Promo biaya murah menjadi modus ampuh bagi travel untuk memperdaya korbannya. Mereka yang berniat menunaikan ibadah haji dan umrah tergiur. Di Bontang, PT Hidayah Hasyid Oetama (H20) menjadi pemainnya.
PESAN singkat yang masuk ke nomor handphone Mtm membuat wajahnya memerah. Dibacanya SMS itu berulang-ulang seakan tak percaya. Selang beberapa saat, janda lima anak tersebut terduduk lemas.
Pagi pada September 2016 itu, pedagang gorengan tersebut tengah bersiap menuju Tanah Suci Makkah. Namun, bayang-bayang bisa bertamu ke rumah Allah sirna karena pesan itu berisi pemberitahuan pembatalan keberangkatan.
Perasaan Mtm campur aduk. Seluruh keluarga dan tetangga sudah kadung tahu kalau dia akan menuju Makkah. Beberapa pekan sebelum jadwal keberangkatan yang dijanjikan, Mtm mengundang mereka untuk santap bersama. “Saya potong kambing untuk acara syukuran,” katanya, ditemui di kediamannya di Kelurahan Bontang Baru, Sabtu (30/9).
Rumah Mtm tidak terlampau besar. Berkelir hijau dan terbuat dari batu. Bagian depan disulap menjadi warung kelontong. Dia menerima awak media ini di ruang tamu berukuran sekira 3×4 meter. Tak ada sofa. Perbincangan dilakukan dengan melantai. Tampak kasur tua terhampar di sudut kiri.
Mtm mendaftar untuk berhaji melalui PT Hidayah Hasyid Oetama (H20). Medio 2014 dia mentransfer Rp 58,5 juta ke rekening BCA atas nama Md. Rupiah itu dikumpulkan dari arisan, tabungan hasil berdagang, dan bantuan anak-anaknya.
Oleh jemaah, Md dikenal sebagai perwakilan H20 di Bontang. Kantor pusat sendiri berada di Jakarta. Dia juga yang mengirimkan SMS pembatalan berangkat ke jemaah. Pada hari apes itu, mereka diminta berkumpul di rumah Md pada pukul 12.00. Perempuan paruh baya itu beralasan bahwa Kedutaan Arab Saudi tidak mengeluarkan visa haji. Tanpa visa, mustahil bisa berhaji.
Mendengar jawaban itu, puluhan calon haji semakin lemas. Satu per satu mereka pulang tanpa kejelasan kapan diberangkatkan. Sebelum dikabarkan tidak jadi berangkat, Mtm sudah mencium ada gelagat tidak baik. Dia diminta kembali menyetorkan Rp 35 juta. “Tapi saya tidak mau,” ungkapnya.
Setahun berlalu, Mtm masih sangat berharap bisa berhaji. Koper perlengkapan yang rencana dia bawa belum dibongkar. “Masih saya simpan di dalam kamar,” ucapnya dengan nada lirih.
Setali tiga uang, gagal berhaji juga dialami Ms. Dia mendaftarkan adik dan iparnya pada 2013. Keduanya dijanjikan berangkat pada 2016. Uang Rp 110 juta hasil menjual sawah dan berdagang selama 10 tahun disetorkan secara tunai kepada Md agar bisa menunaikan rukun Islam kelima itu. Uang berpindah tangan, Ms hanya diberikan surat keterangan tanpa ada bukti pembayaran.
Kini dia fokus agar uangnya kembali. Md menjadi sasaran. Dia dianggap ikut bertanggung jawab. Awal komunikasi, uang Ms dijanjikan segera kembali. “Saat kami tanya kedua kalinya, dia janji dibayar setengah dahulu. Terakhir kami tanya lagi, dia (Md, Red) malah marah-marah dan mengingkari semua janjinya. Alasannya lagi sibuk urus uang jemaah di Jakarta,” katanya.
Nasib tak kalah sial dialami Hm. Karyawan perusahaan ini bersama sang istri sudah sempat bertolak ke Jakarta pada 2014 lalu. Di Ibu Kota mereka dan rombongan lainnya diinapkan di Hotel Aulia.
Hm mengaku tertarik dengan promo PT H2O yang mengaku bisa memberangkatkan jemaah dengan biaya murah. Ditambah pula dengan waktu tunggu yang hanya dua tahun. Informasi itu didapatnya dari temannya yang belakangan juga menjadi korban. “Saya daftar pada 2012. Sudah setor Rp 100 juta untuk keberangkatan bersama istri,” jelasnya.
Selama sepekan mereka mengikuti kegiatan yang diadakan PT H2O. Seperti mendengarkan ceramah, mengikuti pelatihan emotional and spiritual quotient (ESQ), dan manasik haji di Masjid At-Tin Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Tak kunjung ada kejelasan, Hm dan istri pilih mengundurkan diri. Dia curiga karena travel tidak juga menyerahkan visa haji. Paspor dikembalikan. Tapi uang tidak. “Dijanji akan dikembalikan dalam 60 hari kerja, namun sampai saat ini tidak pernah dikembalikan,” akunya.
Setelah mengundurkan diri dan gagal berangkat, Hm bersama istrinya dijanjikan akan diganti dengan umrah. Dengan catatan dia harus menambah sebesar Rp 27 juta. Kepalang basah, dia mengiyakan tawaran tersebut.
“Daripada tidak ibadah sama sekali, akhirnya saya rela menambah. Namun sampai saat ini, saya tetap akan terus menagih uang saya kembali,” tukasnya.
***
Rumah bercat abu-abu di Perumahan Hop I, Kelurahan Satimpo, tampak lengang ketika Bontang Post mendatangi Ahad (1/1) lalu. Di teras terparkir empat motor dan satu mobil. Sekira semenit menunggu, pria paruh baya dengan rambut beruban keluar. Dialah Al, suami Md. “Sudah tiga minggu lalu ibu (Md, Red.) ke Jakarta mengurus uang jemaah,” katanya.
Sejak kegagalan PT H2O memberangkatkan jemaah asal Bontang, rumah tersebut kerap didatangi. Terutama mereka yang melakukan pembayaran melalui Md. “Kalau memang istri saya bersalah, silahkan penjarakan. Tapi ini kan belum terbukti. Sudah pernah juga dibawa ke polisi, tapi tidak ada bukti. Kami sebenarnya juga korban,” tutur Al.
Melalui sambungan ponsel Al, awak media ini kemudian mewawancarai Md. Dia bercerita bahwa perkenalannya dengan H2O pertama kali pada 2013. Saat itu travel tersebut dikelola oleh Umar, mantan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bontang.
Terkait transfer jemaah ke rekeningnya, Md tidak membantah. Tapi dia mengaku uang tersebut ditransfer lagi ke rekening PT H2O. “Saya ada bukti transfernya. Uang jemaah tidak pernah lama di rekening, langsung saya setor. Saya hanya jembatan antara jemaah dan travel. Ada surat keterangannya,” ujarnya.
Md mengklaim tidak lari dari tanggung jawab. Untuk itu dia lebih sering berada di Jakarta untuk mengurus masalah ini. Diterangkannya, bukan hanya jemaah asal Bontang yang mendaftar. Ada pula dari Sulawesi Selatan. Total uang yang belum dikembalikan sekira Rp 5 miliar. “Hampir Rp 1 miliar itu uang keluarga saya. Anak-anak dan suami juga saya daftarkan. Jadi nasib saya dan yang lain itu sama. Korban juga. Saya tidak bertanggung jawab atas uang jemaah, tapi mau bantu agar bisa dikembalikan,” jelasnya.
Rupiah itu juga tidak sepenuhnya berada di PT H2O. Ada yang berpindah ke Hakim. Pria Yaman beristri orang Indonesia tersebut merupakan mitra travel. Urusan kuota dan visa haji ditangani oleh Hakim. “Karena H2O tidak punya izin, jadi mengurusnya lewat Hakim. Saya juga baru tahu kalau travel ternyata tidak ada izinnya,” kata Md.
Meski tidak termasuk bagian dari manajemen PT H2O, Md menyebut memiliki wewenang untuk meminta kembali uang jemaah kepada Hakim. Pasalnya, dia telah diberikan surat kuasa oleh Direktur PT H2O Ermanto yang kini tengah mendekam di penjara. “Dia (Ermanto, Red.) dilaporkan jemaah asal Jakarta,” ungkapnya.
Kasus ini, akunya, juga sudah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Md sendiri yang menemani salah satu jemaah asal Bontang saat melapor. “Tapi kami diminta untuk selesaikan secara kekeluargaan dulu,” ujarnya.
TERGIUR EMAS BATANGAN
Diimingi investasi emas batangan, Umar bersedia bergabung dengan PT Hidayah Hasyid Oetama (H2O) pada 2011 lalu. Dia cukup kenal dengan Direktur H2O Ermanto. Keduanya pernah tergabung dengan travel yang juga bergerak di bidang haji dan umrah.
Saat bertandang ke rumah Umar di Jalan MT Haryono, Kelurahan Api-Api, Ermanto juga menjanjikan uang keuntungan akan diinvestasikan ke usaha sarang burung walet. Dengan sistem Multi Level Marketing (MLM), Umar akan mendapat uang dari setiap jemaah yang direkrut.
Bayang-bayang jika Ermanto akan menipu jemaah pun tak pernah terlintas. “Saya tidak pernah menyangka jika ternyata berujung penipuan. Karena sebelum ada kasus ini, H2O sudah pernah memberangkatkan dua orang jemaah,” kata pria yang juga Ketua FKUB Bontang itu.
Dia mengaku termasuk korban penipuan ini. Bahkan juga 10 orang keluarganya. Bukannya untung, Umar justru buntung. Selain menyetor ongkos berangkat haji, dia juga harus membiayai perjalanan 7 jemaah yang dia rekrut ke Jakarta.
Saat itu dia berpikir bahwa uangnya akan diganti. Apes, bukan hanya tak dikembalikan, bonus hasil merekrut jemaah juga tidak diberi. “Saya sempat minta dikembalikan uang jemaah, tetapi kata Ermanto saat itu belum bisa karena belum waktunya,” terangnya.
Sejak kejadian itu, dia memutuskan untuk tidak mengurusi travel lagi. Segala urusan diserahkan kepada Md. “Saya sudah tidak bisa menghubungi Ermanto lagi,” sesalnya. (edw/bbg)
Redaktur: Rachman wahid
Yusva alam
M Zulfikar Akbar
Penulis/Reporter: Bambang Al Fatih
Design Grafis: Ady Mulyadi
Layout: Kahar
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: