Hutan hujan tropis yang menjadi jualan pemerintah dalam membangun IKN di Kaltim dihadapkan persoalan pelik. Yakni banyaknya tambang batu bara dan lubang yang ditinggalkan menganga begitu saja tanpa reklamasi.
bontangpost.id – Pedoman reklamasi dan pascatambang tengah disusun Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Pokok bahasan dari regulasi tersebut adalah penataan usaha pertambangan, reklamasi, dan pascatambang di IKN. Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LHSDA) Otorita IKN IKN Myrna Asnawati Safitri mengungkapkan, penyusunan kebijakan itu melalui kajian dan pembahasan yang cukup panjang. Melibatkan beberapa pelaku usaha dan instansi pemerintah.
Kebijakan yang diatur di antaranya terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP). “Pedoman yang disusun ini dimaksudkan untuk mempermudah para pemegang IUP, dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Sehingga dapat mendukung pencapaian ESG perusahaan. Selain itu agar kegiatan dapat disesuaikan dengan fungsi ruang dan arah kebijakan pembangunan IKN,” kata Myrna dalam keterangan tertulisnya saat membuka Konsultasi Publik Panduan Reklamasi dan Pascatambang di IKN di Hotel Novotel Balikpapan, Jumat (7/6).
Dia melanjutkan, pada rancangan Perka Otorita IKN itu, akan memuat tiga hal moratorium. Yakni terkait dengan penerbitan izin baru usaha pertambangan, penerbitan perpanjangan atau peningkatan IUP, dan penambahan kapasitas produksi.
Menurut data Kedeputian SDALH Otorita IKN, saat ini terdapat 59 IUP seluas 56.895 hektare di IKN. Hingga April 2024, ada 224 lahan bekas tambang dengan luas kurang lebih 17.500 hektare. Dari luasan tersebut, menurut rencana tata ruang, sekira 11.500 hektare berada di kawasan lindung dan 6 ribu hektare berada kawasan budidaya.
“Ada juga sejumlah besar tambang illegal yang tidak (belum) direklamasi,” ucapnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional IKN, IUP yang masih berlaku dapat melakukan kegiatan produksi sampai dengan berakhir masa perizinannya. Dengan syarat, pemegang IUP wajib melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan. Myrna melanjutkan, status IUP tidak aktif di IKN saat ini sebanyak 82 dengan total luasan 35.120 hektare.
Kemudian IUP aktif dan berakhir sebelum 2029 sebanyak 41 dengan luas 21.052 hektare. Sedangkan IUP aktif dan berakhir antara 2030 hingga 2034 ada 12 dengan total luas 8.972 hektare. Terakhir, IUP aktif dan berakhir setelah 2034 ada 4 dengan luas lahan 26.871 hektare. Sehingga total IUP aktif sebanyak 59 IUP dengan total luas lahan 56.895 hektare.
Sementara itu, area bekas tambang berdasarkan analisis Tim Pemetaan Otorita IKN pada Juli 2023, pada lahan bekas tambang IUP aktif seluas 10.615 hektare. Kemudian pada lahan bekas tambang IUP tidak aktif seluas 3.286 hektare. Sementara pada lahan bekas tambang pada area non-IUP atau tambang ilegal seluas 206 hektare.
Sehingga total luas mencapai 17.052,05 hektare. Data lainnya, sebut dia, lubang tambang berdasarkan penentuan lubang tambang yang dilakukan dengan analisis virtual citra satelit (data Januari 2024), ditemukan bahwa lubang tambang pada IUP aktif seluas 517 hektare, lalu lubang tambang pada IUP tidak aktif seluas 221 hektare, dan lubang tambang pada area non-IUP atau tambang ilegal adalah 76 hektare.
Sehingga total luasnya adalah 820,27 hektare. Keseluruhan area bekas tambang yang terdeteksi, baik lahan bekas tambang maupun lubang tambang adalah 18.741 hektare. Konsultasi publik yang digelar kemarin dihadiri banyak pemegang IUP. Termasuk perwakilan instansi pemerintah pusat dan daerah, perusahaan pemegang izin usaha pertambangan, aparat penegak hukum, akademisi, LSM dan masyarakat.
Ketua Forum Reklamasi Tambang Indonesia Ignatius Wurwanto menyampaikan tentang pentingnya identifikasi tanah. “Yang akan menentukan keberhasilan reklamasi jangka panjang. Sehingga perlu diperdalam lagi,” ujarnya. Rancangan pedoman ini memuat penyusunan dokumen rencana reklamasi dan pascatambang, penataan lahan, revegetasi, pengelolaan lubang tambang, penghitungan biaya dan alternatif pembiayaan.
Pemerintah Australia melalui Asian Development Bank juga memberikan dukungan agar penataan sesuai dengan standar nasional dan internasional. Kepala Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Hidup (BBPSILH) Samarinda, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ivan Yusti Noor menyampaikan, ada tiga standar yang telah dibuat BBPSILH yang mungkin bisa menjadi tambahan literatur dalam rancangan yang disusun Otorita IKN.
“Pedoman ini diharapkan dapat mengakomodir terkait koridor satwa liar, dimana pada koridor satwa liar terdapat areal bekas tambang,” ujarnya.
Akademisi yang menjabat sebagai Kepala Unit Laboratorium Riset Unggulan IPB, Irdika Mansur juga menyampaikan pandangannya. Dia menuturkan, dalam pedoman reklamasi dan pascatambang yang disusun Otorita IKN, ada penyesuaian.
“Jadi kami memang mengacu kepada peraturan-peraturan yang sudah dikeluarkan. Baik itu undang-undang, peraturan pemerintah, kemudian peraturan menteri terkait khususnya ESDM dan kehutanan. Tetapi kita sesuaikan dengan rencana penggunaan IKN ini. Reklamasi lahan bekas tambang ini mentransformasi dari lahan terdegradasi menjadi lahan landscape yang produktif,” kata Irdika.
Direktur Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Otorita IKN Onesimus Patiung, menyampaikan, target dalam pedoman reklamasi dan pascatambang di IKN adalah sebanyak 65 persen harus menjadi hutan hujan tropis Kalimantan. Adapun pihaknya sudah menghitung kurang lebih 87 ribu hektare kawasan hutan di IKN sudah memiliki konsesi pertambangan.
“Nah kalo ini semua ditanam jenis endemik lokal, pasti hutan hujan tropis itu terwujud. Dan ini semua adalah kontribusi nyata dari para pemegang IUP, memberikan kontribusi dalam membangun IKN,” kata Ones. (riz)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post