Catatan Lukman Maulana, Redaktur Bontang Post
ASIAN Games 2018 yang kali ini bertempat di Indonesia bakal resmi ditutup malam nanti. Sederet kisah manis sekaligus pahit perjuangan para atlet dan tim olahraga dari berbagai negara Asia, termasuk tuan rumah Indonesia telah tersaji, tercatat dalam perjuangan meraih pundi-pundi medali. Entah itu kisah-kisah sengitnya persaingan menjadi yang terbaik, maupun kisah-kisah luar arena yang tercium media dan masyarakat luas.
Sebagai sebuah event olahraga, tak jarang Asian Games dan kegiatan sejenis menjadi ajang menjalin persahabatan antar negara pesertanya. Pun demikian, melalui sportivitas yang terus dijunjung, persahabatan itu kerap tampak di arena. Sehingga meski berformat kompetisi, nyatanya Asian Games memiliki tujuan lain di luar sekadar memburu medali.
Berbagai momen sportivitas dan penuh persahabatan tersaji dalam pesta olahraga empat tahun sekali ini. Salah satu yang paling ramai dipebincangkan belakangan, adalah apa yang tersaji dalam final Pencak Silat putra nomor 55-60 kilogram, Rabu (29/8) lalu. Bukan momen keberhasilan pesilat Indonesia, Hanifan Yudani Kusumah meraih emas yang menjadi sorotan dalam laga di Padepokan Pencak Silat TMII itu. Melainkan apa yang terjadi setelahnya, ketika sang pesilat keluar arena.
Ya, kegembiraan yang dirasakan Hanifan nyatanya tak dirayakannya sendiri. Dengan sangat girang, Hanifan berlari menuju tribun penonton, tepatnya ke barisan para pejabat negara yang hadir di situ. Setelah menyalami beberapa pejabat, akhirnya langkah Hanifan tiba di depan sosok Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), yang dalam final tersebut hadir langsung menyaksikan perjuangan Hanifan.
Kalau hanya Jokowi yang ada di sana, itu bukan berita baru. Pasalnya pada momen-momen krusial medali emas sebelumnya, Jokowi juga kerap menampakkan diri memberikan dukungan kepada para atlet Indonesia. Namun kehadiran sosok Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di samping Jokowi-lah yang menjadi warna baru dalam kehadiran sang presiden.
Pasalnya, sang Ketua Umum PB IPSI tak lain dan tak bukan adalah Prabowo Subianto, rival Jokowi dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu serta bakal rival di ajang yang sama 2019 mendatang. Dalam kesempatan itu, Jokowi dan Prabowo duduk berdampingan memberikan dukungan bagi para pesilat Indonesia, khususnya Hanifan. Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI, sementara Prabowo dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PB IPSI.
Memang sebuah momen yang sangat menarik melihat keduanya duduk bersanding dalam suatu kesempatan. Tentu siapa pun yang melihat “kemesraan” tersebut, bakal langsung terpikir rivalitas politik yang belum berhenti. Khususnya bagi para pendukung masing-masing tokoh itu. Namun tidak demikian dengan Hanifan. Menyadari dua nama besar di Indonesia saat ini berada tepat di depannya, pemuda 19 tahun itu rupanya melakukan hal yang berbeda yang akan membuat masyarakat Indonesia bangga.
Bukannya sekadar menyalami serta memeluk Jokowi dan Prabowo bergantian, Hanifan melakukan hal yang tak terduga. Secara mengejutkan Hanifan yang masih membawa bendera merah putih di bahunya menyatukan tangan Prabowo dan Jokowi, membuat keduanya berdekatan. Lantas, dengan mengejutkan Hanifan merangkul kedua rival politik tersebut bersamaan. Terjadilah momen indah yang masih dibicarakan sampai saat ini, Jokowi dan Prabowo berpelukan di Asian Games 2018.
Ya, panasnya rivalitas kedua politisi tersebut seakan lenyap begitu saja di dalam rangkulan Hanifan. Walaupun bukan hal yang direncanakan, namun menunjukkan betapa politik dapat melebur begitu bersahabat dalam kaitan dengan kebanggaan negara. Berbagai pihak pun memberikan apresiasi terhadap “insiden” penuh perdamaian tersebut. Momen itu dianggap memberikan kedamaian dan kesejukan di tengah tensi politik yang memanas usai konfrontasi antara kubu pendukung masing-masing.
