SAMARINDA – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Samarinda mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meningkatkan pengawasan menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018. Pasalnya, dalam 16 hari lagi akan dilaksanakan pemilihan. Sehingga tingkat pelanggaran berpotensi semakin meningkat.
Ketua Umum PMII Cabang Samarinda, Agus Setiawan menuturkan, Bawaslu perlu mendorong peningkatan peran Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di kabupaten/kota di Benua Etam. Dengan cara itu, pola pengawasan dapat mendahulukan mencegahan pelanggaran ketimbang penindakan dan pemberian sanksi.
“Jika perlu pengawas pemilu di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan semakin intensif meningkatkan pengawasan. Mereka harus memastikan pengawasan purnawaktu, supaya pelanggaran dapat diminimalkan,” imbuh Agus, Minggu (10/6) kemarin.
Di sisi lain, dia berpendapat, belajar dari Pilgub Kaltim 2013, setiap tim sukses (timses) mulai meningkatkan sosialisasi di masyarakat. Namun tak sedikit yang menggunakan cara-cara yang dinilai melanggar rambu-rambu pemilu.
“Catatan kami di Pilgub Kaltim sebelumnya, politik uang terjadi secara masif menjelang pemilihan berlangsung. Ini persoalan serius yang harus ditanggulangi sejak dini oleh pengawas pemilu di semua tingkatan,” katanya.
Apabila seluruh elemen pengawas pemilu di semua tingkatan mampu mengerahkan tenaga dan pikiran untuk memerangi politik uang menjelang pemilihan, maka pelanggaran dapat ditindak. Asalkan pengawas pemilu berani menindak dan merekomendasikan pelaku politik uang pada Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
“Bila begitu saya yakin para timses dan paslon (pasangan calon, Red.) tidak akan berani melakukan politik uang,” saran Agus.
Menurut dia, politik uang menjelang pemilihan tidak hanya pemberian dalam bentuk uang. Namun juga pembagian barang yang dapat mempengaruhi pemilih juga bagian dari politik uang. Atas dasar itu, tidak ada alasan bagi pengawas pemilu tidak menindak timses dan paslon yang melanggar aturan tersebut.
“Seberapa pun banyaknya pemberian itu, tetap saja namanya politik uang. Sejak dini, masyarakat harus diajarkan untuk memilih atas dasar rasionalitas dan gagasan yang ditawarkan para paslon. Timses dan paslon harus membudayakan persaingan dengan cara yang sehat dan beradab,” tegasnya.
Agus berpendapat, tidak hanya politik uang yang menjadi ancaman. Menjelang Idulfitri penggunaan simbol-simbol keagamaan juga patut diawasi oleh Bawaslu dan Panwaslu di semua tingkatan. Khususnya masjid, harus steril dari kampanye Pilgub 2018.
“Potensi perpecahan di kalangan jemaah akan terjadi apabila masjid dijadikan tempat kampanye timses dan paslon. Karena itu saya harap semua pihak dapat menjadikan masjid tetap steril dari persaingan politik dalam Pilgub Kaltim,” ujarnya.
Jika pangawas pemilu menemukan timses dan paslon mengajak pemilih di masjid, Agus menyarankan agar diberikan sanksi yang berat. Hanya dengan cara itu, penggunaan masjid sebagai sarana kampanye dapat dikurangi.
“Masjid harus tetap dijaga fungsinya sebagai tempat syiar Islam dan pengembangan umat. Pilgub hanya berlangsung beberapa bulan, jangan sampai karena itu dapat mengorbankan persatuan umat Islam,” tutupnya. (*/um)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda