BALIKPAPAN- Jatuhnya sektor tambang baru bara di Bumi Etam lima tahun silam masih membekas. Ini terlihat dari angka pengangguran di Kaltim yang masuk 10 besar di Indonesia.
Gubernur Kaltim Isran Noor mengakui, efek batu bara anjlok masih sangat terasa di daerah. Utamanya karena banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). “Kami sekarang harus ekstra kerja keras menekan jumlah pengangguran,” ujarnya di sela Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan Regional II, di Balikpapan, Senin (11/3).
Dirinya juga tak bisa menutupi bahwa lapangan kerja di sektor migas dan batu bara masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Pasalnya, dua sektor ini menjadi tumpuan utama di Kaltim. Namun, melihat kondisi kebijakan pemerintahan terkait pembatasan produksi batu bara melalui izin usaha pertambangan (IUP), Isran khawatir hal tersebut dapat menambah jumlah pengangguran di Kaltim.
Dari pemaparan saat acara, Kaltim berada di urutan keenam dengan angka 6,60 persen. Paling tinggi dari Banten, yakni 8,52 persen, disusul Jawa Barat 8,71 persen, Maluku 7,27 persen, Kepulauan Riau 7,12 persen, Sulawesi Utara 6,86 persen, dan setelah itu Kaltim.
“Apalagi bila surat itu direalisasikan, bisa banyak sekali pengangguran. Kaltim saja tak cukup menyelesaikan, kalau tak ada koordinasi. Artinya harus mempertimbangkan tak melaksanakan pembatasan produksi batu bara lewat IUP itu,” ungkap Isran.
Orang nomor satu di Bumi Etam ini mengaku surat edaran tentang pembatasan IUP batu bara mulai 2019 ini sudah sampai di meja kerjanya. “Ini menjadi sinyal bahaya bagi Kaltim. Kami juga bersiap, agar tak mengalami gangguan ekonomi. Ada surat edarannya, lupa tanggalnya. Tapi tahun ini. Kelihatannya ada sebuah sanksi. Ini mungkin ya, tapi semoga saya salah,” tuturnya.
Diketahui, rencana pemerintah terkait pembatasan batu bara ditujukan untuk mengatur produksi yang dihasilkan dari IUP yang diterbitkan Pemerintah Provinsi. Pasalnya, besaran produksi dari IUP provinsi kadang tidak terlacak pemerintah pusat.
Penyusunan aturan ini sudah dilakukan sejak lama. Hanya, pemerintah mengaku kesulitan melakukan formulasi perhitungan produksi batu bara nasional apabila aturan tersebut keluar. Sebab saat ini banyak IUP yang sudah memasuki masa eksplorasi. Sehingga produksi pada masa depan kemungkinan bisa membeludak. Di sisi lain, pemerintah tak mau membatasi investasi perusahaan batu bara.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Meski jauh dari target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), namun kondisinya terus meningkat sepanjang tahun 2016 hingga 2018.
“Tahun 2016 pada posisi 5,03 persen. Tahun 2017, 5,07 persen. Dan tahun 2018, 5,17 persen. Kalau dilihat dari target RPJMN sebesar 7 persen, kita masih rendah. Masih di bawah target. Namun dilihat dari tingkat kesejahteraan, ini cukup baik,” terang Sekjen Kementerian Dalam Negeri Hadi Prabowo.
Namun demikian, sumbangan dari wilayah Indonesia Timur terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tersebut dinilai kecil. “Sumbangan terbesar adalah provinsi di Pulau Jawa. Sebesar 58,48 persen. Sumatra, 2,58 persen. Sedangkan Kalimantan baru 8,20 persen,” pungkasnya. (aji/ndu/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post