SANGATTA – Penerapan jam malam wajib belajar bagi siswa kembali mencuat. Sejumlah warga meminta pemerintah dan pihak terkait lainnya untuk menerapkan hal tersebut.
Dengan harapan, para generasi muda tidak leluasa ‘berkeliaran’ tanpa tujuan jelas. Tak lain pula, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti terjadinya pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba dan tindak kriminal lainnya.
“Memang orang tua penanggungjawab utama. Akan tetapi peraturan adalah penunjang yang membantu pengawasan orang tua. Sebab tidak semua pelajar punya orang tua, bahkan ada yang yatim piatu. Tidak semua pelajar bersama orang tua, ada ngekost dan sebagian juga tidak nyaman di rumah karena berbagai alasan. Nah peraturan inilah yang akan mengingatkan orang tua agar lebih perhatian kepada anak anaknya,” ujar Yakub Fadilah salah seorang pengajar di SMK Muhammadiyah.
Sebelumnya, usulan penerapan jam malam ini sudah digodok oleh pemerintah Kutim. Tinggal menunggu persetujuan dari bagian hukum pemprov Kaltim.Sayang, usulan itu ditolak mentah-mentah karena dianggap melanggar HAM.
“Penerapan jam malam adalah salah satu solusi bagi anak-anak kita. Namun sayang, harus kandas hanya karena alasan melanggar HAM. Lucunya, jika generasi penerus bangsa rusak, HAM akan melempar tanggungjawab ke orang tua dan tokoh agama,” kata Yakub.
Hal senada juga diutarakan aktivis perempuan, Mariana Ahmad. Dirinya selaku perempuan sangat mendukung penerapan jam malam. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir terjadinya kenakalan remaja yang tengah marak di Kutim.
“Sepakat saya dengan penerapan jam malam.Semoga aturan jam malam anak diterbitkan berdasarkan kebutuhan untuk membuat kehidupan para pelajar di Kutim lebih terarah dan semakin baik,” katanya.
Toko perempuan lainnya, Sulastin, cukup menyayangkan pelarangan jam malam tersebut. Seharusnya ide ini didukung penuh. Bukan dilarang dengan alasan melanggar HAM. Sebab, jam malam dianggap solusi terbaik untuk mencegah kenakalan remaja.
“Memang orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya agar tidak terjerumus. Tetapi hal itu harus diperkuat pula dengan peraturan yang jelas. Kalau dilarang, apakah HAM bertanggungjawab jika anak anak masa depan terjerumus. Ini merupakan suara hati seorang ibu,” kata Lastin yang juga merupakan pejabat di Disdukcapil. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: