Setelah kudeta militer 2014, Thailand kembali menggelar pemilu. Dalam sorotan banyak pihak, ada orang Indonesia yang berkesempatan memantau agenda untuk memilih perdana menteri tersebut.
SIDIQ PRASETYO, Bangkok
PRIA itu menoleh ke kiri dan kanan. Mencari koleganya. Yang akhirnya dia temukan di antara kerumunan orang yang memadati lantai 3 sebuah hotel di Bangkok, Thailand, kemarin (24/3).
’’Ini wartawan dari negara Anda, Indonesia,’’ kata Rohana Hettiarachchie, pemimpin lembaga independen internasional yang baru saja memantau pemilu Thailand, kepada Heroik Pratama.
Heroik adalah satu di antara empat pengawas asal Indonesia yang turut memonitor pemilu Thailand. Pemilu tersebut kali pertama dihelat di Negeri Gajah Putih itu sejak kudeta militer 2014 sehingga mendapat sorotan luas.
Heroik mengaku baru pertama menjadi pemantau pemilu di negeri orang. Meski, selama ini kegiatan yang dilaksanakannya di Indonesia selalu berhubungan dengan pesta demokrasi itu.
’’Saya kan bernaung di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem. Dari Perludem, ada dua orang (yang ikut ke Thailand, Red),’’ ungkap Heroik.
Dia menyebut nama rekannya, Mulki Shedar. Yang ternyata duduknya tak jauh dari lelaki asal Jakarta tersebut.
Heroik bisa berangkat ke Negeri Gajah Putih karena ditunjuk organisasinya. Perludem, ujar dia, berafiliasi dengan Anfrel (Asian Network for Free Elections). Sebuah lembaga yang selalu memantau kegiatan pemilihan umum di Asia.
Dia ditunjuk lembaganya pada Februari lalu. Lelaki berambut ikal itu pun mulai mengurus semua persyaratan imigrasi untuk berangkat.
’’Saya datang di Thailand pada 15 April lalu. Semua wakil yang diundang dari berbagai negara mendapat pengarahan,’’ ungkap Heroik.
Dalam pengarahan itu, dia mendapat tugas di Provinsi Payao. Heroik mulai menjalankan aktivitas di provinsi yang berbatasan dengan Laos tersebut pada 17 April saat pemilihan pendahuluan untuk rakyat Thailand tidak bisa ikut ke pemilu pada 24 Maret.
’’Saya berangkatnya 16 April. Empat wakil Indonesia memperoleh tempat yang berbeda-beda,’’ terangya.
Dia menerangkan, Mulki mendapat tugas di Suratthani. Jojo Rohi yang berasal dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) di Pattani. Sayang, untuk satu rekannya lagi, Romzi, Heroik hanya ingat nama depannya, dia lupa provinsi tempatnya bertugas. Jawa Pos tak bisa menemui Jojo dan Romzi karena sudah tidak berada di tempat acara.
Mereka, tambah Heroik, berada di provinsi penugasan hingga 24 Maret atau selama seminggu. ’’Kami melihat bagaimana prosesnya dan antusiasme pemilih,’’ ujar Heroik.
Di Phayao, kata dia, antusiasme warga untuk memberikan suara sangat tinggi. Dia menyatakan tak mengalami masalah. ’’Disediakan tenaga penerjemah untuk kami. Jadi, tiap kali mewawancarai pemilih dengan bahasa Inggris, diterjemahkan ke bahasa lokal,’’ ujar lelaki yang berkantor di Tebet, Jakarta, tersebut.
Heroik dan rekan-rekannya juga menyatakan tak mendapat tekanan dari siapa pun, termasuk militer. Mulki menambahkan, apa yang dilakukannya di Thailand tak ada di Indonesia. Menurut dia, tidak ada pemantau pemilu seperti yang dilakukan Anfrel.
’’Standarnya sudah internasional. Teknik pembukaan TPS dan penghitungan suara,’’ kata lelaki 27 tahun alumnus Universitas Padjadjaran itu.
Rencananya, hari ini (26/4) para pemantau dari Indonesia kembali ke tanah air. Mereka berharap apa yang dilakukan di Thailand bisa dilakukan pula di negeri tercinta dalam pelaksanaan pesta demokrasi bulan depan. (*/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post