Aktivitas organisasi membawa Rudiansyah perlahan melangkah menjadi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Keikutsertaannya dalam lembaga penyelenggara pemilu ini rupanya didasari keinginan memberikan aksi nyata terhadap sistem kenegaraan dengan tetap berpihak pada masyarakat.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Sebelum terlibat di KPU, Rudiansyah dikenal aktif sebagai aktivis mahasiswa dan lingkungan. Di kampus, pria yang akrab dipanggil Rudi ini identik dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia sudah menjabat posisi ketua di tahun 1999, tepatnya ketua Komisariat HMI Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
“Dari situ saya dipercaya menjadi Ketua Umum Koordinator Komisariat HMI Unmul tahun 2000-2002. Lalu di tahun 2003-2004, saya jadi Ketua Umum HMI Samarinda. Tahun 2004-2006, saya jadi Ketua Umum Badan Koordinasi HMI Kaltim,” beber Rudi saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group) di ruangannya, Jumat (21/4) kemarin.
Sementara di luar kampus, Rudi aktif dalam organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan. Di awal 2000-an, dia termasuk yang mendirikan Kelompok Pencinta Alam (KPA) Hijau. Dari keaktifannya di KPA Hijau itulah, dia direkrut menjadi relawan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim.
“Saya aktif di Walhi tahun 2000 sampai 2002. Saya menangani divisi kampanye lingkungan hidup Walhi Kaltim,” tambahnya.
Dari kegiatannya sebagai relawan tersebut, Rudi aktif mendampingi masyarakat dalam hal advokasi terkait permasalahan lingkungan hidup. Bahkan dia sempat begitu asyik membela masyarakat hingga sempat melupakan kegiatan kuliahnya. Namun menyadari pentingnya pendidikan, Rudi melanjutkan pendidikannya hingga lulus menyandang titel sarjana ekonomi.
“Selama dua tahun saya sempat tidak kuliah gara-gara keasyikan mendampingi masyarakat. Padahal waktu itu tinggal menyusun skripsi saja. Setelah mendengar nasihat dari keluarga dan teman-teman, akhirnya saya lanjutkan menyelesaikan skripsi,” ungkap Rudi.
Menyudahi aktivitas di Walhi, Rudi lantas menjadi dewan guru di Jaringan Independen Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas (JARI) Kaltim. Aktivitasnya di JARI kala itu mendorong masyarakat untuk mengerti dan aktif memperjuangkan komunitasnya di dalam kebijakan anggaran publik yang terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Komunitas-komunitas yang saya tangani di antaranya komunitas penyandang disabilitas, komunitas petani, komunitas buruh dan pekerja kasar, hingga masyarakat-masyarakat di sekitar tambang,” jelasnya.
Dari aktivitas-aktivitas pembelaan kepada masyarakat itulah, Rudi semakin terlibat dalam berbagai persoalan bertema kebangsaan dan kedaerahan. Termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan proses-proses kebijakan, kepemimpinan dan rekrutmen pimpinan daerah. Hal ini berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu.
“Karena pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk dapat melakukan evaluasi terhadap jabatan kekuasaan. Dalam pemilu pula masyarakat dapat menentukan keberpihakan terhadap figur-figur yang dapat menjamin kepentingan masyarakat dan komunitas-komunitas yang ada di dalamnya,” terang pria kelahiran Samarinda, 39 tahun lalu ini.
Bukan hanya latar belakang itu yang memunculkan ketertarikan Rudi terlibat di pemilu. Melainkan juga berawal dari perkumpulan organisasi-organisasi mahasiswa yang diikutinya saat menjadi Ketua HMI Samarinda.
Dia menceritakan, kala itu organisasi-organisasi mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung di antaranya HMI, PMII, GMNI, PMKRI, dan GMKI, bersama LMND dan KAMMI serta beberapa BEM membentuk aliansi bernama Barisan Koordinasi Organisasi Mahasiswa dan Masyarakat (BKOMM). Aliansi ini kerap melakukan pertemuan dan berkumpul untuk konsolidasi gerakan-gerakan yang lebih mengkritisi kebijakan-kebijakan publik. Baik yang bersifat nasional dan kedaerahan.
“Saat itu sekretariat HMI sering ditunjuk menjadi wadah berkumpul bersama. Dari seringnya sinergi diskusi tersebut, melahirkan pendangan untuk bisa terus terlibat aktif dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Kaltim,” jabar Rudi.
Para aktivis mahasiswa di aliansi itu pun menyadari, diperlukan keterlibatan aktif dalam sistem-sistem yang ada di pemerintahan. Sehingga, apa yang disuarakan para aktivis memiliki bukti nyata dan bukan sekadar retorika.
“Kami menyadari bahwa kami perlu masuk ke dalam sistem-sistem kenegaraan dan berjuang di dalamnya. Tentunya dengan tetap berpirinsip keberpihakan pada masyarakat,” sebutnya.
Dari situ, para aktivis mahasiswa pun terjun dalam sistem-sistem kenegaraan yang ada. Beberapa di antaranya memutuskan masuk ke partai politik (Parpol), baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota legislatif. Sebagian kawan-kawannya ada yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS), sebagian lagi menjadi wiraswasta. Rudi sendiri pada akhirnya lebih memilih masuk di lembaga nonpartisan.
“Meski nonpartisan, tapi masih masuk dalam sistem pemerintahan. Pilihan saya jatuh pada KPU. Walaupun saat itu banyak tawaran dari senior dan relasi untuk bergabung di parpol,” kisah Rudi.
Persoalan pemilu sendiri bukan barang baru bagi Rudi kala itu. Saat masih kuliah, dia sempat menjadi pemantau di Komite Independen Pemantau Pemilu Himpunan Mahasiswa Islam (KIPP-HMI). Tepatnya saat pemilu pertama di era reformasi, tahun 1999. Makanya setelah lulus kuliah, Rudi mencoba peruntungannya dengan mendaftar seleksi KPU Samarinda.
“Saat mendaftar, ijazah sarjana saya belum keluar. Saya pakai ijazah SMA. Waktu itu persyaratannya masih memungkinkan dengan ijazah SMA,” tuturnya.
Dalam proses rekrutmen tersebut, Rudi berhasil masuk sepuluh besar. Namun pada tahapan terakhir, dia hanya masuk enam besar. Padahal untuk menjadi komisioner KPU, mesti masuk lima besar. Sehingga Rudi gagal menjadi anggota atau komisioner KPU dan mesti puas dengan status cadangan.
“Karena peringkat keenam, saya jadi cadangan. Saya menyadari kapasitas dan pengalaman saya yang belum teruji saat itu, sehingga gagal masuk lima besar,” ujarnya.
Nasib baik lantas mendatangi Rudi di tahun 2007. Kala itu Ketua KPU Samarinda Sudiharjo mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komisioner. Sebagai cadangan, praktis Rudi masuk menjadi komisioner KPU Samarinda. Dia menjabat komisioner menyelesaikan sisa masa jabatan yang ada, dari 2007 hingga 2009.
“Itulah awal saya aktif di KPU. Setelah periode berakhir, saya kembali ikut seleksi KPU Samarinda. Kali ini saya masuk lima besar dan meneruskan jabatan saya sebagai komisioner KPU Samarinda,” tandas anak ketiga dari empat bersaudara ini. (bersambung)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post