncul sejak proyek senilai Rp 64 miliar itu dicetuskan pemprov dan DPRD.
“Kok kami dipaksa lagi untuk berkonflik dengan masyarakat yang lebih luas. Pak Wali Kota enggak mau kalau disuruh bongkar. Kan yang bermasalah ini di pemprov dan DPRD. Harusnya kalau mau, DPRD itu merekomendasikan penghentian proyek,” sarannya.
Pun demikian dengan keinginan warga dan desakan anggota dewan yang meminta proyek itu segera dibongkar. Sugeng menegaskan, pihaknya tidak akan menjalankan permintaan tersebut. Sebab proyek tersebut berada dalam zona konflik.
“Proyek itu rawan bermasalah kalau kami yang bongkar. Zonanya itu zona konflik. Masalahnya nanti akan bergeser. Bukan masalah antara provinsi dan masyarakat lagi. Tetapi pemkot dengan umat Islam,” katanya.
Karenanya, Pemkot Samarinda tetap berpegang pada aturan yang berlaku. Selama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Samarinda tidak memberikan rekomendasi, maka pihaknya tidak akan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Tanpa rekomendasi dari DPRD, kami tidak akan mengeluarkan IMB sebelum ada persetujuan dari FKUB. Kami sudah cukup tidak memberikan izin. Selesai sudah dari kami. Apa lagi selain itu?” ucapnya.
Sebelumnya, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tetap kukuh menjalankan proyek tersebut. Dia ingin proyek masjid di Lapangan Kinibalu diselesaikan akhir tahun 2018.
“Bagi saya tidak boleh ada yang berhenti. Kritik akan kami dengarkan, selama itu membangun. Yakinlah, saya membangun masjid itu untuk kepentingan masyarakat. Kalau untuk kepentingan masyarakat, tak akan mundur semilimeter pun. Apalagi sampai satu meter,” tegasnya.
Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Syahrun memberikan opsi pada Pemkot Samarinda. Jika dalam jangka waktu dekat, IMB dapat diterbitkan, proyek tersebut harus dilanjutkan. “Kalau bisa dikeluarkan izin, dikeluarkan. Tetapi kalau tidak bisa, silakan dihentikan. Itu tugasnya wali kota,” imbuhnya.
Kuasa warga, Achmad Jayansyah menyatakan, rekomendasi dari DPRD Kaltim menjadi dasar penyegelan, penghentian, dan pembongkaran proyek masjid di Lapangan Kinibalu. Pihaknya meminta eksekusi proyek segera dilakukan.
“Pemkot Samarinda yang memiliki wewenang untuk menyetop proyek. Tahapannya disegel, disetop, dan dibongkar. Itu yang harus dilakukan ke depan,” imbuhnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post