BONTANGPOST.ID, Sangatta – Setelah proses investigasi yang mendalam, Majelis Kode Etik menjatuhkan sanksi kepada Pegawai Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kutai Timur (Kutim).
Sebanyak 18 pegawai tersebut dikenai sanksi terkait video yang memperlihatkan mereka berjoget dan keterlibatan minuman keras di kantor, yang sempat viral di media sosial.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim, Misliansyah, menyebutkan bahwa tim investigasi telah memeriksa 24 orang.
Dari hasil pemeriksaan, 18 di antaranya terbukti melanggar disiplin. termasuk aparatur sipil negara (ASN), tenaga kerja daerah (TK2D), dan tenaga magang.
“Yang diperiksa ada 24 orang, tapi yang direkomendasikan untuk hukuman disiplin ada 18 orang. Sisanya tidak terlibat secara langsung,” ujar Misliansyah.
Jenis sanksi yang diberikan beragam berdasarkan dengan tingkat pelanggaran masing-masing. Tiga tenaga magang diberhentikan, sementara sembilan pegawai TK2D diberi sanksi penundaan pengangkatan menjadi PPPK selama enam bulan.
Lima pegawai mengalami pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar 25 persen selama 12 bulan, sementara satu pegawai lainnya mendapat pemotongan TPP selama enam bulan. Selain itu, enam pegawai tersebut dimutasi ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Kecamatan sebagai bagian dari tindakan disipliner.
“Gak bisa diratakan, semua ada tingkatannya sesuai besar tingkatan pelanggarannya” tambahnya.
Terkait dengan keterlibatan minuman keras yang sempat viral di media sosial, Misliansyah menegaskan bahwa insiden tersebut terjadi pada waktu yang berbeda dan melibatkan individu yang tidak terkait dengan video viral tersebut.
“Setelah kami periksa, hasil dari tim pemeriksa menunjukkan bahwa yang membawa minuman dan yang ada dalam acara joget-joget itu terjadi di waktu berbeda dan melibatkan orang berbeda,” ujarnya.
Sebelumnya, Video pegawai Dinas PUPR Kutim yang berjoget sempat viral di media sosial dan menjadi sorotan publik. Aksi mereka dinilai tidak sesuai dengan etika seorang aparatur sipil negara, sehingga menimbulkan berbagai reaksi, baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah. (KP)