SAMARINDA – Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Hutan Raya (Tahura), Rusmadi tak terima dirinya dituding terlibat dalam pusaran tambang ilegal. Karenanya, dia meminta anggota dewan mengajukan bukti atas dugaan keterlibatan dirinya di tambang ilegal yang telah terungkap selama tiga kali berturut-turut di 2018 tersebut.
Kata dia, apabila anggota DPRD Kaltim yang telah menudingnya tidak dapat membuktikan dengan data dan fakta, maka dirinya tak segan mengajukan tuntutan di meja hijau.
“Saya tuntut balik itu. Saya tidak pernah terlibat dan melakukan pembiaran tambang ilegal di Tahura. Saya baru saja dilantik pada Mei 2018 kemarin,” tegasnya, Selasa (9/10) kemarin.
Sebelum menuding dirinya terlibat dalam kasus tersebut, dia meminta terlebih dulu ada bukti yang akurat. Pasalnya, informasi tambang ilegal di Tahura baru didapatkannya setelah ada penangkapan dari kepolisian, TNI, dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Kaltim.
“Kalau masuk ke dalam itu, kenapa tidak sama-sama dengan kami? Jadi bisa saling membantu. Supaya kita tahu siapa yang bermain di situ. Susah kalau saling menuding tanpa bukti,” ucapnya.
Karena itu, dia menegaskan tidak pernah terlibat dalam kasus tersebut. Soal personel atau pejabat UPTD Tahura lainnya, Rusmadi belum dapat memastikannya. Apabila ada pejabat di bawah kepemimpinannya yang terbukti terlibat, maka dirinya menyerahkan pada aparat hukum untuk memprosesnya.
“Saya akan cari informasinya siapa yang bermain di situ. Karena susah kalau tidak pernah tangkap tangan. Kalau saya menyebut si A atau B terlibat, takutnya dituntut balik orang,” sebutnya.
Rusmadi membenarkan kelemahan pengawasan di Tahura. Sebab wilayah yang luas tak disertai dengan ketersediaan jumlah polisi kehutanan (polhut). Sejauh ini, UPTD Tahura hanya memiliki 30 orang personel polhut.
Sedangkan wilayah Tahura yang harus diawasi lebih kurang seluas 61.850 hektare. Jika disesuikan dengan luas lahan dan polhut, maka jumlah tersebut berbanding jauh dengan tugas yang dibebankan.
“Karena itu saya sedang mengusahakan untuk mengajukan penambahan polhut dari Kementerian Kehutanan. Saya juga sedang merancang bagaimana Tahura ini bisa aman dan bebas dari tambang ilegal,” katanya.
Idealnya, jumlah polhut yang mesti ditugaskan di Tahura sebanyak 60 hingga 70 personel. Pasalnya, para polhut itu harus mengawasi dan memastikan keamanan wilayah Tahura yang terbentang di Kecamatan Loa Janan, Samboja, dan Balikpapan.
Masalah lain yang dihadapi yakni anggaran yang dialokasikan untuk Tahura tergolong minim. Tahun 2018 pihaknya hanya mendapatkan anggaran senilai Rp 300 juta.
“Itu hanya cukup untuk bayar air minum dan listrik. Belum dihitung operasional petugas setiap kali melakukan pengawasan dan peninjauan di lapangan. Itu tidak sedikit dana yang dibutuhkan. Tetapi kami tidak berkecil hati. Itulah risiko tugas,” tutupnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu menduga terdapat oknum pejabat yang ikut memuluskan penambangan ilegal di Tahura. Karenanya, dia meminta Pemprov Kaltim mengevaluasi kinerja Kepala UPTD Tahura.
“Kok tambang itu masih ada terus di dalam itu? Dia harusnya memberikan progres (pengawasan, Red.) itu. Apa sih yang dia lakukan selaku Kepala UPTD Tahura? Harusnya kalau ada (tambang ilegal, Red.) di situ, dia melapor. Ketakutan saya, jangan-jangan dia pemain juga,” sebutnya, Senin (8/10) lalu. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post