bontangpost.id – Pembelaan yang dilayangkan Abdul Gafur Mas`ud (AGM) tak digubris majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda. Bekas Bupati Penajam Paser Utara (PPU) itu dinilai bersalah dalam korupsi penyertaan modal di dua badan usaha Pemkab PPU. Vonis 6 tahun pun diberikan para pengadil untuknya.
Menurut majelis, apa yang diurai penuntut umum KPK dalam perkara ini sudah terurai jelas dalam persidangan yang berjalan. Terlebih ada tiga terdakwa lain yang lebih dulu sudah terbukti dalam perkara ini. Mereka, Direktur Perusahaan Umum Daerah (perumdam) Penajam Benuo Taka (PBT) Heriyanto, Kepala Bagian Keuangan PBT Karim Abidin, dan Direktur Utama Penajam Benuo Taka Energi (PBTE) Baharun Genda.
Akhir 2020, Pemkab PPU menerbitkan dua peraturan daerah (perda) terkait penyertaan modal ke dua badan usaha tersebut. Perda 6/2020 untuk modal ke PBTE dengan nilai Rp 10 miliar dan diberikan bertahap selama 4 tahun. Masing-masing, pada 2021 sebesar Rp3,6 miliar, Rp2,4 miliar pada 2022, dan Rp2 miliar di 2023 dan 2024.
“Hanya sebesar Rp12,5 miliar yang dikucurkan pada 2021 dan sisanya menyusul di tahun anggaran selanjutnya,” urai majelis hakim yang digawangi Ary Wahyu Irawan, Suprapto, dan Nugrahini Meinastiti tersebut.
Bersama ketiga terdakwa lainnya, AGM selaku Bupati malah menggunakan anggaran tersebut bukan untuk tujuannya. Di PBT, modal ada yang digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa seperti pembelian baliho untuk kegiatan partai, berkurban, hingga penyewaan heli dan jet pribadi.
“Sementara di PBTE, terdakwa menerima insentif selaku kuasa pemilik modal ex officio bupati PPU tanpa dasar aturan jelas,” katanya Meski di persidangan terdakwa mengaku tak tahu soal penggunaan modal untuk itu.
Jaksa menganggap sanggahan tersebut perlu dikesampingkan lantaran fakta yang terungkap dari pemeriksaan saksi dan bukti jelas menegaskan ada penggunaan uang yang bersumber dari modal di dua perusahaan umum daerah itu dinikmati terdakwa.
Karena itu, majelis menganggap apa yang dilakukan terdakwa AGM sesuai dengan dakwaan alternatif kesatu dengan Pasal 2 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU 20/2001. “Menjatuhkan pidana ke terdakwa AGM selama 6 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider pidana 3 bulan kurungan,” ucap Hakim Ary membaca amar putusan.
Terkait penggunaan uang senilai Rp 6,28 miliar yang dinikmati terdakwa akan ditetapkan sebagai uang pengganti (UP) dalam perkara korupsi kedua yang menyeret AGM tersebut. Namun jumlah UP itu dikurangi dengan uang jaminan yang disetorkan terdakwa ke rekening penampungan KPK sebelum tuntutan dibacakan JPU KPK pada 6 Agustus lalu.
AGM menyetorkan uang jaminan sebesar Rp 3 miliar. “Sehingga masih tersisa UP yang perlu dibayarkan terdakwa sebesar Rp 3,28 miliar,” lanjut majelis. Jika UP tak dibayar paling lambat 30 hari setelah putusan perkara korupsi penyertaan modal ini inkrah, maka harta benda terdakwa akan disita untuk menutupi kekurangan UP yang diajukan. Jika harta/benda terdakwa yang disita tak mencukupi untuk menutupi UP tersebut maka diganti pidana 2 tahun penjara.
Atas putusan itu, AGM secara pribadi memilih mengajukan banding atas putusan tersebut. “Saya terima apa yang disampaikan majelis hakim tapi saya akan ajukan banding,” ucapnya dari balik layar virtual.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post