SAMARINDA – Peraturan daerah (Raperda) Kaltim tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas bakal terwujud dalam waktu dekat. Pasalnya rancangan perda (raperda) ini telah melalui tahap finalisasi draf yang digelar DPRD Kaltim bersama Pemprov Kaltim dan tim akademis, serta Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim, Senin (30/10) kemarin.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Yaqub menuturkan, finalisasi dilakukan setelah sebelumnya dilakukan uji publik. Sehingga kini tinggal tersisa langkah terakhir yaitu konsultasi dengan kementerian terkait, baik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kementerian Sosial (Kemensos) RI.
“Target kami raperda ini dapat diparipurnakan pada akhir november ini,” ujar Rusman kepada Metro Samarinda.
Sebagaimana pembahasan-pembahasan yang dilakukan sebelumnya, pada tahap finalisasi ini kembali terjadi beberapa perdebatan. Namun begitu Rusman menyebut, perdebatan yang terjadi tidak terlalu krusial. Di antaranya terkait pemilihan redaksional perda agar tidak terjadi perulangan yang tidak perlu.
“Ada perdebatan juga, beberapa hal. Tapi tidak terlalu krusial. Semua yang krusial itu sudah terlewati,” sebutnya.
Rusman menerangkan, dengan adanya perda ini maka ke depan semua fasilitas umum mesti berorientasi memberi ruang dan fasilitas pada penyandang disabilitas. Dalam hal ini, tidak boleh ada diskriminasi terhadap mereka. Karena selama ini banyak gedung pemerintah maupun fasilitas umum yang tidak berorientasi penyandang disabilitas.
“Misalnya ATM-ATM kita atau drivethru, tidak berpihak ke penyandang disabilitas. Di tempat-tempat umum banyak fasilitas yang belum berpihak kepada mereka,” beber Rusman.
Menurutnya, ke depan dengan adanya perda ini, setidaknya para penyandang disabilitas bisa mendapatkan perlindungan terkait hak-hak mereka. Karena untuk pemenuhan hak-hak tersebut, memerlukan waktu dan penyesuaian. Termasuk nanti harus ada rencana induk, pembangunan yang berperspektif penyandang disabilitas.
“Supaya nantinya fasilitas-fasilitas umum kita betul-betul memberi kemudahan kepada mereka,” tambahnya.
Dia menjelaskan, dalam raperda ini tidak mengatur sanksi pidana terhadap pelanggar hak penyandang disabilitas. Karena bila misalnya ada komplain terhadap pelayanan dan lain sebagainya, bisa dilakukan melalui pengadilan umum dan perdata. Kalau misalnya ada unsur pidana seperti pelecehan, maka kaitannya dengan KUHP.
“Jadi sanksi pidana itu tidak perlu diatur lagi dalam perda ini. Yang diatur di sini adalah sanksi administrasi. Bagaimana misalnya ada pihak pemerintah yang dengan sengaja melalaikan penyandang disabilitas. Ini harus kena sanksi administrasi. Karena di muka bumi ini tidak boleh ada diskriminasi, tidak boleh ada warga kelas dua,” urai Rusman.
Selain itu, dalam perda ini akan kembali menegaskan kewajiban pemerintah maupun swasta dalam mengakomodasi tenaga kerja yang berasal dari kalangan penyandang disabilitas. Sebagaimana yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Dalam undang-undang itu menyebutkan bahwa pemerintah daerah wajib mengakomodasi dua persen dari jumlah pegawai yang diterima masuk menjadi PNS. Nah selama ini itu belum dilakukan. Termasuk juga di perusahaan swasta yang kuota untuk penyandang disabilitas harus minimal satu persen,” tegasnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: