SANGATTA – Sektor tambang di Kutai Timur sedang berproduksi dengan intensitas cukup tinggi saat ini. Akan tetapi, sejumlah perusahaan batu bara masih ada yang menggunakan jalan fasilitas umum. Untuk itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim meminta perusahaan tambang yang menggunakan jalan umum untuk kegiatan houling membuat jalur underpass maupun flyover, agar tidak merusak jalan umum.
Kepala Dinas LH Kutim, Ence Achmad Rafiddin Rizal mengatakan memang sudah ada aturan yang mewajibkan perusahaan tambang atau sawit yang melewati jalan negara atau provinsi. Padahal jalan itu merupakan fasilitas umum, yang tidak boleh melewatinya secara langsung. Akan tetapi harus menggunakan jalan terowongan atau underpass serta jembatan layang atau flyover, yang dibangun oleh perusahaan itu sendiri.
Hal ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kepala Sawit. “Aturan ini juga diperkuat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 43/2013 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit,” jelas Rizal.
Saat ini salah satu perusahaan tambang di Kutim yang belum memiliki jalur underpass, kata dia, adalah PT Indexim Coalindo yang ada di Kecamatan Kaliorang. Ketika pihak Indexim mengajukan rencana untuk penurunan level jalan houling mereka, kemudian DLH menyarankan juga untuk membangun jalur underpass pada jalan negara yang mereka lewati, dan pihak perusahaan menyetujuinya. Harapan DLH Kutim, jalur underpass tersebut sudah selesai dibangun dan bisa digunakan pada 2018 mendatang.
“Beberapa perusahaan pertambangan yang sudah membuat jalur underpass diantaranya seperti PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT GAM (Ganda Alam Makmur) di Sangkulirang,” sebutnya.
Lebih jauh dikatakan Rizal, dengan menggunakan jalan fasilitas umum maka akan menimbulkan dampak negatif. Mulai merusak jalan, menyebabkan rawan kecelakaan, dan menyebabkan banyaknya debu sehingga menganggu masyarakat. Penggunaan jalur underpass atau flyover bagi perusahaan tambang dan kelapa sawit ini wajib dilaksanakan. Jika melanggar atau tidak mematuhi aturan tersebut maka selain diberikan sanksi Rp50 juta atau enam bulan kurungan.
“Pemintah juga akan memberikan sanksi administrasi mulai dari peringatan, paksaan, penghentian sementara operasional angkutan hingga pencabutan izin,” tutur Rizal. (aj)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post