Usut punya usut, ide yang terbersit di benak Hanifan itu sengaja dilakukannya demi melihat persatuan di kalangan pemimpin. Sebagai sosok pesilat yang mengamalkan nilai-nilai keluhuran persaudaraan dan persatuan sebagaimana yang diajarkan dalam pencak silat, Hanifan mengaku ingin menciptakan perdamaian melalui aksi spontanitasnya tersebut. Dia menyatakan risih dengan konflik dan atmosfer politik yang belakangan kerap menghiasi media sosial.
Tentu apa yang dilakukan Hanifan ini layak diapresiasi. Pun dengan sikap Jokowi dan Prabowo yang keduanya menyatu, berangkulan dengan disaksikan jutaan pasang mata rakyat Indonesia, mengesampingkan egonya masing-masing. Apa yang dilakukan Hanifan, serta Jokowi dan Prabowo, bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia secara luas. Bahwa di tengah kondisi negara yang rentan perpecahan seperti sekarang ini, masih ada pemuda yang peduli untuk menjaga persatuan bangsanya.
Di tengah panasnya suhu politik penuh persaingan jelang Pemilu 2019, para kandidat tak melupakan persahabatan, persaudaraan sebagai sesama warga negara Indonesia yang punya andil dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan negara. Jokowi dan Prabowo, keduanya larut-larut saja saat ditarik salah seorang pemuda penerus bangsa untuk saling berangkulan, sebuah gesture perdamaian yang telah diterima masyarakat dunia secara universal.
Jelaslah teladan ini mestinya ditiru oleh masyarakat Indonesia lainnya. Khususnya para pendukung masing-masing tokoh yang akan berlaga di pilpres tahun depan. Dalam hal ini, sikap perdamaian dan persatuan mesti ditunjukkan biarpun pandangan dan pilihan politik berbeda. Yaitu dengan tidak saling sindir, tidak saling hujat, tidak saling hina, dan tentu saja tidak saling pukul.
Pilihan politik berbeda itu wajar, namun persatuan harus tetap diutamakan. Bahkan menurut saya, masyarakat Indonesia semestinya sudah paripurna terkait perbedaan ini. Karena sejak saman dahulu kala, sejak negara ini dibentuk pula, perbedaan telah lekat dengan masyarakat Indonesia. Mulai dari perbedaan suku, ras, hingga agama. Namun perbedaan itu justru yang menjadi alat pemersatu yang semestinya bisa terus dipertahankan hingga saat ini.
Tapi yang terjadi dewasa ini tak demikian. Karena perbedaan pilihan politik, oknum pendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden bisa dengan mudahnya melakukan persekusi kepada pendukung pasangan yang berseberangan. Kekerasan hingga tudingan makar mengemuka dengan derasnya tanpa tedeng aling-aling. Jelas merupakan perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan sila ketiga Pancasila sebagi dasar negara.
Tentu perilaku-perilaku ini cukup mengherankan terjadi di masa sekarang. Apalagi bila melihat fakta pemerintah telah membentuk lembaga khusus demi mengawal pengalaman Pancasila. Semestinya perilaku-perilaku radikal, intoleran, dan tidak sesuai Pancasila seperti itu sudah tidak ada lagi di tanah air.
Maka, apa yang dilakukan Hanifan serta Jokowi dan Prabowo, seakan menjadi pengingat kembali bagi masyarakat Indonesia. Agar kembali mengutamakan persatuan dan kesatuan, perdamaian, persaudaraan, persahabatan, di antara sesama anak bangsa. Jangan lagi ada upaya permusuhan, adu domba, dan ketidakadilan.
Sebagai olahraga bela diri asli Indonesia, pencak silat telah membuktikan mampu mempersatukan masyarakat Indonesia. Baik dalam momen Jokowi-Prabowo kemarin, maupun dalam keseharian olahraga yang akrab dengan seragam hitam ini. Bagaimana tidak, dengan begitu banyaknya aliran yang dimiliki pencak silat, semuanya dapat bersatu dan secara bersama-sama berjuang demi Indonesia di ajang Asian Games 2018.
Terbukti, Indonesia sukses menjadi juara umum di cabang olahraga Pencak Silat. Dengan perolehan 14 medali emas, pencak silat menjadi cabang penyumbang emas terbanyak untuk Indonesia. Sebuah prestasi membanggakan yang memang harus diraih mengingat olahraga ini merupakan olahraga asli dan kebanggaan Indonesia. Kan malu kalau sampai gelar juara-juaranya diklaim sama negara luar. Apa kata dunia?
Maka menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, bagaimana agar persatuan dan kesatuan Indonesia yang akrab dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dapat terus dipertahankan. Di satu sisi, bagaimana peran pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat efektif dalam memasyarakatkan pencak silat, agar bisa semakin kokoh, semakin dikenal, dan semakin menyatukan Indonesia. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post