SAMARINDA – Kinerja Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Kaltim dipertanyakan Forum Masyarakat Kaltim yang terdiri dari Sahabat Ombudsman. Hal ini dikarenakan beberapa laporan yang diberikan Sahabat Ombudsman atas dugaan malaadministrasi instansi-instansi pelayanan publik dianggap kurang maksimal ditindaklanjuti oleh ORI Kaltim.
Wahyudin selaku juru bicara forum mengatakan, laporan yang masuk ke ORI Kaltim tak lagi mendapat tindak lanjut yang cepat sebagaimana saat masih diketuai Syarifah Rodiah. Dalam laporan yang diberikannya terkait insentif tenaga honor Samarinda tahun 2016, Wahyudin menyebut belum ada tindak lanjut dari ORI.
“Kami melaporkan ke Ombudsman adanya insentif honorer 2016 yang sampai ini belum dicairkan Pemkot Samarinda. Sementara dana itu dana subsidi dari provinsi. Namun tindak lanjut dari Ombudsman tidak ada,” ungkap Wahyudin yang juga Ketua Forum Honorer Pegawai Tidak Tetap Kaltim dalam konferensi pers, Senin (29/1) kemarin.
Bukannya penyelesaian masalah, ORI Kaltim malah melayangkan surat agar dia melengkapi surat-surat di antaranya surat kuasa. Padahal forum yang dia pimpin merupakan organisasi yang sudah diberikan kepercayaan oleh anggota-anggotanya untuk menangani permasalahan di lapangan.
Menurut Wahyudin, syarat-syarat yang diberikan ORI Kaltim tersebut mempersulit masyarakat untuk melaporkan adanya kejahatan administrasi yang terjadi. Birokrasi pelaporan pun dianggapnya berbelit-belit. Karena dia mesti membuat surat kuasa yang dikuasakan oleh anggota-anggota forum kepadanya.
“Inilah birokrasi yang kami anggap berbelit-belit. Seharusnya dengan adanya laporan dari kami, bisa cepat ditindaklanjuti atau diinvestigasi benar atau tidak laporan dari kami ini,” bebernya.
Imbas belum adanya tindakan dari ORI ini, 11 ribu tenaga honor ditambah PNS di Pemkot Samarinda hingga kini belum menerima insentif tersebut. Padahal guru-guru honor tersebut sudah membuat dan menandatangani surat pertanggungjawaban (SPj) pencairan insentif dimaksud. Wahyudin lantas membandingkan dengan kepemimpinan kepala ORI sebelumnya.
“Beda dengan kepemimpinan terdahulu. (Pemimpin ORI) yang dulu tanpa surat kuasa langsung ditindaklanjuti. Dulu banyak kasus yang dilaporkan yang sigap ditangani ORI. Terutama masalah tenaga honor K-2,” tambah Wahyudin.
Hal senada diungkapkan Agus Laksito, anggota Sahabat Ombudsman lainnya. Dia mengaku pernah memberikan laporan dugaan pungutan liar (pungli) di salah satu instansi publik. Dalam waktu 30 hari setelah masuk, laporan ini mestinya sudah ditindaklanjuti. Namun hingga lebih satu bulan, dugaan pungli tersebut belum juga diproses.
Ketika Agus menanyakan terkait progres laporan yang diberikannya, ORI Kaltim malah memintanya melengkapi dokumen persyaratan formal, meliputi surat kuasa. Padahal laporan yang diberikannya bukan bersifat delik aduan, melainkan delik khusus.
“Saya mengadukan dugaan pungli di salah satu instansi publik. Tapi para asisten tidak tahu itu delik aduan atau delik umum, sehingga saya harus meminta kuasa kepada si pelaku pungli,” tutur Agus.
Menurut dia, terasa naif bila penyelesaian kasus di Ombudsman mengharuskan adanya surat kuasa tanpa melihat jenis delik pelaporannya. Karena untuk delik umum, sejatinya harus segera ditindaklanjuti tanpa mengharuskan adaya surat kuasa. Menariknya permintaan Ombudsman untuk melengkapi surat-surat formal tersebut didapatkannya setelah tiga bulan memberikan laporan.
“Penyelesaian laporan di Ombudsman ini maksimal satu bulan. Tapi ternyata saya baru dapat surat untuk melengkapi dokumen setelah tiga bulan kemudian. Yaitu saat saya menanyakan progres laporan yang saya berikan,” beber Agus yang berasal dari Jaringan Pendamping Kebijakan Pemerintahan (JPKP) Balikpapan.
Agus mengklaim, sejatinya banyak rekannya yang mengeluhkan pelayanan ORI Kaltim dalam menangani laporan-laporan yang diberikan. Malahan ada anggapan bahwa ORI Kaltim hanya bergerak dalam laporan-laporan tertentu saja yang dianggap menguntungkan. Padahal, sudah menjadi kewajiban ORI untuk melakukan investigasi terkait laporan-laporan tersebut.
Untuk itu pihaknya telah berkirim surat petisi yang ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo dan ditembuskan ke berbagai pihak. Meliputi Ketua ORI pusat, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, hingga ke Ombudsman Internasional.
Dalam surat tersebut terdapat tujuh poin permohonan kepada presiden. Salah satunya menyelesaikan permasalahan yang ada di Lembaga ORI Pusat dan kantor perwakilan di daerah, serta mengembalikan ORI kepada marwah dan tujuan pembentukannya.
“Dengar perbaikan-perbaikan pada sistem, manajemen, dan peraturan perundangan yang mengikutinya,” terang Agus.
Sahabat Ombudsman dalam surat tersebut juga meminta presiden dapat membentuk komite etik ORI yang berasal dari kalangan independen dan profesional untuk peningkatan kinerja Ombudsman RI dalam mengawal pelayanan publik yang ada.
Pun begitu, presiden diminta mengevaluasi standar operasional prosedur (SOP) para asisten ORI dan instruksi kerja turunannya dalam hal sumber daya manusia, penganggaran dan kinerja. “Kami mengevaluasi kinerjanya (ORI Kaltim) dan SOP-nya,” tandasnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: