bontangpost.id – Ahmad Zuhdi, terdakwa penyuap bupati, sekkab, dan pejabat Dinas PUPR Penajam Paser Utara (PPU), menolak jika uang Rp 1 miliar yang berasal dari simpanan Korpri PPU dikategorikan menjadi komitmen fee yang diberikannya ke Abdul Gafur Mas`ud (AGM), bupati nonaktif PPU. Menurutnya, uang tersebut merupakan pinjaman yang diajukan AGM lewat Asdarussalam alias Asdar, orang dekat AGM.
Hal ini dituangkan lewat pembelaan atau pledoi yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Samarinda, Rabu (25/5/2022). “Memang klien kami, terdakwa Ahmad Zuhdi, tak menepis ada pemberian komitmen ke sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab PPU. Tapi, tak sebesar uraian JPU (jaksa penuntut umum/KPK) dalam tuntutan,” ucap Robinson, ketua tim penasihat hukum Ahmad Zuhdi dalam persidangan yang digelar secara daring.
Terlebih, sepanjang persidangan tak pernah ada bukti atau fakta, jika permintaan itu langsung dari AGM. Permintaan Rp 1 miliar yang diketahui untuk pembiayaan AGM mengikuti Musda Demokrat Kaltim, hanya didengar Zuhdi dari Asdar. Hal ini bahkan turut diakui Asdar jika uang itu hanya pinjaman yang nantinya bakal diganti AGM di kemudian hari. Karena itu, soal usul pencairan proyek Kantor Pos Kecamatan Waru, PPU tak berasal dari Zuhdi, melainkan dari opsi dari Asdar.
Sejak awal, lanjut dia, pemberian fee 5 persen untuk bupati dan 2,5 persen untuk pejabat dinas dari 15 proyek yang didapat Ahmad Zuhdi pada 2021, rencananya baru diberi jika semua proyek yang didapat lunas terbayar.
“Alasan mengapa uang sempat diberikan beberapa kali, baik ke AGM hingga pejabat lain lantaran diminta,” lanjutnya.
Dalam pembelaan setebal 132 halaman itu, Ahmad Zuhdi merinci ke mana saja fee diberikannya. AGM sebesar Rp 500 juta. Namun dari nilai itu, Rp 150 juta menjadi jatah Asdarussalam. Lalu, Muliadi (Plt Sekkab PPU) Rp 22 juta, Edi Hasmoro (kepala PUPR PPU) Rp 412 juta, Jusman (Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga/Disdikpora PPU) Rp 33 juta.
Pemberian itu tak melulu fee seperti yang disangkakan JPU KPK. Menurutnya, ada beberapa yang berupa pinjaman. Seperti Rp 57 juta ke Edi Hasmoro yang digunakan jadi uang muka membeli Toyota Fortuner awal Januari 2022. Begitu pun dengan Jusman, yang diperkuat pengakuannya di persidangan ketika diperiksa, jika dari total Rp 33 juta yang diberikan Ahmad Zuhdi, sebesar Rp 13 juta jadi pinjaman lantaran insentif pegawai Jusman belum cair.
“Terdakwa Zuhdi tak membantah jika telah memberi sejumlah uang namun tak semua murni menjadi komitmen fee atas proyek-proyek yang didapatnya,” urainya.
Karena itu, dia meminta majelis hakim memberikan putusan yang lebih ringan dari tuntutan JPU KPK pada 19 Mei lalu. Atau, sambung Robinson membaca pledoi, majelis dapat memutuskan seadil-adilnya perkara ini sesuai fakta persidangan yang telah terungkap.
“Kami berharap majelis bisa membebaskan terdakwa atau memberikan putusan seadil-adilnya dalam perkara ini,” tutupnya membaca.
Sebelumnya, pada persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan, Ahmad Zuhdi dituntut selama 2 tahun 6 bulan pidana penjara beserta denda Rp 100 juta subsider 3 bulan pidana kurungan.
Besaran tuntutan itu menurut JPU KPK, sesuai dengan perbuatan terdakwa yang memberikan suap pada pejabat pemerintah PPU, termasuk bupati, dengan total nilai suap yang diberikan mencapai Rp 2,7 miliar. Suap itu diberikannya sebagai ucapan terima kasih yang tak patut. Selepas terdakwa mendapat proyek di lingkungan Pemkab PPU. Proyek lanskap depan kantor Bupati PPU senilai Rp 24 miliar pada 2020. Lalu, sebanyak 11 proyek fisik dari Dinas PUPR PPU, dan 4 proyek pengadaan seragam sekolah di Disdikpora PPU.
Nilai total proyek yang didapat terdakwa Ahmad Zuhdi pada 2021 senilai Rp 118 miliar. Selepas terdakwa membacakan pembelaan, JPU KPK Ferdian Adi Nugraha memilih mengajukan replik atau tanggapan terhadap pembelaan secara lisan di persidangan. “Kami, penuntut umum memilih tetap pada tuntutan majelis,” ucapnya di depan majelis hakim yang dipimpin Muhammad Nur Ibrahim bersama Hariyanto dan Fauzi Ibrahim tersebut.
Tanggapan lisan itu pun dibalas dengan duplik yang diajukan terdakwa bersama kuasa hukumnya secara lisan pula. “Kami pun tetap pada pembelaan kami majelis,” ucap Robinson mewakili kliennya, Ahmad Zuhdi.
Mendengar hal tersebut, ketua majelis hakim Muhammad Nur Ibrahim meminta waktu untuk majelis berunding memutuskan perkara ini dalam persidangan yang akan digelar akhir Mei. “Pembacaan putusan pada 31 Mei nanti, kami majelis akan berunding dulu untuk perkara ini,” ucapnya diikuti ketukan palu penanda berakhirnya persidangan. (bay/riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post