SAMARINDA – Pemerintah pusat telah memberikan tenggat waktu hingga 1 November 2018 pada seluruh provinsi di Indonesia. Untuk menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2019. Karenanya, Dewan Pengupahan Kaltim telah melakukan pertemuan dengan asosiasi buruh. Hal itu dilakukan untuk mencari titik temu upah yang layak untuk buruh.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Abu Helmi mengatakan, pemerintah akan mengikuti instruksi pemerintah pusat tersebut. Artinya pada awal bulan depan, pihaknya akan menetapkan UMP Kaltim.
Dirinya belum dapat memastikan besaran upah tersebut. Hasil kesepakatan dengan Dewan Pengupahan telah berada di tangan Gubernur Kaltim Isran Noor. Setelah diteken, pihaknya akan menginformasikan pada publik.
“Sekarang belum ditetapkan oleh Bapak Gubernur dalam bentuk SK (surat keputusan, Red.) gubernur. Soal kenaikan UMP, saya belum bisa berkomentar. Nanti diumumkan oleh Bapak Gubernur,” ucapnya, Senin (22/10) kemarin.
Gubernur Kaltim, Isran Noor mengatakan, upah buruh telah ditetapkan bersama Dewan Pengupahan. Besaran UMP disepakati senilai Rp 2,8 juta. Dalam waktu dekat, dirinya akan segera meneken dokumen upah tersebut.
“Setelah saya teken, barulah masing-masing sektor akan mengatur pengupahannya. Itu kan sebagai dasar pengupahan regional. Masing-masing sektor belum (ditetapkan, Red.),” jelasnya.
Selanjutnya akan dilakukan klasifikasi upah di setiap perusahaan. Langkah tersebut diambil karena setiap perusahaan mesti menetapkan besaran upah yang berbeda-beda.
“Nanti akan ditetapkan upah buruh di toko, perusahaan tambang, dan kebun. Itu yang ditetapkan nilai UMP. Bisa saja lebih dari itu. Yang penting jangan kurang dari itu. Kalau tidak dilaksanakan, ya ada sanksinya,” imbuh Isran.
Terkait usulan dari asosiasi buruh yang menginginkan UMP sebesar Rp 3 juta, Isran mengatakan, besaran upah tersebut sudah dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi Kaltim.
“Karena pertumbuhan ekonomi kita turun. Tidak diukur dari pertumbuhan ekonomi nasional. Kalau berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional, kondisi seperti itu memberatkan pengusaha daerah,” jelasnya.
Ke depan, usulan tersebut memungkinkan untuk dipenuhi apabila pertumbuhan ekonomi Benua Etam mencapai 5 persen. Dia menargetkan pada 2019 peningkatan ekonomi dapat bertengger di angka 4 persen hingga 5 persen.
“Elastisitasnya pasti ada. Kalau Kaltim, saya kira semua sektor masih memungkinkan untuk lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi sekarang 3 persen. Ke depan bisa lebih tinggi,” ucapnya.
Ketua Serikat Buruh Borneo Indonesia (SBBI) Kaltim, Nason Nadeak mengatakan, penetapan peningkatan gaji buruh yang dilakukan pemerintah pusat belum memperhatikan kebutuhan setiap pekerja di Indonesia.
“Penetapan UMP itu seharusnya berdasarkan hasil survei. Pemerintah membentuk tim yang menyurvei harga-harga di kabupaten/kota. Dasar patokannya untuk satu orang karyawan bujangan. Jadi enggak pakai rumus. Setelah survei itu, maka sampailah pada kebutuhan layak buruh,” terangnya.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub menyerahkan usulan UMP pada Dewan Pengupahan. Dia meyakini usulan dari beragam elemen itu dapat diterima buruh di Kaltim.
“Apa yang diputuskan Dewan Pengupahan, saya kira itulah yang terbaik. Memang pasti terjadi dua kutub yang berbeda. Perusahaan ingin upah buruh lebih rendah. Sementara buruh meminta upah yang tinggi,” katanya.
Di tengah perbedaan usulan UMP itu, dia menyarankan pemerintah mengambil kebijakan yang tidak mengecewakan buruh atau pengusaha. Sebab keduanya saling membutuhkan dalam menggerakkan perusahaan.
“Pengusaha tidak akan dapat menjalankan perusahaan tanpa tenaga kerja. Sedangkan tenaga kerja tidak akan bisa bekerja tanpa pengusaha. Sehingga asas keseimbangan ini perlu dijaga,” sarannya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post