bontangpost.id – Dalam satu tahun terakhir, Dinas ESDM Kaltim menemukan 10 aktivitas tambang ilegal yang beroperasi di Bumi Etam. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Minerba Dinas ESDM Kaltim Azwar Busra. Meski begitu, penindakan aksi tambang ilegal oleh dinas ESDM Kaltim tak lagi bisa sebebas dahulu. Pemerintah daerah saat ini terganjal UU Minerba No 3 tahun 2020 tentang Perubahan UU Minerba No 4 tahun 2009.
“Kami posisinya sekadar melaporkan saja bahwa ada aktivitas tersebut dan lokasinya di mana. Dari informasi yang kami terima saat ini masih dalam proses. Kita tidak bisa tindak langsung, karena kewenangan sudah tidak ada, jadi kita hanya menyampaikan saja,” ujar Azwar.
Dia menjelaskan, bahwa usai adanya peraturan baru ini, pihaknya tidak dapat melakukan penindakan langsung. Namun, temuan yang ada harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Kementerian ESDM. Pemerintah daerah baru bisa melaporkan kegiatan tambang ilegal kepada aparat kepolisian jika aktivitas tersebut berada di luar area konsesi.
“Memang setelah berlakunya UU nomor 3 Tahun 2020 sejak 11 Desember 2020, semua kewenangan memang dipindahkan ke pemerintah pusat. Pada saat itu segala bentuk mulai dari perizinan, pengelolaan, dan pengawasan ada di pemerintah pusat,” jelasnya.
Saat ini di Kaltim total ada 34 inspektur tambang dari kementerian ESDM. Dirinya pun mengkhawatirkan tugas inspektur tambang di Kaltim akan semakin berat usai adanya aturan baru ini. Karena sebelum aturan ini disahkan saja kinerja inspektur tambang di Kaltim sudah kurang maksimal.
Oleh karena itu pihaknya mengaku mendukung adanya upaya permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi oleh warga dan dua lembaga masyarakat sipil yakni WALHI Nasional dan JATAM Kaltim.
“Kalau kita bicara secara teknis kami dari ESDM Kaltim mendukung pengajuan Judicial Review. Agar nantinya bagaimana UU ini memberikan kewenangan kepada daerah, karena saat yang tahu kondisinya daerah,” urainya.
Sebelumnya disampaikan Pradarma Rupang selaku Dinamisator Jatam Kaltim bahwa pengajuan judicial review ini didasari atas keberadaan sejumlah pasal bermasalah dalam UU No. 3 Tahun 2020. Substansi pasal-pasal yang dipersoalkan berkaitan dengan; sentralisasi kewenangan dalam penyelenggaraan penguasaan Minerba; jaminan operasi industri pertambangan meski bertentangan dengan tata ruang; perpanjangan izin otomatis atas Kontrak Karya dan PKP2B tanpa evaluasi dan lelang; serta pasal pembungkaman hak veto rakyat yang tidak setuju terhadap keberadaan proyek pertambangan dari hulu hingga hilirnya di pembangkitan.
“Industri pertambangan diberikan keleluasaan untuk tetap beroperasi meski di wilayah yang bertentangan dengan tata ruang. Pemegang Kontrak Karya dan PKP2B (IUPK) juga diberikan perpanjangan izin otomatis tanpa evaluasi dan lelang,” imbuhnya. (selasar)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post