BONTANG – Lagi-lagi obat produksi PT Pharos Indonesia ditarik dari pasaran. Setelah sebelumnya Viostin DS yang diketahui mengandung DNA babi, kini giliran Albotyhl dibekukan izin edarnya akibat kandungan Policresulen, dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat 36 persen, dapat membahayakan jikalau tanpa proses pengenceran.
Kepala Seksi Kefarmasian, Alat Kesehatan, Sarana dan Prasarana Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Diskes–KB) drg Asiah mengatakan, dalam waktu dekat bakal mengirimkan surat untuk toko obat dan apotek yang ada di Bontang .“Agar Albothyl dikemas dan tidak boleh lagi dijual,” kata drg Asiah saat dihubungi Bontang Post, Jumat (16/2).
Selanjutnya, langkah supervisi ke lapangan akan diterapkan setelah surat menyebar. Hal ini berfungsi untuk mengetahui apakah instruksi yang tertera dalam surat sudah dilaksanakan oleh pihak toko obat dan apotek. Jika melanggar maka sanksi berbentuk peringatan bakal diberikan.
“Kalau sudah lebih sebulan surat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menarik Albothyl tapi belum diindahkan maka diberikan peringatan keras,” tambahnya.
Sementara itu, BPOM merilis di lamannya www.pom.go.id supaya PT Pharos Indonesia menarik peradaran produk Albothyl. Mengingat dalam kurun waktu dua tahun terakhir, BPOM menerima 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping obat Albothyl untuk pengobatan sariawan.
“Di antaranya efek samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan infeksi,” tulis laman tersebut.
Di samping itu, BPOM RI bersama ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosiasi profesi terkait telah melakukan pengkajian aspek keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat. Diputuskan tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptic, pada saat pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi).
Penarikan produk selambat-lambatnya satu bulan sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Pembekuan Izin Edar. Pembekuan izin edar ini berlaku hingga adanya perbaikan indikasi yang diajukan oleh produsen mendapat persetujuan.
BPOM menyarankan bagi masyarakat yang terbiasa menggunakan obat ini untuk mengatasi sariawan, dapat menggunakan obat pilihan lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1%, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C. “Bila sakit berlanjut, masyarakat agar berkonsultasi dengan dokter atau apoteker di sarana pelayanan kesehatan terdekat,” tambahnya.
Keluhan terkait efek samping penggunaan obat dengan kandungan policresulen atau penggunaan obat lainnya, dapat melaporkan kepada BPOM RI melalui website www.e-meso.pom.go.id. Selain itu, BPOM mengajak masyarakat selalu membaca informasi yang terdapat pada kemasan obat sebelum digunakan, dan menyimpan obat tersebut dengan benar sesuai yang tertera pada kemasan.
“Ingat selalu cek kemasan, informasi pada label, izin edar, dan kedaluwarsa. Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terprovokasi isu-isu terkait obat dan makanan yang beredar melalui media sosial,” tutupnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: