Kisah Watini Berjualan Sayur dan Kue Keliling
“Jeli-jeli… lombok, tomat, tahu, tempe, kangkung, lima ribu tiga ikat.” Begitulah Watini mempromosikan barang-barang dagangannya dari rumah ke rumah. Bukan pekerjaan yang mudah, karena dia mesti menyunggi dagangan dalam keranjang plastik dengan beban 10 kilogram sepanjang hari.
Lukman Maulana, Samarinda
Kondisi ekonomi yang sulit membuat perempuan kelahiran Magetan, 43 tahun lalu ini tak punya pilihan lain. Dia mesti berjalan kaki menyusuri jalanan Kota Tepian menjajakan sayur-mayur dan aneka kue demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak sendiri, Watini berkeliling bersama putri semata wayangnya, Aulia Nur Qori’ah yang baru berusia tujuh tahun.
“Di rumah tidak ada yang jaga. Sepulang sekolah TK, dia saya jemput dan saya ajak jualan keliling,” kata Watini kepada Metro Samarinda (Kaltim Post Group), Senin (10/4) kemarin.
Sebenarnya Watini tinggal bersama seorang laki-laki yang merupakan adik iparnya. Namun kondisi kejiwaan sang adik ipar membuatnya tak berani meninggalkan anaknya di rumah. Dia khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi di Samarinda, marak kasus pelecehan seksual yang dilakukan keluarga sendiri.
“Adik ipar saya mengidap gangguan jiwa. Kalau kumat bisa mengamuk. Dia beberapa kali masuk rumah sakit jiwa. Karena kondisinya sudah tenang, dia dikembalikan,” terangnya.
Lantas ke mana sang suami? Rupa-rupanya sudah tujuh bulan suami Watini mendekam di balik jeruji besi. Kata Watini, sang suami dijebak rekannya sehingga memperjualbelikan sepeda motor hasil curian. Oleh pengadilan, sang suami divonis hukuman kurungan selama 1 tahun 3 bulan. Ketiadaan sang suami sempat menjadi tanda tanya bagi putrinya.
“Anak saya sering tanya ayahnya ke mana. Saya jawab saja kalau ayahnya sedang bekerja di Bontang, belum pulang,” ungkap Watini yang terpaksa berbohong demi menjaga perasaan putrinya.
Watini bercerita, sebenarnya sudah berdagang keliling sejak sang suami bekerja sebagai sopir di salah satu toko grosir. Yaitu dengan meminjam dagangan baju dari salah seorang rekannya dan menjualnya secara kredit. Namun bukannya untung, Watini justru merugi dan terpaksa menomboki karena banyak pelanggannya yang tidak membayar kredit.
“Saya jualnya kredit. Bisa harian dan mingguan. Tapi banyak yang tidak bayar. Akhirnya saya berhenti jualan baju,” kesahnya.
Perempuan berjilbab ini baru berjualan sayur-mayur dan aneka kue semenjak sang suami dipecat pada Februari 2014. Kondisi sang suami yang tidak bekerja membuatnya mesti ikut bekerja keras demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anaknya yang kala itu masih berusia empat tahun pun terpaksa diajaknya berkeliling.
“Sejak itu suami kerjanya serabutan. Kadang sopir sales, kadang kuli bangunan, tidak tentu. Saya bantu dengan berjualan keliling,” tutur Watini.
Kondisi semakin sulit ketika sang suami terlibat masalah hukum dan mendekam di rumah tahanan pada September 2016 lalu. Watini mesti seorang diri menghidupi anaknya yang tahun ini akan masuk SD. Juga adik ipar yang menjadi tanggungannya. Setiap pagi setelah mengantar anaknya sekolah, Watini pergi ke pasar untuk mengambil barang dagangan.
“Saya menjajakan sayur-sayuran dan aneka kue yang dititipkan para pedagang di pasar. Untungnya hanya Rp 200 untuk setiap kue. Bisa Rp 1000 untuk tiga ikat sayur. Baru besoknya saya berikan hasil penjualan kepada para pedagang di pasar,” jelasnya.
Namanya jualan, dagangan Watini tidak selalu laku. Untuk sayur misalnya, bila tidak habis terjual dia mesti menomboki pada para pedagang. Bukannya untung, dia malah jadi berutang karena harus membayar sayur yang tidak laku terjual olehnya. Bila sudah begitu, bisa menjual tanpa untung pun sudah sangat membantunya.
“Risiko sayuran mentah seperti kangkung, tempe, dan tahu. Utang saya menumpuk karena mesti mengganti sayur-sayuran yang sudah tidak laku,” terang Watini.
Namun menyadari rezekinya dari berdagang itulah, dia terus berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya bersama sang putri. Tak terhitung sudah berapa jauh jarak yang ditempuhnya. Lokasinya berkeliling meliputi wilayah di sekitar Kelurahan Lok Bahu. Dia berkeliling setiap hari, bahkan saat hujan tengah turun mengguyur dengan derasnya.
“Kalau hujan saya pakai mantel plastik. Saya memang setiap hari berjualan. Sayang kalau tidak keliling. Bingung uang untuk jajan anak saya,” tutur perempuan yang pernah sepuluh tahun bekerja di perusahaan kayu ini.
Beruntung Aulia putrinya tidak rewel saat diajak berkeliling. Walaupun putrinya tersebut kerap memperlambat langkahnya karena sering berhenti. Meski setiap hari berkeliling, Watini maupun Aulia jarang menderita sakit. Baru sepekan lalu, Watini terbaring sakit dan tidak bisa berjualan. Selama sepekan, tubuhnya dilanda demam dan tidak bisa berjalan.
“Kalau saya sakit, anak saya juga tidak sekolah. Jadi kemarin itu sudah tidak masuk sekolah selama sepekan,” terangnya.
Dari berkeliling tersebut, pendapatan Watini tidak menentu. Bila banyak pembeli, dia bisa mengumpulkan pendapatan kotor hingga Rp 200 ribu dalam sehari. Namun saat sedang sepi, dapat Rp 80 ribu saja sudah disyukurinya. Dia tidak menghitung pasti berapa laba bersihnya setelah dikurangi semua hak para pedagang. Namun semua keuntungannya habis untuk membayar utang demi bisa bertahan hidup.
“Habis untuk membayar utang pada rentenir. Untuk membayar biaya sewa rumah dan listriknya. Gali lubang tutup lubang,” urai Watini. Beruntung tetangganya memiliki kepedulian terhadap Watini. Beberapa kali dia mendapat bantuan berupa beras untuk makan sehari-hari.
Banyaknya kebutuhan yang mesti dipenuhi membuat langkah Watini belum berhenti usai pulang ke rumah di waktu senja. Melainkan masih bergerak mencari pinjaman kesana-kemari, salah satunya untuk keperluan membuat kuenya sendiri. Memang selain menjajakan jajanan buatan orang lain, Watini juga menjual kue hasil kreasinya sendiri.
“Harapan saya bisa mendapat bantuan modal untuk usaha. Karena kalau pakai modal sendiri bisa lebih untung dalam berjualan,” tandas Watini yang juga mencari nafkah dari cuci piring dan membantu orang hajatan. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post