BONTANG – Hingga Agustus 2018, sebanyak sembilan pegawai negeri sipil (PNS) telah mengajukan gugatan cerai terhadap pasangannya. Rinciannya, lima kasus masuk klasifikasi gugatan cerai istri terhadap suami, dan empat kasus suami menalak istri.
Anton Taufiq Hadiyanto selaku hakim sekaligus humas di Pengadilan Agama Bontang mengatakan, data tersebut terdeteksi jika PNS yang menjadi pemohon. Namun jika posisi PNS sebagai termohon, maka jumlahnya tidak dapat diketahui.
“Bisa saja lebih banyak. Tetapi datanya tidak bisa terdeteksi melalui sistem kami,” kata Anton saat ditemui Bontang Post, Rabu (5/9) kemarin.
Kini lima perkara sudah diputuskan oleh Pengadilan Agama Bontang. Dari jumlah tersebut empat kasus telah dikabulkan sementara satu kasus dicabut oleh pemohon. Sementara empat perkara hingga sekarang masih dalam tahap persidangan.
Adapun penyebab dari retaknya rumah tangga PNS didominasi oleh adanya orang ketiga. Total sebanyak empat kasus menyatakan termohon selingkuh dengan wiraswasta. Bukan itu saja, dua kasus menggambarkan jika kondisi pemohon telah ditinggal pergi pasangannya. Sampai sejauh ini belum kembali, bahkan pihak keluarga menutupi kepergiannya.
Selain itu, faktor tidak bisa memberikan nafkah batin, memiliki utang banyak, serta beda prinsip dalam pengelolaan keuangan juga menjadi penyebab retaknya rumah tangga. Masing-masing faktor tersebut mewarnai sejumlah satu kasus. “Paling dominan penyebabnya ialah adanya perselingkuhan. Sehingga pemohon memutuskan untuk mengakhiri bahtera rumah tangganya,” papar Anton.
Anton menyebut PNS terikat oleh aturan. Baik itu pernikahannya hingga perceraiannya. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1983 yang diamandemen dalam PP 45 tahun 1990, dijelaskan pentingnya surat permohonan izin dari pimpinan daerah setempat jika mengajukan gugatan cerai. Konsekuensi jika tidak mengurus surat hingga putusan dibacakan maka dampak terbesar yang terjadi ialah pemecatan.
“Dari perkara yang masuk, tujuh kasus telah disertai surat izin. Sementara dua masih dalam proses pengurusan,” ucapnya.
Adapun surat izin dalam pengurusannya diatur tiga bulan. Meski demikian, terkadang instansi membutuhkan waktu lama sebagai bahan pertimbangan sebelum memberikan surat tersebut. Dijelaskan Anton, termasuk upaya instansi juga melakukan mediasi untuk mempertahankan rumah tangga pemohon.
“Artinya ini langkah yang bagus dari Pemkot Bontang karena ada upaya mediasi kedua belah pihak,” ungkapnya.
Sementara bagi termohon yang berprofesi sebagai PNS, maka hanya diperlukan surat keterangan. Adapun yang menandatangani ialah instansi di mana termohon mengabdi.
Anton menyarankan agar sebelum mendaftar gugatan cerai untuk mengurus surat tersebut. Mengingat pengadilan tingkat pratama hanya diberi batas waktu menyelesaikan perkara maksimal lima bulan. Dikatakannya, penambahan dapat dilakukan jika kasus itu harus mendatangkan saksi ahli.
“Kalau perkara belum selesai, kami membuat laporan ke Mahkamah Agung (MA). Namun secara pasti kami tidak bisa menunggu jika pemohon tersendat di surat izin saja,” tuturnya.
Menurutnya, jika sudah mengantongi surat ini belum tentu permohonannya dikabulkan. Mengingat di setiap persidangan, hakim selalu berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak. Setelah diputuskan, pemohon wajib untuk melaporkan kepada instansinya seiring dengan pemberian tunjangan kepada PNS tersebut. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post