SANGATTA – Pelaku kekerasan seksual terhadap anak perlu diberikan pengawasan khusus setelah bebas, agar pelaku tak kembali mengulangi perbuatannya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kutim Mariana mengatakan, tak ada jaminan bahwa ‘predator’ anak tak mengulang perbuataannya saat bebas. Maka dari itu, perlu ditata sistem yang dapat memantau mantan predator, sekaligus memberikan perlingungan kepada masyarakat.
“Setelah bebas dari penjara, sebaiknya predator anak tetap dipantau atau diawasi,” kata Mariana.
Tak sampai di situ, identitas yang terbukti bersalah sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak, juga perlu dibeber pemerintah. Selain bagian dari sanksi sosial, hal tersebut dapat membuat orang tua yang berada di lingkungan tersebut mawas diri.
“Sebagai sanksi sosial, baiknya Pemerintah membuat pengumuman atau berita kalau pelaku akan keluar penjara dan menginfokan keberadaannya,” usul Mariana.
Upaya tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan seksual yang kemungkinan besar akan dilakukan pelaku usai bebas dari balik jeruji penjara.
“Yang perlu dicegah adalah jatuhnya korban yang lain. Karena kita tidak pernah tahu kedepannya, makanya dilakukan langkah pencegahan,” sambung wanita yang baru saja dilantik beberapa pekan lalu tersebut.
Selain itu, pemerintah juga diminta agar melakukan rehabilitasi terhadap sang predator. Sehingga memperkecil kemungkinan pelaku mengulangi perbuatannya.
“Kalau memang dia menyimpang, ya seharusnya direhabilitasi, sehingga tidak mengulangi perbuataannya,” kata dia.
Mariana menuturkan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kutim saat ini dikarenakan turunnya moralitas para pelaku serta kurangnya pengawasan dan pemahaman seks kepada anak usia. Untuk itu LPA Kutim berencana mensosialisikan upaya pencegaha dan pengawasan serta memberikan pengetahuan melalui pendidikan seks usia dini.
Sebagai informasi, kasus kejahatan seksual terhadap anak banyak dipicu pengaruh narkoba dan pornografi. Bahkan, secara nasional, pengaruhnya mencapai 58 persen. Demikian diungkapkan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait saat berkunjung ke Kutim beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, kasus narkoba di Kutim memang memprihatinkan. Hampir tiap pekan, pihak kepolisian membekuk pengedar dan pengguna narkoba. Bukan cuma itu, pelaku kejahatan seksual juga banyak dilakukan oleh orang-orang dekat korban. Mulai lingkungan rumah, sekolah, hingga ruang publik.
Tren kasus kekerasan seksual yang terus meningkat membuat Indonesia berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. “Lingkaran kejahatan seksual sangat mengerikan. Makanya perlu kewaspadaan untuk terus menjaga anak kita. Pengawasan orangtua menjadi salah satu kuncinya,” katanya.
Sementara itu, Bupati Kutim Ismunandar mengatakan, telah mengambil langkah-langkah pencegahan kekerasan terhadap anak. Salah satunya berencana membuat peraturan bupati (perbup) tentang jam malam bagi pelajar. Sayangnya, rencana tersebut gagal terealisasi karena dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Dulu, saya usulkan, tapi di provinsi ditolak. Makanya, saat ini yang bisa dilakukan adalah memberikan imbauan. Mudah-mudahan dengan terbentuknya LPA, kasus kekerasan terhadap anak bisa terus terkikis,” tuturnya.
Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah kasus kekerasan terhadap anak di kawasan pedalaman Kutim. Akses informasi yang sulit membuat kasus ini tak muncul ke permukaan. Beberapa waktu lalu, beberapa pemerhati anak di Kutim sempat mengungkapkan bahwa pendampingan terhadap anak korban kekerasan di pedalaman belum maksimal. (hd)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: