Usul Mata Kuliah Kepemiluan untuk Tingkatkan Partisipasi Pemilih

Saipul(MUBIN/METRO SAMARINDA)

SAMARINDA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim, Senin (22/10) kemarin, melaksanakan evaluasi partisipasi pemilih di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018, di Hotel Bumi Senyiur, Samarinda. Kegiatan itu bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat di pemilu 2019.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim, Saipul mengatakan, rendahnya partisipasi pemilih di Pilgub Kaltim mesti dijadikan bahan koreksi. Menurut dia, upaya meningkatkan partisipasi pemilih tidak hanya tugas penyelenggara pemilu. Tetapi juga beban yang harus diemban partai politik peserta pemilu.

“Pilkada yang menarik bagi pemilih itu juga dipengaruhi pasangan calon yang diusung partai politik. Sehingga ini juga jadi beban bagi partai politik,” tutur Saipul.

Selain itu, pemerintah dan pegiat pemilu memiliki tugas untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di momentum politik lima tahunan itu. “Semua punya tugas. Agar pemilu kita menjadi bergairah dan menarik,” ucapnya.

Saipul menyebut, masalah partisipasi pemilih sudah menjadi catatan sejak era reformasi. Selama 20 tahun era baru di Indonesia itu berjalan, formulasi pemecahan masalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan pilihannya, kerap jadi pekerjaan rumah bagi KPU.

Karenanya, penyelenggara pemilu di tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat diuji untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Kecenderungan minimnya partisipasi itu selalu jadi catatan kami. Apalagi di pilkada. Kecenderungannya selalu tidak sesuai target. Hal ini harusnya jangan kita biarkan. Bagi penyelenggara itu ujian. Bagaimana mencari jalan keluarnya,” tutur dia.

Temuan Bawaslu membuktikan, salah satu alasan mendasar minimnya partisipasi pemilih yakni belum tersentuhnya seluruh lapisan masyarakat lewat sosialisasi yang diadakan KPU.

Imbasnya, masyarakat memiliki pemahaman yang sangat lemah terhadap pemilu. Lebih jauh, hanya sebagian kecil pemilih yang mengetahui visi dan misi calon, rekam jejak calon, hingga waktu pemungutan suara. “Dengan demikian, kita perlu sosialisasi secara masif,” imbuhnya.

Saipul menyarankan, salah satu langkah yang dapat ambil yakni, pemerintah dan elemen pendidikan formal dapat menggodok materi yang berkenaan dengan pemilu. “Tidak ada salahnya di sekolah itu dimasukkan kurikulum pengantar pemilu. Bentuknya bisa dasar atau materi umum mengenai pemilu,” imbuhnya.

Kemudian penyelenggara pemilu juga dituntut memberikan pemahaman pada mahasiswa. Caranya, di kampus dapat diadakan mata kuliah pengantar kepemiluan.

“Idealnya materi pengantar pemilu ini disampaikan di seluruh fakultas. Jadi bukan hanya jadi mata kuliah di Fisipol (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Red.) saja. Tetapi ke depan, perguruan tinggi mengambil peranan, semua fakultas itu ada materi pengantar kepemiluan,” sarannya. (*/um)

Print Friendly, PDF & Email

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version