Kisah Inspiratif Warga Bontang: Khumaini Rosadi (185)
Jadi dai sudah menjadi jalan hidup Khumaini Rosadi. Namun berkesempatan menjadi dai di Eropa tak pernah terbayangkan sebelumnya. Khumaini menceritakan pengalamannya berdakwah di Benua Biru lewat buku yang diterbitkannya, “Perjalanan Dakwah 45 Hari di Eropa”.
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
PRIA asal Jakarta, 2 Desember 1979 silam ini memang sedari awal menjalankan pendidikan di sekolah islam. Lepas dari SD Negeri di Jelambar Baru, Grogol, Petamburan, Khumaini remaja melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Asshiddiqiyyah Jakarta. Berkat studinya di pondok tersebut, Khumaini mampu menghafal 30 juz Al-Quran. Dia pun melanjutkan pendidikan kuliah S1 dan S2 di Institut PTIQ Jakarta. “Pendidikan saya habiskan di Jakarta,” kata Khumaini.
Pada Januari 2011, dia mendapat kesempatan menuju Kota Taman untuk menjadi imam di Masjid Al Falah di kawasan HOP Badak LNG. Dua tahun di masjid tersebut, Khumaini sempat berpindah ke masjid lainnya selama setahun, hingga akhirnya dia memutuskan menjadi guru agama di SMA YPK pada 2014. “Kebetulan kuliah S2nya mengambil jurusan pendidikan agama islam. Jadi pas jadi guru,” ujar bapak dua anak ini.
Selain menjadi guru, Khumaini juga merupakan mubalig aktif di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Bontang. Dia pun kerap diundang mengisi ceramah di mimbar-mimbar masjid maupun pengajian majelis taklim. Hingga dalam suatu kesempatan, Khumaini menerima pengumuman penerimaan Dai Ambassador dari LDNU pusat. “Saya waktu itu iseng coba-coba saja daftar,” katanya.
Karena hanya coba-coba, persiapan yang dilakukan oleh Khumaini pun terbilang sewajarnya. Syarat-syarat yang diajukan, seperti berusia 35-45 tahun, qiraah tartil, hafal Al-Quran minimal 2 juz, bertarekat, menguasai bahasa inggris dan arab, serta menguasai minimal satu kitab. Saat menjadi dai ambassador, dai yang terpilih akan bertugas menjadi imam rawatib saat bulan Ramadan, dakwah di majelis taklim, serta menjalin relasi. “Setelah berkas dilengkapi, bismillah saya kirimkan ke panitia seleksi,” tutur Khumaini.
Tak disangka, ternyata nama Khumaini masuk dalam kandidat yang terpilih untuk mengikuti seleksi dai ambassador di Jakarta. Katanya, dia yang mewakili daerah di Indonesia Timur mungkin menjadi pertimbangan panitia seleksi memilih dirinya menjadi kandidat.
Khumaini bercerita, saat seleksi berlangsung, hampir seluruh peserta menunjukkan kemampuannya sebagai pendakwah dengan sangat serius. Namun, Khumaini berbeda. Dalam ujian dakwah, dia tetap seperti apa adanya saat memberikan pengajiaan atau ceramah. “Bahkan sering saya kasih candaan kecil di materi dakwah agar tidak membosankan,” ujarnya.
Ternyata, materi dakwah yang dibawakan oleh Khumaini disukai oleh panitia seleksi. Bahkan, gaya ceramahnya yang menyelipkan candaan disebut merupakan ciri khas dai NU yang sebenarnya. “Setelah melewati berbagai seleksi, Alhamdulillah saya dinyatakan berhak menjadi dai ambassador ke Eropa,” katanya.
Berangkat beberapa hari menjelang bulan puasa di 2016, segala kebutuhan Khumaini sudah dipersiapkan dan dipenuhi oleh LDNU Bontang. Khumaini yang terpilih menjadi dai ambassador pun ditugaskan ke Amsterdam, Belanda selama bulan Ramadan untuk berdakwah di sana.
Berbagai pengalaman unik selama di Belanda pun akhirnya dituangkan dalam bentuk buku berjudul Perjalanan Dakwah 45 Hari di Eropa. Buku tersebut dituliskannya setelah menyelesaikan tugas menjadi dai ambassador di Belanda. “Saya tulis buku ini agar perjalanan saya di Eropa bisa bermanfaat dan memberikan tambahan wacana ilmu tentang keislaman dan kebudayaan di Eropa,” ucap Khumaini.
Salah satu ceritanya yang unik dalam buku yang dituliskannya, kata Khumaini yakni cerita para warga Indonesia di Belanda yang bahu membahu membangun masjid. Ternyata, warga asing yang mendapatkan izin tinggal di Belanda, juga mendapatkan uang vacancy atau uang liburan dari pemerintah Belanda, termasuk untuk warga Indonesia yang mendapatkan izin tinggal.
Bagi warga Indonesia muslim di sana, keberadaan masjid tidak sebanyak masjid yang ada di Indonesia. Dengan menyisihkan uang liburan tersebut, mereka bergotong royong membangun masjid di Belanda. “Agar tidak dicurigai juga oleh pemerintahan, bukan disebut masjid, tapi sebagai Pusat Kebudayaan Indonesia,” ungkapnya.
Bagi Khumaini, kebiasaan menulisnya ini sudah tumbuh saat dia mengenyam pendidikan S1. Khumaini yang kala itu mengambil Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Dakwah ini ternyata juga pernah menjadi jurnalis. Beberapa media nasional pun pernah menjadi tempat magang Khumaini.
Namun, menyadari kerja jurnalis yang berat, dia memutuskan untuk tetap menjadi dai. Namun, kebiasaan menulisnya ternyata tetap terjaga, bahkan hingga saat ini. “Dalam waktu dekat, saya juga akan menerbitkan buku lain, salah satunya tentang panduan materi kerohanian islam (Rohis) di SMA. Karena saya juga pembina Rohis di SMA YPK, saya rasa ini perlu untuk jadi pegangan tak hanya Rohis di Bontang, tapi bisa di Indonesia,” tutur Khumaini.
Khumaini berharap, buku-buku yang dituliskannya dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Dia pun juga turut mendorong dai-dai lainnya di Bontang untuk segera membuat buku, agar kelak meninggalkan warisan keilmuan kepada masyarakat. “Minimal kumpulan materi dakwahnya itu bisa dijadikan buku. Kapan lagi bisa berkarya kalau tidak sekarang,” pungkas Khumaini. (Bersambung)
Tentang Khumaini
Nama: H Khumaini Rosadi, SQ., M.Pd.I
TTL: Jakarta, 2 Desember 1979
Alamat: Perumahan Bontang Permai Blok A/26
Anak:Nasywa Aufa Fauzia, Multazam Fidzil Hijja
Pendidikan:
- SDN Jelambar Baru, Grogol, Petamburan
- MTS Pondok Pesantren Asshiddiqiyyah Jakarta
- MA Pondok Pesantren Asshiddiqiyyah Jakarta
- S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam Institut PTIQ Jakarta
- S2 Pendidikan Agama Islam Institut PTIQ Jakarta
Pekerjaan:
- Mubalig LDNU Bontang
- Guru SMA YPK
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post