SAMARINDA – Perumusan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kaltim tentang Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas berlangsung alot. Meski secara garis besar materi dalam raperda ini dianggap telah sesuai sebagaimana tujuan yang diharapkan, ada beberapa poin dalam materi raperda yang masih meninggalkan ketidaksepahaman antara DPRD Kaltim dan Pemprov Kaltim.
Yaitu terkait penerapan sanksi terhadap penyelanggara pendidikan yang melanggar perda ini nantinya. Ini terungkap dalam rapat Komisi IV DPRD Kaltim dengan Pemprov Kaltim, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim, Senin (17/7) kemarin.
Meski belum menemukan titik temu, Ketua Komisi IV Rusman Yakub menyebut perbedaannya tidak terlalu prinsip. Perbedaan yang terjadi terkait pendekatan hukum yang digunakan, bukan dari segi substansi. Yaitu sanksi bagi penyelanggara satuan pendidikan yang tidak menerima penyandang disabilitas sebagai peserta didik dengan alasan disabilitas yang dimiliki.
“Biro Hukum Pemprov berpandangan, sanksi jangan dimasukkan dalam soal administrasi, tapi juga pidana. Kalau konsep kami di DPRD, masuknya pada administrasi dan secara global,” terang Rusman selepas rapat.
Kata dia, penerapan sanksi ini mestinya dimaknai keinginan untuk melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Yang dalam penerapannya tidak bisa terlepas pada dua hal yaitu secara kelembagaan dan secara personal. Harapannya, pada setiap penyelenggara satuan pendidikan, terdapat kode etik atau standard operating procedure (SOP) terkait pemberian layanan pada para penyandang disabilitas.
“Pengenaannya pada penyelenggara dan dalam penyelenggara pendidikan itu sendiri ada kode etik yang mengatur terhadap semua pihak yang ada di dalamnya. Sehingga setiap individu yang ada dalam penyelenggara tersebut tidak semena-mena. Ada SOP yang jadi dasar pijakan,” paparnya.
Adapun yang menjadi persoalan pemprov yaitu pengenaan sanksi administrasi bila dalam penyelenggara pendidikan itu ternyata tidak teralokasi anggaran. Misalnya, ketika suatu penyelenggara pendidikan dikenakan sanksi karena tidak menaati perda, siapa yang bertanggung jawab. Tidak mungkin bila kemudian sekolah ditutup atau para gurunya yang bertanggung jawab semua.
“Menurut saya perbedaan ini lebih pada persoalan teknis. Untuk menyelesaikannya, dua kutub pandangan ini akan kami bawa ke Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) untuk dikonsultasikan,” tambah Rusman.
Politisi PPP ini memaparkan, poin penting dalam pembahasan raperda kemearin yaitu usulan dari PPDI untuk lebih mengakomodasi perlindungan terhadap kaum perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas. Pasalnya, menurut PPDI, selama ini banyak kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas yang tidak terselesaikan.
“Menurut saya hal ini memang sangat mendasar. Pelecehan seksual ini memang fakta riil di lapangan. Pada yang normal saja terjadi, apalagi pada penyandang disabilitas,” urainya.
Karena itu, Komisi IV merasa perlu mengakomodasi keinginan tersebut dalam raperda ini. Usulan ini nanti akan dimasukkan dan menjadi bahan perbaikan dalam raperda yang tengah digodok. Termasuk juga keinginan PPDI yang mengusulkan keberadaan anjungan tunai mandiri (ATM) yang ramah bagi para penyandang disabilitas.
“Pengadaan ATM ini tidak bisa kami intervensi karena merupakan kebijakan korporasi. Oleh larena itu kami ganti, bukan hanya ATM tapi fasilitas penunjang lainnya,” sambung Rusman.
Sementara itu anggota Komisi IV Siti Qomariah mengkritisi saran Kemendagri terkait hak para penyandang disabilitas yang dicantumkan dalam raperda. Dari sekitar 33 hak yang ada di undang-undang, hanya delapan yang disarankan untuk dimasukkan dalam perda. Yaitu hak-hak yang dianggap urgen dan pokok. Karena menyangkut anggaran pemerintah daerah.
“Semestinya tidak hanya delapan, tapi semua hak tersebut masuk dalam raperda tersebut. Sehingga benar-benar memenuhi kebutuhan para penyandang disabilitas,” tandas Qomariah. Selain Rusman dan Siti Qomariah, anggota Komisi IV lainnya yang hadir dalam rapat ini yaitu Yahya Anja, Rita Artaty Barito, dan Syarifah Fatimah Alaidrus. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post