Assalamu alaikum wr wb.
PT Freeport Indonesia sudah beroperasi lebih dari 50 tahun di tanah Papua. Pada 2016, Grasberg yang merupakan tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia mampu memproduksi 165 ribu ton bijih dalam sehari. Angka ini meningkat dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar 162 ribu ton. Pabrik Pengolahan menghasilkan konsentrat tembaga dan emas dari bijih yang ditambang dengan melalui proses memisahkan mineral berharga dari pengotor yang menutupinya. Dalam setahun, Freeport mampu memproduksi tembaga sebanyak 1 miliar pon, sedangkan produksi emas mencapai 1 juta ons.
Seperti diketahui, Freeport tak lagi melakukan ekspor sejak 12 Januari lalu. Hal tersebut imbas dari pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Sesuai PP itu, pemerintah mengizinkan perusahaan tambang yang belum melakukan hilirisasi dengan membangun smelter untuk melakukan ekspor konsentrat.
Syaratnya, perusahaan itu harus mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Beberapa hari terakhir, muncul wacana arbitrase yang akan dilakukan Freeport karena tidak puas dengan kebijakan baru pemerintah mengenai perubahan status kontrak. (katadata.co.id)
Sampai saat ini bagian royalti emas Freeport yang dibagi ke pemerintah Indonesia cuma 1 persen meskipun dalam aturan baru harusnya 3,75 persen. Ternyata kontrak Freeport kebal dari perubahan aturan.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan kontrak Freeport dengan pemerintah Indonesia sifatnya nail down dalam arti tidak mengikuti aturan dan perundang-undangan yang berubah.
Karena itu sampai saat ini Freeport masih membayar royalti emas 1 persen sejak kontrak dibuat di 1967. Meskipun pemerintah telah membuat PP 45/2003 yang menetapkan setiap perusahaan tambang harus membayar royalti emas 3,75 persen.
“Maka itu sekarang sedang direnegosiasi, karena kontraknya itu sejak tahun 1967. Tapi dasar kita adalah PP 45 (untuk renegosiasi),” ujar Thamrin ketika ditemui di Hotel Shangri-La pada acara acara Pameran Produksi Dalam Negeri Pendukung Usaha Pertambangan, Jakarta, Rabu (2/11/2011).
Thamrin mengatakan kontrak karya Freeport dengan pemerintah Indonesia menentukan royalti yang dibayarkan kepada pemerintah untuk emas adalah 1 persen atas penjualan, perak 1 persen atas penjualan, dan tembaga 3,5 persen atas penjualan. Sedangkan dalam PP 45/2003 untuk pembayaran royalti untuk emas adalah 3,75 persen, perak 3,25 persen, dan tembaga 4 persen.
Ribut-ribut terkait kontrak karya oleh PT Freeport dengan pemerintah Indonesia terhadap pengolahan Gunung Emas Grasberg di Papua seharusnya menjadi “tanda tanya” kepada kita semua, sebenarnya bagaimana hukum kerjasama kontrak karya pengelolaan sumber daya alam (SDA) milik umat menurut Islam?
Islam sebagai sebuah ideologi yang sempurna, memiliki sistem ekonomi yang khas. Di dalamnya ada konsep bagaimana mengelola sumber daya alam milik umat.
Menurut pandangan Islam, hutan, air, dan energi adalah milik umum. Ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW:
‘‘Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api“ (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah) (Imam Asy Syaukani, Nayl al Authar, halaman 1140)
Dari hadist di atas, segala model pengelolaan SDA yang mampu menghilangkan status SDA beralih dari milik umum menjadi milik pihak lain (swasta atau perorangan) maka hukumnya terlarang.
Sistem kerjasama kontrak karya dalam pengelolaan SDA milik umum dengan perusahaan swasta atau perorangan adalah haram, karena sistem kerjasama kontrak karya memastikan rakyat tidak lagi memiliki kekuasaan terhadap SDA sepenuhnya. SDA yang dijadikan obyek kerjasama sudah menjadi miliki berdua, antara pihak rakyat dan mitra kerjasama.
Pemberian izin pengelolaan tambang kepada Freeport (juga kepada perusahaan lainnya) baik dengan KK atau IUPK jelas menyalahi Islam. Sebabnya, dalam Islam, tambang yang berlimpah haram diserahkan kepada swasta, apalagi asing. Abyadh bin Hamal ra. menuturkan:
Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. Ia meminta (tambang) garam. Beliau lalu memberikan tambang itu kepada dirinya. Ketika ia hendak pergi, seseorang di majelis itu berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan? Sungguh Anda telah memberi dia (sesuatu laksana) air yang terus mengalir.” Ia (perawi) berkata, “lalu Rasul menarik kembali tambang itu dari Abyadh (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Dari hadist ini, islam menetapkan tambang adalah milik umum (seluruh rakyat). Tambang itu harus dikelola langsung oleh negara dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat. Karena itu pemberian ijin kepada swasta untuk menguasai pengelolaan tambang, termasuk perpanjangan ijin yang sudah ada, jelas menyalahi Islam.
Karena menyalahi Islam, izin ataupun kontrak yang diberikan adalah batal demi hukum dan tidak berlaku. Sebabnya, Nabi saw bersabda:
Setiap syarat yang tidak ada di Kitabullah (menyalahi syariah) adalah batil meski 100 syarat (HR Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Jika memang Freeport dan pemegang kontrak pertambangan lainnya sudah terlanjur mengeluarkan biaya, biaya-biaya itu dikembalikan setelah diperhitungkan dengan hasil yang diambil. Hal itu dianalogikan dengan orang yang menanam di tanah orang lain. Nabi saw bersabda:
Siapa yang menanam di tanah satu kaum tanpa izin mereka maka dia tidak berhak atas tanaman itu dan untuk dia (dikembalikan) biayanya (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Khotimah
Kekayaan alam Indonesia mendesak untuk diselamatkan. Penguasaan SDA oleh pihak asing atau swasta harus segera diakhiri. Kemandirian harus segera diwujudkan. Pengelolaan SDA harus di nasionalisasi. Semua itu hanya sempurna terwujud melalui penerapan syariah secara kâffah yang hanya bisa sempurna dijalankan melalui sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah yang mendesak untuk diwujudkan oleh kaum Muslim negeri ini demi mewujudkan kemakmuran negeri dan penduduknya.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post