BONTANG – Bawaslu Bontang menanggapi info salah satu aparatur sipil negara (ASN) Bontang yang mengambil formulir pendaftaran calon wakil wali kota (Cawawali) di DPD II Golkar Bontang beberapa waktu lalu. Pihaknya berencana melakukan kajian terlebih dahulu.
Komisioner Bawaslu Divisi Hukum, Penindakan, Pelanggaran, dan Sengketa, Aldy Artrian menerangkan telah mendengar informasi, ada suatu kelompok yang mengatasnamakan salah satu kandidat yang kini menjabat kepala dinas di salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemkot Bontang mendaftar di salah satu partai. Melihat itu dia langsung berkordinasi dengan Ketua Bawaslu Bontang, Nasrullah. Ia menyebut akan mempelajarinya terlebih dahulu secara khusus. Karena ada dua ranah yakni terkait, yakni pemilihan dan etik.
“Masih ada dua langkahnya, jika dugaan ini terpenuhi, ada proses pemanggilan, klarifikasi, ada proses-proses yang lain. Tapi apabila kajian awal ini dugaan tidak terpenuhi harus ada penyampaian yang berbeda,” ungkapnya.
Melihat dari sisi pengambilan formulir pendaftaran melalui jalur partai. Jika mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 41 tahun 2014, PNS itu dapat mundur jika telah ditetapkan oleh KPU menjadi calon kepala daerah. Bukan ditetapkan oleh partai.
“Ini kasusnya sama dengan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni saat bertarung pada Pilkada sebelumnya, mundur dari DPR RI setelah ditetapkan KPU,” ujarnya.
Tetapi, jika ada kebijakan partai yang mewajibkan para kandidat yang bertarung menjadi pasangan Neni untuk melakukan sosialisasi di seluruh Kelurahan Bontang, atau minimal di delapan kelurahan. Dia menegaskan potensi pelanggaran etik dapat terjadi.
Jika Petahana, ASN TNI/Polri dalam proses itu menggunakan program pemerintah, dan fasilitas negara. Serta jika dalam sosialisasi tersebut kandidat yang merupakan ASN, TNI/Polri terang-terangan melakukan penggalangan, ajakan, dan hal lainnya yang melanggar netralitas.
Sesuai yang tertera dalam Undang Undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah (PP) 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS, PP 42 tahun 2004 tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS, maka ada porensi pelanggaran di dalamnya.
“Sangat potensi itu terjadi pelanggaran, karena kalau dia melakukan itu secara terbuka melakukan penggalangan, ajakan dan sebagainya. kalau dia politisi yang bebas sah-sah saja sosialisasi. Kalau dia TNI/Polri, ASN secara kode etik tidak boleh melakukan ajakan,” katanya.
Jika terbukti terjadi pelanggaran netralitas oleh ASN, pihaknya akan melaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Jadi tugas Bawaslu hanya melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan rekomendasi. Kemudian dari rekomendasi itu ditindaklanjuti oleh majelis etik dan penyidik KASN. Apapun hasilnya di luar ranah Baswaslu.
“Beda penanganan soal netralitas ASN dan pelanggaran pemilu yang lain,” paparnya.
Sejauh ini untuk mencegah terjadinya pelanggaran oleh ASN Bontang, lembaga pengawas ini telah berkordinasi dengan Pemkot Bontang. Yakni dengan menyebarkan imbauan netralitas ASN dalam kontestasi pesta demokrasi 2020 mendatang. Terkait tentang aturan-aturan yang mengikat pegawai pemerintahan.
“Kami telah mengeluarkan edaran per bulan November ke Sekda sebagai pejabat pembina kepegawaian,” jelasnya.(zaenul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post