Penindakan pelanggaran kampanye oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dirasakan akan cukup sulit dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim. Salah satunya, masih banyaknya tim pemenangan paslon yang membandel dalam pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang di luar ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim.
Terbukti, sejak keran perhelatan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim dibuka KPU Januari lalu, masih banyak ditemukan APK ilegal yang bertebaran di setiap kabupaten/kota. Bahkan dari data Bawaslu Kaltim tanggal 24 Februari 2018, ada 3.211 APK ilegal yang sedang dalam proses penertiban.
Ketua Bawaslu Kaltim, Saipul mengatakan, dirinya sudah berulang kali mengingatkan dalam berbagai pertemuan antara penyelenggara pemilu dan peserta pemilu, agar APK ilegal segera dilepas sebelum memasuki masa kampanye.
Menurut dia, peringatan tidak hanya dilayangkan secara lisan. Namun juga disertai dengan peringatan administratif. Jika mengacu pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah, sanksi yang diberikan hanya berbentuk teguran secara administratif.
“Aturannya memang begitu. Peringatan berkali-kali sudah dilakukan. Tetapi memang ini kembali lagi pada pasangan calon (paslon) dan tim suksesnya, apakah memiliki kesadaran atau tidak untuk melepas sendiri APK itu,” kata Saipul, Minggu (25/2) kemarin.
Ia menjelaskan, bila merujuk pada pasal 75, ayat 1 dan 2, PKPU Nomor 4 Tahun 2017, Bawaslu hanya boleh memberikan sanksi tertulis dan penurunan secara paksa setiap APK ilegal yang dipasang paslon dan tim suksesnya.
“Di pasal 75, ayat 1, hurub (b) disebutkan, setelah peringatan secara tertulis, Bawaslu berhak memberikan peringatan 1×24 jam. Peringatan sesuai saran aturan itu sudah kami layangkan pada empat paslon,” ucapnya.
Saipul menyesalkan, longgarnya sanksi yang diberikan terhadap paslon dan tim suksesnya terkait pemasangan APK ilegal. Pasalnya, hal itu berimbas pada minimnya ketaatan peserta pemilu dalam menjalankan perintah Bawaslu.
“Kebanyakan dari mereka hanya menerima surat peringatan itu. Setelah itu tidak banyak yang menindak lanjut. Saya pikir ini karena sanksi yang diberikan tidak memberikan efek jera. Sanksi paling tinggi hanya penurunan secara paksa, tidak lebih dari itu,” katanya.
Ke depan, hal tersebut jadi pelajaran bagi Bawaslu, agar paslon dan tim sukses yang memasang APK ilegal diberikan sanksi berat. “Kalau bisa paslon yang melanggar didiskualifikasi dari pemilu. Supaya mereka taat terhadap aturan pemilu,” tegasnya.
Selain itu, salah satu persoalan klasik yang menyebabkan APK lamban ditertibkan karena anggaran yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sangat minim. Karenanya, dalam setiap penertiban APK ilegal, Satpol PP tidak menurunkan personel dalam jumlah besar.
“Padahal yang mempunyai tugas khusus untuk menurunkan APK ilegal itu hanya Satpol PP. Karena mereka perpanjangan tangan dari pemerintah daerah. Tetapi masalah anggaran ini yang jadi alasan mereka,” ucapnya.
Selain itu, khusus Satpol PP Samarinda hanya memiliki satu unit mobil scene. Mobil yang digunakan untuk menurunkan APK yang dipasang di ketinggian tertentu tersebut tidak cukup untuk menertibkan ratusan APK yang tersebar di Kota Tepian.
“Semua serba terbatas, padahal Panwas di kabupaten/kota sudah berkoordinasi dengan Satpol PP sejak bulan Januari 2018. Agar Satpol PP segera melakukan pembersihan APK ilegal ini,” katanya. (*/um/drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: