Penanganan banjir tidak bisa dikerjakan hanya dari balik meja. Turun langsung ke biang masalah memudahkan untuk mencari solusi. Tidak sekadar menunggu laporan.
SENGATAN mentari lebih terik, Kamis (13/6/2019) sekitar pukul 10.00. Ketimbang tiga hari belakangan. Yang lebih sering hujan. Turun dari Land Cruiser Prado KT 1 D, Neni Moerniaeni menolak untuk dipayungi. Memilih untuk pegang sendiri payung itu. Lalu bergegas menuju lubang menganga di jembatan Kelurahan Guntung. Panjangnya sekira satu meter. Kedalaman 1,5 meter.
Ditengarai terjadi akibat banjir. Yang mengepung Guntung 4 Juni 2019. Merendam rumah di 15 RT. Terbesar sejak 34 tahun silam.
Hanya sekira 5 menit meninjau, Wali Kota Bontang itu segera menginstruksikan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang untuk memperbaikinya. Jangka pendek dan panjang. Penanganan sementara, lubang ditutup menggunakan karung pasir. Agar tidak semakin ambles. Lalu dipancang. Setelah itu dibuatkan penahan baru. Menggantikan yang ambles.
“Tahun depan dilakukan rekonstruksi. Seluruh bagian yang rusak diperbaiki. Agar tidak terjadi ambles lagi,” kata Neni.
Neni kemudian melangkah ke belakang bekas kantor Kelurahan Guntung. Melihat Sungai Guntung yang sempat meluap. Membicarakan pembangunan turap. “Masyarakat juga harus disadarkan. Jangan buang sampah sembarangan,” tuturnya.
Warga di bantaran sungai juga rencana akan direlokasi. Agar normalisasi sungai bisa lebih maksimal.
Dari sana, istri Sofyan Hasdam itu mendatangi lokasi pengerukan Sungai Kanibungan. Berjalan kaki sekira 100 meter. Menyebrangi jembatan kayu. Jalan lagi sekira 50 meter. Sampai masuk ke wilayah Kutai Timur. Menemukan anak sungai yang sudah ditutup.
Mantan ketua DPRD Bontang itu meminta izin agar pemilik pohon wanyi yang sudah tua dan rawan tumbang, bersedia menebang pohonnya. “Nanti diganti dengan pohon lain. Takut longsor lagi,” terangnya.
Di lokasi itu, awak media meminta untuk wawancara. Neni menjawabnya dengan berseloroh; ingin berdandan dulu. Tapi, dibiarkan wajahnya yang masih dipenuhi peluh disorot kamera. Lalu membeberkan solusi untuk penanganan banjir di Guntung. Membangun turap. Normalisasi sungai. Dan relokasi warga yang bermukim di bantaran sungai.
Beranjak dari sana, Neni mengarah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Dia merasa miris melihat rusunawa yang di beberapa titik mengalami kerusakan. Paling banyak di bagian plafon. “Akhir tahun sudah harus bisa ditempati,” katanya.
Dia juga meminta agar PDAM segera memberikan sambungan. Pj Sekretaris Daerah Agus Amir kebagian tugas mengurusi bagian depan dan samping rusunawa. “Ini harus ditimbun, Pak Sekda. Segera instruksikan OPD terkait. Sayang kalau tidak dihuni, tambah tidak terawat,” tuturnya.
Saat sebagian awak media mengira Neni bakal meninggalkan Guntung, dia meminta mobil dinas diarahkan ke Jalan Dewa-Dewa. Salah satu daerah yang terendam banjir. Dia meninjau jalan alternatif yang masih berupa jalan setapak. Tembus ke samping Hotel Grand Equator. Ketika ingin melanjutkan langkahnya, hujan turun. “Kita balik, nanti jalanan licin,” ujarnya.
Neni menegaskan, apa yang dilakukan di Guntung merupakan bagian dari kesatuan program prokasih. Melalui normalisasi sungai-sungai yang ada di Bontang. Sehingga tidak ada kesan kalau ada daerah di Bontang tidak tersentuh program penanggulangan banjir.
“Doakan dan percaya kami agar kami bisa terus konsisten peduli kepada masyarakat Bontang. Dan semua program pemerintah kota akan dapat berjalan optimal bila ditopang oleh dukungan partisipasi seluruh pihak dan lapisan masyarakat,” pungkasnya. (S*/Edwin Agustyan)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post