SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim berencana memanggil Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Kaltim Wahyu Widhi Heranata. Pemanggilan bertujuan mempertanyakan pada pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) tersebut tentang perkembangan penutupan lubang tambang batu bara.
Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Agus Suwandi mengatakan, pemanggilan akan dilakukan dalam waktu dekat. Pihaknya bakal menyesuaikan terlebih dulu jadwal kegiatan di Gedung Karang Paci.
“Sekarang ini masih pertemuan dengan Dinas Perhubungan. Tanggal 13 November ini pertemuan masalah bandara. Setelah itu akan ada pemanggilan,” sebutnya, Senin (12/11) kemarin.
Kata Agus, titik tekan yang akan disampaikan pada Dinas ESDM yakni meminta pemerintah daerah agar tidak tebang pilih memberikan sanksi pada perusahaan yang lalai melakukan reklamasi dan pascatambang.
“Kalau perlu, bagi perusahaan yang melakukan kelalaian, (ajukan saja sebagai pelanggaran, Red.) pidana. Itu yang akan saya minta. Kalau ada perusahaan yang tidak menjalankan itu, cabut saja sementara izinnya,” saran dia.
Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu menyebut, peraturan pemerintah dan peraturan kementerian telah menjelaskan secara teknis. Bahwa perusahaan memiliki kewajiban melakukan reklamasi dan pascatambang.
Setelah perusahaan menggali dan mengambil batu bara, kewajiban selanjutnya adalah menutup lubang tersebut. Caranya jika perusahaan membuat lubang baru, maka bekas tambang sebelumnya mesti ditutup.
Hal itu menjawab pernyataan Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi Heranata yang menyebut, tidak ada undang-undang dan peraturan yang mewajibkan perusahaan menutup lubang tambang.
“Enak betul dong mereka membuka lubang tambang. Siapa yang akan menutup? Apakah pakai dana jaminan reklamasi? Dana reklamasi itu beda pemakaiannya,” jelasnya.
Agus memperingatkan agar setiap kepala dinas berhati-hati menyampaikan pernyataan di publik. Alasannya, pernyataan itu dapat melukai hati keluarga korban yang meninggal di lubang tambang.
“Enggak boleh juga dibilang itu bukan kewajiban perusahaan. Dalam aturannya (lubang tambang harus ditutup perushaan, Red.) begitu. Dalam teknis menambang loh ya. Tersisa satu atau dua kolam itu biasa. Tetapi setiap perusahaan punya lubang lebih dari sepuluh, itu bukan hal biasa,” ucapnya.
Agus tidak sependapat jika tidak ditutupnya lubang tambang karena air di lubang itu digunakan untuk pengairan sawah dan kebun di musim kemarau. Pasalnya, tidak semua bekas tambang dimanfaatkan warga.
“Ada beberapa lubang yang dimanfaatkan. Tetapi itu harus jelas. Tidak bisa digeneralisasi bahwa itu bagian dari pengairan masyarakat. Contohnya di Sambutan. Itu ada dimanfaatkan. Tetapi tidak semua,” jelas dia.
Agus berpendapat, sudah selayaknya lubang tambang ditutup oleh perusahaan. Apabila pemanfaatan air di bekas tambang dijadikan alasan, maka berpotensi menjadi pembenaran bagi perusahaan tambang batu bara.
“Kalau dijadikan pembenaran, salah juga. Ada yang direkomendasikan tidak ditutup. Tetapi tidak semua. Kalau di situ tidak ada lahan untuk pertanian, lalu itu untuk apa?” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post