bontangpost.id – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim digugat perdata tiga perusahaan pertambangan ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Perkara ketiganya, berakhir dengan putusan verstek awal Oktober lalu.
Lantaran, perwakilan ESDM Kaltim tak kunjung hadir meski sudah dipanggil secara patut oleh pengadilan. Lewat jalur hukum, tiga pengusaha emas hitam itu menggugat agar pengadilan menyatakan, izin usaha yang mereka peroleh dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, dinyatakan sah demi hukum.
Selain itu, mereka meminta agar Dinas ESDM mendaftarkan perusahaan mereka dalam database IUP operasi produksi batu bara di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM yang diusulkan Pemprov Kaltim. Tiga perusahaan itu, PT Fath Jaya Utama, PT Bara Setiu Indonesia, dan PT Tri Jaya Utama.
Meminjam data PN Samarinda, perkara ketiganya teregistrasi dengan Nomor 194-196/Pdt.G/2021/PN Smr dan didaftarkan di hari yang sama, pada 4 Oktober 2021. Majelis hakim PN Samarinda yang ditunjuk untuk menangani ketiga gugatan itu, dipimpin Agus Raharjo bersama Vera Lyndia Lihawa dan Yulius Christian Handratmo.
Empat hari selepas perkara didaftarkan, sidang perdana diagendakan. Mengingat lokasi pihak tergugat, yakni Dinas ESDM Kaltim masih dalam lingkup PN Samarinda. Namun, Dinas ESDM Kaltim tak datang kala itu. Majelis hakim mengagendakan ulang persidangan pada 13 Oktober 2021. Relas panggilan persidangan kembali dikirim, namun Dinas ESDM tak juga datang ketika sidang kembali digelar. Saat itu, pada 13 Oktober 2021, persidangan pun bergulir maraton dengan agenda pembacaan gugatan, pengajuan perbaikan surat gugatan, pembuktian, dan putusan. Dalam putusan, majelis hakim mengabulkan gugatan untuk sebagian dengan verstek.
Surat DPMPTSP Kaltim dengan Nomor 503/1850/IUP/DPMPTSP/X/2017 tertanggal 24 Oktober 2017 tentang Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi PT Fath Jaya Utama. Surat DPMPTS Kaltim Nomor 503/1943/IUP-OP/DPMPTSP/X/2018 tentang perpanjangan kedua IUP Operasi Produksi milik PT Bara Setiu Indonesia. Surat DPMPTSP Kaltim Nomor 503/1960/IUP/DPMPTSP/X/2017 tertanggal 24 Oktober 2017 tentang Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi PT Tri Utama Jaya. Ketiga surat itu dinyatakan sah demi hukum dalam putusan verstek tersebut.
Selain itu, majelis menilai, ketiga penggugat berhak didaftarkan dalam database IUP operasi produksi Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM.
Ada masa sanggah atas putusan verstek tersebut selama 14 hari. Langkah itu kemudian ditempuh Dinas ESDM Kaltim. Perlawanan bergulir perdana, kemarin (23/11). Gugatan ini muncul lantaran ketiga nama perusahaan itu tak tertuang dalam surat keputusan (SK) gubernur Kaltim tentang permohonan dan tindak lanjut pengaktifan Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba Online Monitoring System (MOMS), dan pendapatan nasional bukan pajak secara elektronik (e-PNBP). SK bernomor 5503/4938/B.EK dan tertanggal 14 September 2021 itu, ditandatangani Gubernur Kaltim Isran Noor yang ditujukan ke Menteri ESDM cq Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
Sementara itu, dalam keterangan persnya kemarin, Kepala Dinas ESDM Kaltim Christianus Benny menyampaikan pembelaan mengapa dirinya selaku tergugat, tidak hadir memenuhi panggilan persidangan. Dia menuturkan, surat panggilan dari pengadilan tidak pernah diterimanya. Sehingga tidak tahu ada pemanggilan. Mengetahui ada gugatan yang diputus verstek, dia bersama kepala Bidang Minerba lalu melakukan investigasi internal. Rupanya, surat dari pemanggilan dari Pengadilan Negeri Samarinda diterima instansinya pada 12 September. Lalu, mengapa surat itu tak sampai ke tangannya?
