bontangpost.id – Sidang dugaan perkara kredit fiktif telah memasuki babak akhir yakni pembacaan putusan, Jumat (4/2). Dalam pembacaan putuan tersebut terdakwa II Yunita Fedhi Astri selaku mantan direktur operasional dinyatakan bersalah dan menerima vonis penjara 5 tahun oleh majelis hakim PN Bontang.
Kuasa hukum terdakwa II Zulkifli menyatakan sangat menyayangkan putusan tersebut. Dikarenakan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan dan nota pembelaan yang telah disampaikan. Pada intinya menyatakan bahwa perbuatan terdakwa II bukan merupakan perbuatan pidana melainkan perbuatan administrasi.
“Di samping itu terdakwa II merupakan korban dari carut-marutnya sistem yang ada di BPR Bontang Sejahtera,” kata Zulkifli.
Marten Enos Dance Worang selaku kuasa hukum Terdakwa II menyatakan bahwa putusan yang telah dibacakan oleh majelis hakim sangat tidak adil bagi klien kami. Terlebih lagi klien telah menerima sanksi 20 tahun tidak bekerja didunia perbankan dan harus menerima dua putusan/vonis masing-masing lima tahun.
“Padahal perkara tersebut merupakan perkara dan obyek yang sama. Namun dari pihak penyidik atau kejaksaan melakukan split atau pemisahan dakwaan menjadi dua,” ucapnya.
Ia juga menerangkan bahwa majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan berupa keterangan ahli Piatur Pangaribuan. Dalam asas hukum yang menyatakan bahwa perkara a quo bukan merupakan pidana. Namun perkara administratif dan surat surat dakwaan yang telah dipisah oleh JPU untuk dapat digabung menjadi satu kesatuan.
Selain itu fakta persidangan menunjukan dalam perkara nomor 146 terdakwa telah melakukan pelunasan terhadap kredit fiktif dan dibuktikan dengan adanya rekening koran dari bank BPR. Serta tak ada satupun keterangan saksi atau fakta persidangan yag menyatakan bahwa terdakwa II Yunita Fedhi Astri menikmati hasil kredit fiktif tersebut.
“Namun bukti tersebut belum tidak dijadikan hakim sebagai faktor yang meringankan. Sehingga dapat mengurangi atau membebaskan terdaka II dari segala tuntutan hukum,” tutur dia.
Ia menilai putusan tersebut sangat merugikan kliennya. Akan tetapi kondisi ini bukanlah akhir dari segalahnya. Sebab terdakwa punya hak untuk melakukan berbagai upaya hukum. Baik itu banding maupun kasasi atas putusan tersebut.
“Tapi untuk sementara masih pikir-pikir dulu upaya apa yang terbaik bagai klien kami,” terangnya.
Sementara JPU Sonny Arvian Hadi Purnomo meminta waktu kepada majelis hakim atas langkah yang diambil pasca putusan dibacakan. Majelis hakim memberikan waktu maksimal selama tujuh hari terhitung hari ini untuk mengambil sikap.
“Kami juga pikir-pikir dulu,” urai Sonny.
Humas Pengadilan Negeri Bontang Ngurah Manik Sidartha mengatakan kedua terdakwa dinyatakan bersalah. Melanggar UU Perbankan pasal 49 ayat 1 huruf A juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Sehingga majelis hakim memutuskan keduanya dipenjara masing-masing selama lima tahun.
“Ini untuk perkara nomor 147/Pid.Sus/2021/PN Bon,” kata Manik.
Durasi itu sedikit lebih kecil dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yakni enam tahun. Selain itu terdakwa juga wajib membayar denda sebesar masing-masing Rp 10 miliar. Angka ini lebih besar daripada pengajuan JPU yakni Rp 5 miliar.
Sementara untuk berkas 146/Pid.Sus/2021/PN Bon atas nama terdakwa Yunita Fedhi Astri, majelis hakim menjatuhkan vonis tambahan lima tahun penjara. Di tambah denda sebesar Rp 10 miliar. Jika diakumulasi terdakwa Yunita diberi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar. Terdakwa menyalurkan kredit fiktif kepada delapan debitur. Dengan jumlah pencairan sebesar Rp 365 juta. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post