Pemilik Kalah di Persidangan, Minta Kejelasan Nasib
BONTANG – ‘Sudah jatuh tertimpa tangga’, itulah istilah yang dialami Yayuk Sulastri (50) yang sebelumnya warga Jalan KS Tubun Gang Koi 1 RT 29 Kelurahan Tanjung Laut Kecamatan Bontang Selatan. Pasalnya, saat ini dirinya sudah tidak tinggal dirumahnya lagi karena tanah dan bangunan miliknya telah dijual oleh temannya Nurhayati tanpa sepengetahuannya.
Mengetahui rumahnya telah dijual, Yayuk bersama 3 orang anaknya terpaksa harus menyewa rumah dengan harga Rp 1 juta per bulan. Tak sanggup dengan beban hidupnya, Yayuk pun meminta pertolongan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dissosnaker) yang saat ini berubah menjadi Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat Bontang. “Setelah saya laporkan ke dinas sosial, saya menjadi klien Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) dan dibiayai untuk persidangan kasus tanah saya ini,” jelas Yayuk saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Bontang, Kamis (5/1) lalu.
Dengan raut wajah sedih, mengingat beban hidup yang membelitnya, Yayuk menceritakan awal mula tanahnya bisa dijual orang lain. Saat itu, kenang dia, tahun 2011, Nurhayati meminjam sertifikat tanah beserta bangunan miliknya dengan dalih untuk memajukan usaha toko matrialnya.
Nurhayati pun menjanjikan akan membiayai kuliah anak pertama Yayuk serta memperbaiki ekonomi Yayuk untuk menghidupi ke-3 anaknya. “Anak saya yatim, saya memang butuh dana kuliah untuk anak pertama saya, dan biaya sekolah 2 anak lainnya serta biaya hidup, jadi saya berikan sertifikat itu,” ujar wanita paruh baya ini.
Namun, hasil dari usaha milik Nurhayati pun, tak pernah dirasakan Yayuk dan anak-anaknya. Hingga tahun 2014 lalu, suatu hari Nurhayati meminjam kunci rumah dengan alasan untuk menyimpan barang-barang dagangannya.
Tanpa berpikiran buruk, lagi-lagi Yayuk memberikan kunci rumahnya. Namun kecurigaannya mulai muncul ketika Nurhayati tak pernah mengembalikan kuncinya. Bahkan Nurhayati sulit untuk ditemui maupun dihubungi. “Dari situ saya curiga mungkin rumah saya sudah dijual, akhirnya saya bertemu dengan orang yang mengaku sudah membeli rumah itu,”kenangnya.
Yayuk pun meminta bukti kwitansi jika memang Suandi telah membeli rumah miliknya. Setelah melihat bukti kwitansi, Yayuk tak dapat berbuat apa-apa dan keluar dari rumah itu. “Kalau taksiran rumah itu bisa mencapai Rp 500 juta, tetapi ini dijual murah oleh Nurhayati seharga Rp 375 juta,” ungkap dia.
Proses persidangan pun dimulai bulan Juli. Saat sidang, Nurhayati sebagai tergugat 1 tak pernah hadir, sementara, Suandi hadir dan di akhir persidangan Suandi memenangkan kasus itu. “Kalau pembeli pasti menang karena dia punya buktinya, yang saya gugat itu Nurhayati dengan suaminya yakni Erwin, tetapi dia tidak digugat, saya juga heran,” keluhnya.
Sudah setahun, dirinya mengontrak dan tak dapat membayarnya karena menunggu uang hasil penjualan dari Nurhayati. Namun, selama Nurhayati meminjam sertifikat tak pernah ada keuntungan bagi dirinya. Hanya setelah diketahui sudah dijual, ada uang masuk ke rekening anaknya sebesar Rp 13 juta. “Padahal kalau memang dijual, uangnya berikan pada saya,” imbuhnya.
Atas ketidakadilan ini, karena Yayuk merasa ditipu, dirinya pun hendak melaporkan nasibnya ke Wali Kota, Wakil Wali Kota Bontang, juga anggota DPRD Bontang. Namun, belum ada yang berhasil dia temui, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda).
“Saya tak tahu nasib saya ke depan seperti apa, nyewa rumah sudah mau diusir karena belum bayar, mudah-mudahan ada solusi dari pemerintah untuk kelanjutan hidup saya dan anak-anak,” pungkasnya.
Pekerja Sosial, Suratmi mengatakan permasalahan yang dialami korban begitu komplek. Karena korban saat ini juga harus menanggung cicilan Rp 9 juta per bulan bekas membangun rumah dengan total utang Rp 150 juta. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post