bontangpost.id – Difabel Bontang yang tergabung dalam Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) mendesak DPRD Bontang untuk segera menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda).
Usulan tersebut disampaikan baru-baru ini, kala PPDI Bontang bertandang ke Komisi I DPRD Bontang di Sekretariat Dewan.
Anggota PPDI Bontang Ahmad Akbar Saputra mengatakan minimnya akses kesetaraan dan kesejahteraan yang disediakan pemerintah dalam memenuhi hak difabel melatari adanya desakan tersebut.
Misalnya saja, kurangnya keterlibatan difabel dalam perencanaan tata kota yang menyebabkan banyak infrastruktur yang dibangun pemerintah menjadi seperti tidak berguna. Seperti pemasangan paving block dan guiding block.
Alhasil, fasilitas publik yang seharusnya dinikmati difabel tersebut terkesan mubazir lantaran digunakan sebagai lahan parkir.
Contoh lain ialah, minimnya lowongan pekerjaan di perusahaan Bontang bagi difabel. Sehingga, peluang untuk bersaing dan menjajal kerja sangatlah terbatas di setiap tahunnya.
“Masih banyak lagi hal lain yang hak kami belum terpenuhi,” ujarnya.
Kata Akbar, ada beberapa hal yang ia tekankan agar masuk dalam batang tubuh Perda nantinya. Di antaranya dalam bidang pendidikan, pemberdayaan masyarakat sosial, pembentuakan balai pelatihan kerja hingga mendesak adanya porsi khusus untuk lowongan tenaga kerja di setiap perusahaan.
“Dari kacamata saya, sejauh ini pemenuhan hak kami masih sangat minim. Makanya kami mendorong pemerintah untuk segera membentuk Perda agar akses mendapatkan hak lebih mudah,” urainya.
Menjawab hal itu, Anggota Komisi I DPRD Bontang Abdul Haris mengatakan bahwa ia sangat memahami kondisi difabel Bontang. Usulan pembentukan Raperda telah disetujui. Bahkan, usulan tersebut telah diparipurnakan.
“Sudah kami paripurna. Artinya penyusunan Raperda masuk dalam daftar pembahasan kami,” kata Abdul Haris.
Dikatakan Abdul Haris, pembahasan Raperda bagi difabel akan dimulai awal 2023. Sebab, hadirnya Perda ini dinilai sangat penting bagi kesejahteraan difabel. Saat ini pihaknya tengah menunggu instruksi pimpinan dalam pembentukan tim pansus maupun instruksi lainnya.
“Kita tahu sendiri bagaimana kondisi difabel di Bontang. Beberapa haknya memang belum terakomodasi dengan baik. Makanya kami ingin mempercepat pembahasannya,” sebutnya.
Disinggung soal batasan waktu pembahasan Raperda, Abdul Haris bilang penyusunan Raperda tergantung dari materi yang dibahas. Bila materinya kompleks maka membutuhkan waktu lama sekira satu tahun.
Ia membeberkan untuk menghasilkan naskah akademik dari pakar akademisi harus ada pengusulan lalu pengambilan data. Kemudian dilakukan seminar dan konsultasi. Setelah itu melakukan pembahasan dengan pemkot.
“Tahapannya seperti itu. Berapa lamanya saya tidak bisa memastikan. Itu semua tergantung dari materi muatan dari yang kita bahas. Intinya perlu kajian hukum, sosial dan masyarakat juga. Intinya hal ini menjadi priotitas kami juga,” tutupnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post