Saudara RO selaku honorer Dinas ESDM Kaltim, ES selaku ASN Dinas ESDM Kaltim, dan MHA selaku honorer ESDM Kaltim, merupakan sindikat yang telah melakukan tindak pidana menghilangkan atau menggelapkan atau membakar atau memusnahkan relas panggilan dari PN Samarinda terhadap kepala Dinas ESDM Kaltim atas gugatan 10 tambang yang ada di Kaltim,” kata Christianus Benny didampingi kuasa hukumnya, Agus Talis Joni, di Polresta Samarinda. Lewat kuasa hukumnya, Christianus Benny melaporkan ulah ketiga anak buahnya itu ke kepolisian.
Ketiganya dianggap melanggar Pasal 406 juncto Pasal 2 Ayat 1, Pasal 3 UU 20/2021 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).Agus Talis Joni mengatakan, atas perbuatan tiga pelaku itu, semua persidangan di Pengadilan Negeri Samarinda tanpa sepengetahuan kepala Dinas ESDM Kaltim selaku tergugat. Dengan demikian, Pengadilan Negeri Samarinda memutus perkara itu dengan putusan verstek, artinya tanpa dihadiri tergugat. “Kadis tidak mengetahui dan tidak pernah tahu adanya gugatan 10 perusahaan tambang itu.
Untuk selanjutnya ada tiga perusahaan lagi yang baru diputus, dan itu sekarang tengah diadakan perlawanan bidang hukum Pemprov Kaltim,” sambung Agus Talis Joni.
Dia melanjutkan, ketiga oknum pegawai Dinas ESDM Kaltim itu, melakukan tindak pidana penggelapan dan perusakan. Pihaknya menduga, ketiga oknum pegawai itu terindikasi menerima imbalan atas tindakan yang mereka lakukan.
RO, kata dia, dari penyelidikan internal menerima uang Rp 400 juta, ES Rp 20 juta, dan MHA Rp 3 juta. “Kadis (Kadis ESDM Kaltim Christianus Benny) sebagai tergugat dari 10 perusahaan itu, ada izinnya yang masih aktif, dan ada yang izinnya sudah mati, dengan upaya verstek tadi, supaya mereka dimenangkan, artinya mereka punya hak untuk masuk ke data tadi jadi bisa hidup lagi,” sambungnya.
Melalui gugatan perdata itu, sebutnya, muncul keputusan secara verstek. Sehingga izin bisa dimasukkan dalam MODI, dan bisa dilanjutkan. Hal itu dianggap akal-akalan dan tidak sesuai dengan prosedur, dan dianggap ada mafia yang mengatur semuanya.
Kembali ke Christianus Benny. Dia menyatakan, selama ini 10 perusahaan tambang itu adalah tambang-tambang yang sudah tidak aktif. Ada juga yang tidak masuk rekomendasi kabupaten atau kota ke provinsi. “Kan kami bertanya-tanya untuk apa, itu izin sudah mati kok masih diminta dihidupkan lagi, ternyata mereka dengan cara yang tidak sesuai. Karena aturan yang sekarang kalau proses izin harus ke Ombudsman, Dirjen Minerba, itu keluar izinnya ke BKPM. Baru mereka mengurus MODI. MODI itu mempermudah mereka mendapatkan RKAB. Kalau sudah RKAB, mereka sudah dapat jatah untuk menambang. Nah sekarang melakukan hal-hal yang tidak wajar, mereka jalur pintas, melalui putusan PN, dan itu diduga sudah terlaksana di Kalsel, dan ada di beberapa tempat lain, makanya Kaltim mau dijadikan tempat seperti itu,” ungkapnya.
Benny melanjutkan, yang patut dipertanyakan, mengapa kepala Dinas ESDM Kaltim yang digugat. Padahal, tertanggal 10 Desember 2020, semua perizinan pertambangan dialihkan ke pusat. “Mereka (perusahaan penggugat) dengan cara yang tidak bagus dan memanfaatkan oknum yang ada di ESDM Kaltim untuk menghilangkan relas itu, jadi seakan-akan diterima. Dalam waktu singkat keluar surat putusan verstek. Kenapa saya terlambat mengetahuinya, karena saya juga tahunya dari salah satu media. Saya dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak hadir. Saya selidiki, ketemu akhirnya. Ketiga orang itu ternyata mereka berusaha memusnahkan dokumen termasuk relas dengan adanya imbalan,” beber Benny. (ryu/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post