Beragam faktor ikut mempengaruhi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilih alias golput dalam penyelenggaraan Pemilu. Mulai dari kekecewaan terhadap proses demokrasi tersebut, hingga karena alasan ideologis.
—————–
Seorang warga berinisial RZ mengatakan, memilih golput lantaran merasa bosan dengan janji-janji manis yang diungkapkan oleh pasangan calon (paslon) pada pemilu-pemilu sebelumnya.
“Dulu saya pernah dijanjikan ini dan itu. Tapi kenyataannya ketika dia jadi (terpilih, Red.) janji-janji itu tidak ditepati. Padahal saat kampanye, saya ini orang yang ikut mempromosikan calon tersebut ke masyarakat. Sekarang saya malas sudah dengan yang namanya politik,” ujar RZ.
Hal berbeda diungkapkan ibu rumah tangga berinisial SN yang merasa tidak ada perubahan yang berarti dalam kehidupannya sekalipun sudah memberikan suara. Ibu dua anak ini menilai, datang ke TPS saat pemungutan suara hanya membuang-buang waktu.
“Paling kalau mereka terpilih juga tidak ingat sama kami rakyat kecil. Jadi buat apa dipilih. Mending saya di rumah saja memasak dan menjaga anak,” beber SN.
Selain karena sikap pesimistis, alasan ideologis juga membuat seseorang menolak memberikan suaranya dalam pemilu. Ali salah satunya, warga Bontang ini mantap memutuskan untuk tidak memberikan suaranya dalam setiap bentuk pemilu yang digelar. Baik pileg, pilpres, maupun pilkada, termasuk pilgub yang akan datang.
Ali berujar, dia tidak mencoblos lantaran menurutnya sistem demokrasi yang ada saat ini bertentangan dengan keyakinan agama yang dia pahami. “Agama saya tidak hanya mewajibkan memilih pemimpin yang seiman. Tapi dalam kepemimpinannya juga harus memakai cara-cara sesuai agama,” kilah Ali.
Meski sejumlah pihak ada yang menyatakan akan golput, antusiasme untuk memberikan suara nyatanya terus bermunculan di kalangan masyarakat. Salah satunya dari kalangan penyandang disabilitas. Rizky, salah seorang tunarungu di Bontang malahan giat mengampanyekan Pilgub Kaltim 2018 di kalangan komunitasnya. Dia tergabung dalam Relawan Demokrasi di KPU Bontang.
Tak banyak harapan digantungkan Rizky untuk bakal pemimpin mendatang. Sebagaimana rakyat Bumi Etam lainnya, lajang yang bekerja membuat sablon kaus dan gelas ini menginginkan pembangunan Kaltim yang lebih baik. Namun sebagaimana penyandang disabilitas yang kerap termarjinalkan, Rizky memiliki harapan khusus.
“Yang pasti gubernur nanti yang bisa mengangkat derajat teman-teman ABK (anak berkebutuhan khusus, Red.). Rizky berharap kalau bisa gubernurnya jangan menganggap remeh ABK,” ungkap Rizky melalui bahasa isyarat.
Sementara itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bontang mengimbau masyarakat untuk tidak golput melainkan tetap menggunakan hak pilihnya. Ketua MUI Bontang, Imam Hambali menuturkan, sekalipun belum ada fatwa yang tegas melarang golput, namun pihaknya tetap menganjurkan masyarakat yang memiliki hak pilih untuk memberikan suaranya.
Pasalnya, jika masyarakat tidak menggunakan hak pilih dengan baik, sama saja membiarkan dirinya dipimpin siapapun dan menyetujui hal tersebut. Ibarat perempuan yang mendapat tawaran untuk menikah lantas diam, artinya memberikan persetujuan. “Misal yang terpilih nanti orang jahat, berarti ya setuju saja dipimpin orang jahat,” sebut Imam.
Diakui, isu pemimpin muslim memang tengah hangat beredar di kalangan umat Islam sebagai pemeluk agama terbesar. Beruntung hal ini dimiliki empat paslon yang bertarung dalam Pilgub Kaltim 2018. Yang membedakan kini hanya partai dan golongan yang menjadi latar belakang masing-masing paslon.
“Imbauan MUI, setiap orang yang sudah memenuhi syarat wajib memilih, maka gunakan hak pilih dalam pilkada atau pemilu yang akan datang,” pungkasnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post